Mendaki Jabal Nur, Menyusuri Jejak Rasulullah
A
A
A
MEKKAH - Gua Hira selalu masuk dalam daftar ziarah jamaah haji Indonesia. Namun untuk menapakan kaki di tempat Nabi Muhammad SAW pertama kali menerima wahyu dari Allah SWT ini memiliki kemampuan fisik yang prima.
Jalan yang terjal membutuhkan tenaga ekstra untuk menaklukannya. Belum lagi waktu tempuh sekali perjalanan selama 1,5 jam.
Saat tim Media Center Haji (MCH) berziarah ke Gua Hira, langit di atas Bukit Nur (Jabal Al-Noer) tampil gagah. Bulan benderang dan bertabur bintang gemerlap bak permata.
Sementara langit tertinggi berwana hitam pekat dengan degradasi ungu hingga menyentuh lantai bumi.
Waktu menunjukkan pukul 03.42 waktu Arab Saudi (WAS) saat baru menjejakan kaki di Jabal Al-Noer pada Sabtu 16 September 2017. Sekitar pukul 04.51 WAS, tepatnya waktu subuh akan menjelang akhirnya tujuan akhir telah dicapai. Masih cukup waktu untuk mendaki ke puncak bukit batu tersebut dan menunaikan salat subuh.
Memulai perajalanan religius ini, kemiringan jalan sudah mencapai 45 derajat. Awalnya sudah membuat kaki terasa berat. Sejumlah petugas haji ikut mendaki bersama, tapi di antaranya ada yang merasakan pusing berkunang-kunang lalu menepi sejenak karena jalan sangat terjal.
Di sisi kanan menuju jalan setapak Gua Hira banyak toko yang menjual tongkat dan senter kecil untuk alat bantu pendakian. Dijajakan masing-masing seharga 5 riyal Arab Saudi atau Rp17.500 (Rp3.500 per riyal). Mereka juga menjual berbagai macam suvenir tas, cincin, kalung serta aneka minuman.
Ketika Tim MCH akan mendaki bukit berbatu itu, sudah banyak jamaah Indonesia yang lebih dulu turun dari puncak bukit. Salah satu jamaah, Suharjupri dari Bandung Jawa Barat mengaku mendapat hikmah perjalanan panjang tesebut.
Menurut dia, iman itu taruhannya adalah nyawa. Iman Baginda Rasulullah sangat luar biasa sehingga tidak terasa lelah untuk mencapai gua dengan ketinggian mencapai 281 meter dengan panjang pendakian sekitar 645 meter ini.
"Sekarang ya harusnya tidak ada rasa lelah ya. Karena sudah pakai sandal dan sudah dibuat tangga ke atas," ujarnya.
Dengan berjalan ke atas bukit, kata dia, dia bisa memaknai ketaatan Nabi Muhammas kepada Allah SWT. "Maka itu saya heran ketika ada panggilan 'hayya 'alash sholah' atau mari kita salat, kok masih ada yang tidak mau salat?" ujarnya.
Setelah berbincang sejenak, perjalanan pun dilanjutkan. Selama perjalanan, banyak jamaah dari negara lain yang saling menolong jika ada yang tergelincir.
Perjalanan menuju puncak sama sekali tidak dilengkapi fasilitas lampu penerang jalan. Banyak jamaah menggunakan lampu telepon genggam untuk memperjelas setiap anak tangga yang ada.
Jangan heran, di setiap tikungan kerap ditemukan peminta-minta yang berbaring di anak tangga. "Ya Allah.. Ya Allah, ya Hajj ya Hajj." Mereka sudah menyiapkan kardus bagi para peziarah yang ingin bersedekah. Tampak berbagai mata uang di dalam kardus itu, antara lain rupiah dari Indonesia, riyal Arab Saudi, rupee dari India, bahkan yuan China.
Dibutuhkan waktu sekira 1 jam hingga 1,5 jam untuk bisa mencapai puncak. Semakin tinggi, semakin tinggi pula anak tangga yang harus ditapaki. Hingga akhirnya tidak ada lagi anak tangga. Namun yang ada bongkahan batu besar.
Agar bisa masuk mendekat ke pintu Gua Hira, ada dua rute yang bisa tempuh. Pertama jamaah harus meliukkan badan menyusuri sela sempit di antara batu besar.
Jalan itu hanya bisa dilewati satu orang dengan bersandar ke tepi batu. Ada juga jalan membungkuk di antara batu besar. Keduanya harus dilalui dengan kelincahan di tengah jamaah yang berjejal ingin masuk ke area Gua Hira.
Jika sudah melewati jalan sempit itu, jamaah akan disuguhkan pemandangan yang memukau. Langit yang membentang luas dengan penuh kebesaran Sang Pencipta juga kerlap-kerlip cahaya Kota Mekkah.
