Tak Menjanjikan, DPD: Daya Tolak Hidup di Desa Masih Tinggi
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPD Ahmad Muqowam menilai apresiasi terhadap desa oleh pemerintah masih rendah. Hal ini terlihat dari posisi desa yang selalu dijadikan subjek ketimbang objek pembangunan.
“Bahwa desa ini adalah sebuah lokus yang tidak pernah mendapatkan apresasi dari pemerintah sama sekali. Jadi kalau dia tidak dapat apresiasi berarti subjek bukan objek pembangunan,” kata Muqowam saat menjadi pembicara diskusi Sindo Trijaya Radio “Rakyat, Desa dan Tanahnya” di Warung Daun Cikini Jakarta, Sabtu (9/9/2017).
Kondisi ini menurut dia yang membuat orang-orang enggan untuk tinggal di desa dan hijrah ke kota. Hal ini sejalan dengan hasil statistik yang menyebut 56% penduduk Indonesia saat ini berada di kota.
“Negara maju kah? Kelasnya (memang) negara maju, seperti Eropa, Amerika juga 56%. Tapi kalau kita lihat latar belakangnya kenapa kita 56%, karena (masyarakat) kita tidak bisa tinggal di desa,” kata Muqowam.
Padahal menurut dia kebutuhan untuk membangun desa juga penting untuk dilakukan. Sebab posisi desa sebagai penopang kehidupan kota dan menjadi sumber ekonomi, sosial dan budaya bangsa.
“Coba kita bandingkan dengan negara se ASEAN, Thailand mengklaim diri negara pertanian maka kebijakan mereka adalah tidak boleh lebih dari 30% orang hidup di perkotaan, Myanmar juga begitu, di Indonesia orang mau tinggal di kota dan desa terserah saja,” pungkasnya.
“Bahwa desa ini adalah sebuah lokus yang tidak pernah mendapatkan apresasi dari pemerintah sama sekali. Jadi kalau dia tidak dapat apresiasi berarti subjek bukan objek pembangunan,” kata Muqowam saat menjadi pembicara diskusi Sindo Trijaya Radio “Rakyat, Desa dan Tanahnya” di Warung Daun Cikini Jakarta, Sabtu (9/9/2017).
Kondisi ini menurut dia yang membuat orang-orang enggan untuk tinggal di desa dan hijrah ke kota. Hal ini sejalan dengan hasil statistik yang menyebut 56% penduduk Indonesia saat ini berada di kota.
“Negara maju kah? Kelasnya (memang) negara maju, seperti Eropa, Amerika juga 56%. Tapi kalau kita lihat latar belakangnya kenapa kita 56%, karena (masyarakat) kita tidak bisa tinggal di desa,” kata Muqowam.
Padahal menurut dia kebutuhan untuk membangun desa juga penting untuk dilakukan. Sebab posisi desa sebagai penopang kehidupan kota dan menjadi sumber ekonomi, sosial dan budaya bangsa.
“Coba kita bandingkan dengan negara se ASEAN, Thailand mengklaim diri negara pertanian maka kebijakan mereka adalah tidak boleh lebih dari 30% orang hidup di perkotaan, Myanmar juga begitu, di Indonesia orang mau tinggal di kota dan desa terserah saja,” pungkasnya.
(pur)