Tunggu Respons Bankir
A
A
A
PEMERINTAH berharap bahwa tidak ada alasan lagi bagi kalangan perbankan untuk tidak menurunkan suku bunga kredit, menyusul penurunan suku bunga acuan BI 7-day Repo Rate.
Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pekan lalu telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin atau dari 4,75% menjadi 4,50%. Besar harapan pemerintah agar penurunan suku bunga acuan bank sentral itu berdampak pada penurunan suku bunga kredit perbankan secepat mungkin.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam arahan pada rapat yang dihadiri Gubernur BI Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan para pembantu presiden dalam bidang ekonomi, kemarin, meminta agar suku bunga kredit perbankan bisa di bawah level 10%.
Logika idealnya bahwa penurunan suku bunga acuan bisa segera dibarengi dengan penurunan suku bunga kredit. Namun pada faktanya, seperti diungkapkan Gubernur BI Agus Martowardojo yang juga mantan menteri keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), penurunan suku bunga kredit perbankan berjalan pelan, padahal suku bunga acuan bank sentral sudah turun cukup tinggi.
Sejak akhir 2015, penurunan suku bunga acuan BI telah mencapai 175 basis poin. Faktanya, sekarang suku bunga kredit perbankan masih berada pada kisaran 12%. Artinya masih terdapat peluang yang lebar untuk menurunkan suku bunga kredit perbankan di bawah 10%.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan terutama pertemuan Presiden Jokowi dan kalangan pengusaha, mantan gubernur DKI Jakarta itu yang juga dikenal sebagai salah seorang pebisnis sukses sebelum terjun mengelola negeri ini, selalu menggaungkan penurunan suku bunga perbankan. Apalagi sempat berkembang isu tidak sedap bahwa penurunan daya beli masyarakat salah satunya dipicu oleh suku bunga kredit yang tinggi.
Belakangan polemik soal penurunan daya beli masyarakat makin meruncing penyebabnya pun melebar bukan hanya soal suku bunga kredit yang tinggi. Sejumlah bankir nasional menyambut wajar saja tuntutan pemerintah agar suku bunga kredit bisa di bawah 10%, mereka meyakini akan terjadi penurunan suku bunga kredit untuk beberapa bulan ke depan, paling cepat dalam tiga bulan akan terjadi penyesuaian.
Namun, ada catatan bahwa patokan penurunan kredit perbankan bukan hanya pada suku bunga acuan bank sentral. Terdapat banyak faktor di antaranya sangat ditentukan oleh kondisi internal masing-masing bank, longgar atau ketatnya likuiditas, persaingan pasar. Yang jelas, sebelum menurunkan suku bunga kredit, pihak perbankan terlebih dahulu mengoreksi suku bunga dana pihak ketiga.
Apa yang diungkapkan kalangan bankir diamini Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso bahwa penurunan suku bunga acuan BI tidak serta-merta membuat suku bunga kredit perbankan terkoreksi. Untuk mengambil keputusan suku bunga turun atau tidak dibutuhkan rentang waktu yang cukup panjang.
Meski demikian, pihak OJK tetap mengingatkan kalangan perbankan harus tetap berupaya menurunkan suku bunga kredit, dan meminta selalu menjaga transparansi dari setiap pengambilan kebijakan berkaitan suku bunga kredit, karena untuk membuat alasan menunda penurunan suku bunga kredit tidak akan pernah habis. Alasan paling simpel adalah menunggu kondisi pasar keuangan stabil.
Pihak BI memangkas suku bunga acuan BI 7-day Repo Rate sebesar 25 basis poin dengan empat alasan utama. Pertama, laju inflasi yang terkendali bahkan lebih rendah dari prediksi sebelumnya.
Kedua, defisit transaksi berjalan (current account deficit /CAD) tergolong aman yang bertengger pada level 1,5% hingga 2% dari produk domestik bruto (PDB). Untuk tahun depan, pihak bank sentral memprediksi CAD berada pada level 2-2,5% dari PDB.
Ketiga, BI menilai faktor risiko eksternal mulai mereda yang selama ini dikhawatirkan dari arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed). Keempat, pihak BI berharap penurunan suku bunga acuan dapat mendorong penyaluran kredit perbankan guna menunjang pertumbuhan ekonomi.