Di tengahnya tampak menara Masjidil Haram dan Tower Zamzam yang terang benderang. Membuat mata tak ingin lepas untuk memandang. Ya, 'pintu' Gua Hira memang menghadap Kakbah. Sehingga bisa terlihat dengan jelas Masjidil Haram. "Subhanallah, Ahamdulillah," suara jamaah mengagumi pemandangan.
Gua Hira terletak sekira enam kilometer sebelah utara Masjid Nabawi. Di sinilah Nabi Muhammad SAW mendapat wahyu dari Malaikat Jibril dengan membawa surat Iqro.
Dalam Riwayatnya disebutkan, ketika Rasulullah berusia 40 tahun kerap melakukan tahannuts atau menyendiri. Hingga suatu malam, tepatnya tanggal 17 Ramadan atau sekira 6 Agustus 610 M, datanglah Malaikat Jibril. Terjadilah penyampaian wahyu untuk membaca "Iqro".
Dengan diterimanya wahyu pertama dari Allah SWT maka dengan sendirinya Muhammad diangkat sebagai Nabi sekaligus Rasulullah.
Begitu tiba di puncak Gua Hira, azan subuh berkumandang. Para jamaah yang ada di atas bukit melakukan salat. Di puncak bukit, terdapat tempat salat ala kadarnya sehingga jamaah bisa sekaligus salat Subuh di alam terbuka. Sesekali juga terdengar suara ayam berkokok, tanda sudah pagi.
Di puncak bukit, jamaah melepas lelah sambil memandang Kota Mekkah. Tak lama kemudian, "pertunjukan" alam pun dimulai. Dari ufuk timur, langit berubah berwarna oranye pekat dan tidak lama kemudian terbitlah matahari.
Dari sebuah garis emas hingga akhirnya bulat utuh. Langit pun menjadi terang. Cuaca yang awalnya diselimuti angin malam berganti menjadi hembusan hangat matahari pagi.
Selimut gelap menghilang. Tampak burung banyak berterbangan dan hinggap di bebatuan. Selain burung, di puncak Jabal Al Noer juga terdapat sejumlah beruk dan kucing. Mereka tampak mengais makanan sisa jamaah.
Momentum pergantian malam ini hanya bisa dinikmati bagi mereka yang berhasil mendaki di puncak gunung. Kepuasan akan semakin bertambah bila jamaah bisa memaknai perjuangan dan pengorbanan Rasulullah bagi umat, dalam 'menerangi' dunia.
Jalan yang terjal membutuhkan tenaga ekstra untuk menaklukannya. Belum lagi waktu tempuh sekali perjalanan selama 1,5 jam.
Saat tim Media Center Haji (MCH) berziarah ke Gua Hira, langit di atas Bukit Nur (Jabal Al-Noer) tampil gagah. Bulan benderang dan bertabur bintang gemerlap bak permata.
Sementara langit tertinggi berwana hitam pekat dengan degradasi ungu hingga menyentuh lantai bumi.
Waktu menunjukkan pukul 03.42 waktu Arab Saudi (WAS) saat baru menjejakan kaki di Jabal Al-Noer pada Sabtu 16 September 2017. Sekitar pukul 04.51 WAS, tepatnya waktu subuh akan menjelang akhirnya tujuan akhir telah dicapai. Masih cukup waktu untuk mendaki ke puncak bukit batu tersebut dan menunaikan salat subuh.
Memulai perajalanan religius ini, kemiringan jalan sudah mencapai 45 derajat. Awalnya sudah membuat kaki terasa berat. Sejumlah petugas haji ikut mendaki bersama, tapi di antaranya ada yang merasakan pusing berkunang-kunang lalu menepi sejenak karena jalan sangat terjal.
Di sisi kanan menuju jalan setapak Gua Hira banyak toko yang menjual tongkat dan senter kecil untuk alat bantu pendakian. Dijajakan masing-masing seharga 5 riyal Arab Saudi atau Rp17.500 (Rp3.500 per riyal). Mereka juga menjual berbagai macam suvenir tas, cincin, kalung serta aneka minuman.
Ketika Tim MCH akan mendaki bukit berbatu itu, sudah banyak jamaah Indonesia yang lebih dulu turun dari puncak bukit. Salah satu jamaah, Suharjupri dari Bandung Jawa Barat mengaku mendapat hikmah perjalanan panjang tesebut.
Menurut dia, iman itu taruhannya adalah nyawa. Iman Baginda Rasulullah sangat luar biasa sehingga tidak terasa lelah untuk mencapai gua dengan ketinggian mencapai 281 meter dengan panjang pendakian sekitar 645 meter ini.
