Silaturahmi Politik

Senin, 31 Juli 2017 - 08:15 WIB
Silaturahmi Politik
Silaturahmi Politik
A A A
SETELAH pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, berbagai komentar di jagat maya dan pemberitaan di berbagai media masih terus menggema. Ada yang menilai pertemuan itu positif, namun tak sedikit yang merespons negatif. Pertemuan kedua tokoh politik itu memang menyedot perhatian, terutama bagi mitra koalisi yang tergabung dalam pemerintahan Kabinet Kerja. Namun sudah sepatutnya pertemuan tersebut tak perlu direspons berlebihan mengingat silaturahmi politik perlu dilakukan oleh setiap tokoh partai untuk kepentingan bangsa.

Banyak yang menduga pertemuan SBY-Prabowo Kamis (27/7) lalu merupakan komunikasi menyangkut Pilpres 2019 dan akan berakhir dengan kesepakatan koalisi. Akan tetapi semua itu terbantahkan dalam keterangan pers yang disampaikan SBY usai bicara empat mata dengan Prabowo. SBY mengatakan, pertemuan yang dimulai dengan menyantap nasi goreng itu bukanlah sesuatu yang luar biasa. Sangat dimungkinkan pertemuan dengan tokoh politik yang lain. SBY pada kesempatan itu juga memuji pertemuan antara Prabowo dengan Presiden Jokowi baik di Istana maupun di kediaman Prabowo, termasuk pula pertemuannya dengan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu di Istana Merdeka. Yang membuat pertemuan di Cikeas Kamis lalu menjadi ramai, tak lain karena pertemuan digelar setelah paripurna DPR yang menyetujui RUU Pemilu pada 20 Juli lalu.

Rangkaian pelaksanaan pemilihan umum yang memilih anggota legislatif dan presiden memang sudah di depan mata. Namun pemilu yang akan dilaksanakan secara serentak pada 17 April 2019 mendatang itu masih menyisakan banyak perdebatan. Bahkan, sejumlah partai yang tidak puas terhadap keputusan paripurna tentang RUU Pemilu akan membawa kasusnya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tentu hal ini akan menyita waktu, seiring dengan akan dilakukannya proses tahapan pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seperti diketahui, rangkaian tahapan pemilu serentak 2019 siap dimulai pada awal Oktober 2017 atau dua bulan ke depan.

Terlepas dari semua polemik yang ada saat ini, semua tokoh bangsa dan tokoh politik perlu untuk duduk bersama. Kegaduhan yang terjadi dan diperkeruh dengan sejumlah komentar elite politik yang lebih sering memicu kontroversi harus segera diakhiri. Tak perlu ketidakpuasan beberapa pihak yang tidak sepaham dalam sebuah keputusan harus mengorbankan persatuan dengan mengumbar pernyataan yang bisa memicu permusuhan. Itikad baik tokoh politik yang pernah menjadi pemimpin di negeri ini perlu diapresiasi tanpa harus memandang perbedaan generasi.

Berkaca pada pertemuan silaturahmi politik beberapa tahun lalu, tak ada salahnya ditiru kembali. Salah satu silaturahmi tokoh bangsa yang tercatat dalam sejarah di antaranya pernah menghasilkan perubahan yang besar pada negeri ini. Silaturahmi itu adalah pertemuan para tokoh selama kurun waktu 1998, seperti; Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Amien Rais, dan Nurcholis Madjid. Dari pertemuan-pertemuan itulah nasib bangsa berubah. Meski banyak faktor lain yang menggerakkan reformasi, namun setidaknya pertemuan para tokoh bangsa ikut menjadi obat kuat perjuangan para mahasiswa. Setelah pertemuan bersejarah itu, banyak pertemuan antartokoh yang digelar untuk membicarakan kemajuan negeri ini. Tak terkecuali pertemuan yang sering dilakukan oleh Presiden Jokowi dan presiden-presiden pendahulunya setelah reformasi. Hampir semua silaturahmi itu memberikan kesejukan bagi masyarakat, apalagi pertemuan yang digelar dengan lawan politiknya.

Apa pun yang dicapai dalam sebuah pertemuan politik, maka hal itu tetaplah merupakan sebuah silaturahmi yang apik. Menyikapi banyaknya perbedaan pendapat atas sejumlah kebijakan pemerintah saat ini, tentu semuanya dapat diatasi melalui sebuah komunikasi. Baik pendukung koalisi maupun yang beroposisi tak ada salahnya untuk sesekali bersilaturahmi dan memantapkan komunikasi. Elite pun tak perlu curiga menyikapi silaturahmi lawan politiknya.

Kini, menjelang Pemilu 2019, sudah saatnya pemimpin menyatukan rakyatnya. Dinamika politik selama tiga tahun terakhir yang sangat menguras energi sudah harus diakhiri. Tentu kita semua berharap pada 2019 kondisi politik di Tanah Air tak akan memecah persatuan dan kesatuan. Semua itu bisa dihindari apabila semua pihak mau berkomunikasi dan bersilaturahmi seperti yang pernah dilakukan oleh tokoh bangsa di era reformasi.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8140 seconds (0.1#10.140)