Indonesia Mendesak Miliki UU Perlindungan PRT
A
A
A
JAKARTA - Perlindungan terhadap kalangan pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dinilai masih sangat lemah. Banyak kasus kekerasan maupun penyimpangan terhadap pekerja domestik ini kerap tak terungkap ke publik karena belum ada payung hukum yang jelas.
Agar para PRT tidak terus dirugikan, kehadiran undang-undang (UU) yang memberi perlindungan terhadap mereka ini harus segera diwujudkan.
Draf UU Perlindungan PRT sebenarnya telah disiapkan sejumlah kalangan, antara lain dari Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran (KAPPRT-BM) sejak 2004 silam.
Namun hingga kini, draf yang sudah masuk di DPR ini tak kunjung dibahas atau masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Tahun ini, draf RUU ini juga kembali tak masuk dalam prioritas Prolegnas," ujar Sekretaris Jenderal KAPPRT-BM R Agus Toniman saat berdiskusi dengan jajaran redaksi Koran SINDO dan SINDOnews di Auditorium Gedung SINDO, kemarin.
Melihat banyaknya kasus-kasus kekerasan dengan korban para PRT selama ini, Agus berharap kalangan DPR bersama pemerintah bisa segera melahirkan UU Perlindungan PRT secepatnya. Pada 2012, kekerasan yang dialami PRT mencapai 327 kasus.
Jumlah ini melonjak menjadi 336 kasus pada 2013 dan pada 2015 melambung menjadi 402 kasus. Pada 2016, ungkap Agus, KAPPRT-BM mendata ada 228 kasus kekerasan yang dialami PRT.
Meski lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya, namun Agus menduga kuat sebenarnya banyak kasus kekerasan yang tak terlaporkan atau terekspos ke publik. "Sekitar 80 persen kejadian kekerasan umumnya tak terpublikasikan," ujarnya.
Anggota Sekretaris Nasional KAPPRT-BM Endang W mengatakan, selama ini pelaku penyiksaan umumnya dilakan majikan. Dari pendampingan yang dilakukan KAPPRT-BM, setidaknya ada 103 kasus majikan menganiaya PRT. Sedang penyiksaan oleh agen penyalur sebanyak 21 kasus.
Penyiksaan antara lain berupa fisik, psikis dan verbal. Sementara kasus kekerasan seksual umumnya dialami PRT di usia 18 hingga 21 tahun yang mencapai 17 kasus.
"Kasus paling banyak adalah penyiksaan ekonomi seperti upah tidak dibayar dan penyekapan yang mencapai 65 persen," ungkap aktivis Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini.
Agar para PRT tidak terus dirugikan, kehadiran undang-undang (UU) yang memberi perlindungan terhadap mereka ini harus segera diwujudkan.
Draf UU Perlindungan PRT sebenarnya telah disiapkan sejumlah kalangan, antara lain dari Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran (KAPPRT-BM) sejak 2004 silam.
Namun hingga kini, draf yang sudah masuk di DPR ini tak kunjung dibahas atau masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Tahun ini, draf RUU ini juga kembali tak masuk dalam prioritas Prolegnas," ujar Sekretaris Jenderal KAPPRT-BM R Agus Toniman saat berdiskusi dengan jajaran redaksi Koran SINDO dan SINDOnews di Auditorium Gedung SINDO, kemarin.
Melihat banyaknya kasus-kasus kekerasan dengan korban para PRT selama ini, Agus berharap kalangan DPR bersama pemerintah bisa segera melahirkan UU Perlindungan PRT secepatnya. Pada 2012, kekerasan yang dialami PRT mencapai 327 kasus.
Jumlah ini melonjak menjadi 336 kasus pada 2013 dan pada 2015 melambung menjadi 402 kasus. Pada 2016, ungkap Agus, KAPPRT-BM mendata ada 228 kasus kekerasan yang dialami PRT.
Meski lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya, namun Agus menduga kuat sebenarnya banyak kasus kekerasan yang tak terlaporkan atau terekspos ke publik. "Sekitar 80 persen kejadian kekerasan umumnya tak terpublikasikan," ujarnya.
Anggota Sekretaris Nasional KAPPRT-BM Endang W mengatakan, selama ini pelaku penyiksaan umumnya dilakan majikan. Dari pendampingan yang dilakukan KAPPRT-BM, setidaknya ada 103 kasus majikan menganiaya PRT. Sedang penyiksaan oleh agen penyalur sebanyak 21 kasus.
Penyiksaan antara lain berupa fisik, psikis dan verbal. Sementara kasus kekerasan seksual umumnya dialami PRT di usia 18 hingga 21 tahun yang mencapai 17 kasus.
"Kasus paling banyak adalah penyiksaan ekonomi seperti upah tidak dibayar dan penyekapan yang mencapai 65 persen," ungkap aktivis Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini.
(maf)