"Sekarang ya harusnya tidak ada rasa lelah ya. Karena sudah pakai sandal dan sudah dibuat tangga ke atas," ujarnya.
Dengan berjalan ke atas bukit, kata dia, dia bisa memaknai ketaatan Nabi Muhammas kepada Allah SWT. "Maka itu saya heran ketika ada panggilan 'hayya 'alash sholah' atau mari kita salat, kok masih ada yang tidak mau salat?" ujarnya.
Setelah berbincang sejenak, perjalanan pun dilanjutkan. Selama perjalanan, banyak jamaah dari negara lain yang saling menolong jika ada yang tergelincir.
Perjalanan menuju puncak sama sekali tidak dilengkapi fasilitas lampu penerang jalan. Banyak jamaah menggunakan lampu telepon genggam untuk memperjelas setiap anak tangga yang ada.
Jangan heran, di setiap tikungan kerap ditemukan peminta-minta yang berbaring di anak tangga. "Ya Allah.. Ya Allah, ya Hajj ya Hajj." Mereka sudah menyiapkan kardus bagi para peziarah yang ingin bersedekah. Tampak berbagai mata uang di dalam kardus itu, antara lain rupiah dari Indonesia, riyal Arab Saudi, rupee dari India, bahkan yuan China.
Dibutuhkan waktu sekira 1 jam hingga 1,5 jam untuk bisa mencapai puncak. Semakin tinggi, semakin tinggi pula anak tangga yang harus ditapaki. Hingga akhirnya tidak ada lagi anak tangga. Namun yang ada bongkahan batu besar.
Agar bisa masuk mendekat ke pintu Gua Hira, ada dua rute yang bisa tempuh. Pertama jamaah harus meliukkan badan menyusuri sela sempit di antara batu besar.
Jalan itu hanya bisa dilewati satu orang dengan bersandar ke tepi batu. Ada juga jalan membungkuk di antara batu besar. Keduanya harus dilalui dengan kelincahan di tengah jamaah yang berjejal ingin masuk ke area Gua Hira.
Jika sudah melewati jalan sempit itu, jamaah akan disuguhkan pemandangan yang memukau. Langit yang membentang luas dengan penuh kebesaran Sang Pencipta juga kerlap-kerlip cahaya Kota Mekkah.
Di tengahnya tampak menara Masjidil Haram dan Tower Zamzam yang terang benderang. Membuat mata tak ingin lepas untuk memandang. Ya, 'pintu' Gua Hira memang menghadap Kakbah. Sehingga bisa terlihat dengan jelas Masjidil Haram. "Subhanallah, Ahamdulillah," suara jamaah mengagumi pemandangan.
Gua Hira terletak sekira enam kilometer sebelah utara Masjid Nabawi. Di sinilah Nabi Muhammad SAW mendapat wahyu dari Malaikat Jibril dengan membawa surat Iqro.
Dalam Riwayatnya disebutkan, ketika Rasulullah berusia 40 tahun kerap melakukan tahannuts atau menyendiri. Hingga suatu malam, tepatnya tanggal 17 Ramadan atau sekira 6 Agustus 610 M, datanglah Malaikat Jibril. Terjadilah penyampaian wahyu untuk membaca "Iqro".
Dengan diterimanya wahyu pertama dari Allah SWT maka dengan sendirinya Muhammad diangkat sebagai Nabi sekaligus Rasulullah.
Begitu tiba di puncak Gua Hira, azan subuh berkumandang. Para jamaah yang ada di atas bukit melakukan salat. Di puncak bukit, terdapat tempat salat ala kadarnya sehingga jamaah bisa sekaligus salat Subuh di alam terbuka. Sesekali juga terdengar suara ayam berkokok, tanda sudah pagi.
Di puncak bukit, jamaah melepas lelah sambil memandang Kota Mekkah. Tak lama kemudian, "pertunjukan" alam pun dimulai. Dari ufuk timur, langit berubah berwarna oranye pekat dan tidak lama kemudian terbitlah matahari.
Dari sebuah garis emas hingga akhirnya bulat utuh. Langit pun menjadi terang. Cuaca yang awalnya diselimuti angin malam berganti menjadi hembusan hangat matahari pagi.
Selimut gelap menghilang. Tampak burung banyak berterbangan dan hinggap di bebatuan. Selain burung, di puncak Jabal Al Noer juga terdapat sejumlah beruk dan kucing. Mereka tampak mengais makanan sisa jamaah.
Momentum pergantian malam ini hanya bisa dinikmati bagi mereka yang berhasil mendaki di puncak gunung. Kepuasan akan semakin bertambah bila jamaah bisa memaknai perjuangan dan pengorbanan Rasulullah bagi umat, dalam 'menerangi' dunia.
(dam)