Presiden Jokowi: Konstitusi Menjadi Pelindung Kemajemukan

Rabu, 09 Agustus 2017 - 17:51 WIB
Presiden Jokowi: Konstitusi Menjadi Pelindung Kemajemukan
Presiden Jokowi: Konstitusi Menjadi Pelindung Kemajemukan
A A A
SOLO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa konstitusi harus menjadi pelindung kemajemukan. Selain keragaman pendapat yang menjadi ciri khas demokrasi, konstitusi juga harus menjadi pelindung bagi keragaman etnis, budaya dan agama.

“Dulu saat saya masih menjadi Wali Kota, Solo merupakan sebuah cerminan masyarakat Indonesia yang majemuk,” ujar Presiden Jokowi saat sambutan dalam pembukaan Simposium Internasional Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Istitusi Sejenis se-Asia atau Association of Asian Consitutional Court and Equivalent Institutions (AACC) di Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu (9/8/2017).

Saat masih menjabat Wali Kota Solo, Jokowi mengaku setiap hari menghadapi aspirasi, protes, dan tuntutan masyarakat yang bukan hanya beragam, namun juga dinamis. Pengalaman mengelola Kota Solo, mengajarkan dirinya bahwa demokrasi dialogis dan prinsip konstitusionalisme adalah cara yang terbaik dalam mengelola keragaman.

Mozaik keragaman yang dimiliki Indonesia bukan menjadi penghalang untuk bersatu. Indonesia disatukan cita cita yang sama, yaitu mewujudkan negara Pancasila dalam bingkai konstitusi Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Sebagai negara yang majemuk, Indonesia memiliki pengalaman yang panjang dalam mengelola keragaman dan perbedaan. Dari pengalaman itu telah menunjukkan pentingnya Pancasila sebagai perekat persatuan dan ideologi bangsa.

“Meyakini pentingnya UUD 1945 sebagai konsensus bersama antara seluruh elemen bangsa,” tegas Jokowi.

Konstitusi dipegang teguh guna memastikan adanya penghormatan, perlindungan, pemenuhan hak hak azasi manusia, dan hak warga negara. Dengan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak hak warga negara, maka setiap warga negara memiliki kesamaan kedudukan, dan kesetaraan dalam kehidupan bernegara.

Dalam negara konstitusi tidak ada warga negara kelas satu atau kelas dua, karena yang ada adalah Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Itu semakin meneguhkan saya bahwa konstitusi menjadi pelindung kemajemukan, keragaman, baik pendapat yang menjadi ciri khas demokrasi. Juga etnis, budaya dan agama,” tandasnya.

Konstitusi, lanjut Jokowi, yang menjaga agar tidak ada satu pun kelompok yang sepihak memaksakan kehendak tanpa menghormati hak warga negara yang lain. Selain itu sebagai negara demokrasi, Indonesia menjadikan konstitusi sebagai rujukan utama dalam membangun praktik demokrasi yang sehat dan terlembaga.

“Merujuk konstitusi tidak ada satu pun institusi yang memiliki kekuasaan mutlak apalagi seperti diktator. Konstitusi memastikan adanya perimbangan kekuasaan antar lembaga lembaga negara, dan bisa saling mengontrol dan mengawasi,” tegas mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Konstitusi juga mencegah munculnya mobokrasi yang memaksakan kehendak atas nama jumlah massa. Dengan koridor itu, maka akan terbangun demokrasi yang sehat dan terlembaga.

Jokowi menyebut tantangan ke depan dalam berkonstitusi tidak mudah mengingat dunia berubah cepat dan banyak hal baru muncul. Seperti radikalisme, terorisme, globalisasi, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, penyelundupan senjata, dan kejahatan cyber.

“Generasi juga berganti, sekarang kita bertemu dengan anak anak muda yang menjadi bagian generasi millennia,” sambungnya.

Generasi millennia memiliki cara berpikir yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagaimana membuat nilai dan semangat konstitusi dipahami secara baik oleh generasi muda.

Dengan gelombang tantangan baru itu, peran Mahkamah Konstitusi (MK) di setiap negara berdemokrasi menjadi semakin penting. MK menjadi jangkar dan pijar yang menerangi pemahaman sebuah negara. Jangkar dalam memahami tentang pandangan awal para pendiri bangsa penyusun konstitusi.

Sekaligus merasakan semangat dan niat mulia para pendiri bangsa. MK yang memiliki peran menginterpretasikan konstitusi, sehingga dapat terus menjadi pegangan, muara inspirasi bangsa dan negara dalam menjawab tantangan baru.

Presiden berharap 13 negara yang terlibat dalam symposium, dapat saling belajar dari pengalaman negara lainnya. Hasil simposius diharapkan dapat menguatkan kualitas MK negara masing masing, dan menguatkan praktik demokrasi.

Ketua MK Arief Hidayat mengemukakan, symposium internasional yang digelar merupakan satu rangkaian dengan pertemuan Dewan anggota atau Board of Member Meeting (BoMM) AACC yang digelar di Solo. Dalam pertemuan itu terpilih Mohammad Raus Sharif dari Malaysia sebagai Presiden AACC periode 2017-2019. Mohammad Raus Sharif yang merupakan Ketua Mahkamah Persekutuan Malaysia terpilih dalam musyawarah mufakat.

Eksistensi AACC semakin kuat guna membangun kerja sama regional di bidang hukum. “Terutama menjaga negara hukum yang demokratis dalam prinsip kebersamaan dan perdamaian,” ucap Arief Hidayat.

Simposium dengan tema Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal ideologi dan demokrasi dalam masyarakat majemuk menjadi tonggak yang relawan untuk dibahas. Terutama Indonesia dan negara lain yang memiliki keberagaman tinggi masyarakatnya. Namun sampai kini, keanekaragaman tetap terjaga dengan baik dalam bingkai NKRI.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5350 seconds (0.1#10.140)