Sekarang tinggal menunggu respons dari pihak perbankan atas harapan pemerintah yang menginginkan suku bunga kredit di bawah level 10%.
Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pekan lalu telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin atau dari 4,75% menjadi 4,50%. Besar harapan pemerintah agar penurunan suku bunga acuan bank sentral itu berdampak pada penurunan suku bunga kredit perbankan secepat mungkin.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam arahan pada rapat yang dihadiri Gubernur BI Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan para pembantu presiden dalam bidang ekonomi, kemarin, meminta agar suku bunga kredit perbankan bisa di bawah level 10%.
Logika idealnya bahwa penurunan suku bunga acuan bisa segera dibarengi dengan penurunan suku bunga kredit. Namun pada faktanya, seperti diungkapkan Gubernur BI Agus Martowardojo yang juga mantan menteri keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), penurunan suku bunga kredit perbankan berjalan pelan, padahal suku bunga acuan bank sentral sudah turun cukup tinggi.
Sejak akhir 2015, penurunan suku bunga acuan BI telah mencapai 175 basis poin. Faktanya, sekarang suku bunga kredit perbankan masih berada pada kisaran 12%. Artinya masih terdapat peluang yang lebar untuk menurunkan suku bunga kredit perbankan di bawah 10%.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan terutama pertemuan Presiden Jokowi dan kalangan pengusaha, mantan gubernur DKI Jakarta itu yang juga dikenal sebagai salah seorang pebisnis sukses sebelum terjun mengelola negeri ini, selalu menggaungkan penurunan suku bunga perbankan. Apalagi sempat berkembang isu tidak sedap bahwa penurunan daya beli masyarakat salah satunya dipicu oleh suku bunga kredit yang tinggi.
Belakangan polemik soal penurunan daya beli masyarakat makin meruncing penyebabnya pun melebar bukan hanya soal suku bunga kredit yang tinggi. Sejumlah bankir nasional menyambut wajar saja tuntutan pemerintah agar suku bunga kredit bisa di bawah 10%, mereka meyakini akan terjadi penurunan suku bunga kredit untuk beberapa bulan ke depan, paling cepat dalam tiga bulan akan terjadi penyesuaian.
Namun, ada catatan bahwa patokan penurunan kredit perbankan bukan hanya pada suku bunga acuan bank sentral. Terdapat banyak faktor di antaranya sangat ditentukan oleh kondisi internal masing-masing bank, longgar atau ketatnya likuiditas, persaingan pasar. Yang jelas, sebelum menurunkan suku bunga kredit, pihak perbankan terlebih dahulu mengoreksi suku bunga dana pihak ketiga.
Apa yang diungkapkan kalangan bankir diamini Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso bahwa penurunan suku bunga acuan BI tidak serta-merta membuat suku bunga kredit perbankan terkoreksi. Untuk mengambil keputusan suku bunga turun atau tidak dibutuhkan rentang waktu yang cukup panjang.
Meski demikian, pihak OJK tetap mengingatkan kalangan perbankan harus tetap berupaya menurunkan suku bunga kredit, dan meminta selalu menjaga transparansi dari setiap pengambilan kebijakan berkaitan suku bunga kredit, karena untuk membuat alasan menunda penurunan suku bunga kredit tidak akan pernah habis. Alasan paling simpel adalah menunggu kondisi pasar keuangan stabil.
Pihak BI memangkas suku bunga acuan BI 7-day Repo Rate sebesar 25 basis poin dengan empat alasan utama. Pertama, laju inflasi yang terkendali bahkan lebih rendah dari prediksi sebelumnya.
Kedua, defisit transaksi berjalan (current account deficit /CAD) tergolong aman yang bertengger pada level 1,5% hingga 2% dari produk domestik bruto (PDB). Untuk tahun depan, pihak bank sentral memprediksi CAD berada pada level 2-2,5% dari PDB.
Ketiga, BI menilai faktor risiko eksternal mulai mereda yang selama ini dikhawatirkan dari arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed). Keempat, pihak BI berharap penurunan suku bunga acuan dapat mendorong penyaluran kredit perbankan guna menunjang pertumbuhan ekonomi.
Sekarang tinggal menunggu respons dari pihak perbankan atas harapan pemerintah yang menginginkan suku bunga kredit di bawah level 10%.
(thm)