Presiden PKS Nilai Perppu Ormas Bentuk Kemunduran Demokrasi
A
A
A
JAKARTA - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman menyesalkan langkah pemerintah yang telah mengganti Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
Sohibul mengatakan, penyusunan UU Ormas tidak dilakukan secara sembarangan. Para anggota dewan, kata Sohibul, sangat berhati-hati saat membahas pasal yang mengatur mekanisme pembubaran partai dan ormas.
"Kami sangat berhati-hati dalam membuat undang-undang," ujar Sohibul di Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Minggu (16/7/2017).
Kehati-hatian tersebut, kata Sohibul, seperti termaktub dalam pasal yang berisi mekanisme pembubaran sebuah ormas harus diawali dengan melayangkan surat peringatan sebanyak tiga kali.
Tak hanya surat peringatan, pemerintah juga diperintahkan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk memulai gugatan hukum. Bermodal fatwa MA, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) meminta kejaksaan mendaftarkan gugatan ke pengadilan terkait.
Tak cukup sampai di situ, pembubaran ormas baru bisa dilakukan setelah ada putusan dari pengadilan. Namun demikian, dengan terbitnya Perppu Ormas, seluruh mekanisme berlapis untuk membubarkan ormas dihapus.
Sohibul mengkritisi pemangkasan mekanisme tersebut. Terlebih, melalui Perppu tersebut, pemerintah seoalah memiliki memiliki kewenangan tunggal untuk menafsirkan kelompok mana yang pro dan anti Pancasila.
"Dalam kacamata demokrasi yang kita bangun, saya kira ini kemunduran," kata Sohibul.
Sohibul mengatakan, penyusunan UU Ormas tidak dilakukan secara sembarangan. Para anggota dewan, kata Sohibul, sangat berhati-hati saat membahas pasal yang mengatur mekanisme pembubaran partai dan ormas.
"Kami sangat berhati-hati dalam membuat undang-undang," ujar Sohibul di Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Minggu (16/7/2017).
Kehati-hatian tersebut, kata Sohibul, seperti termaktub dalam pasal yang berisi mekanisme pembubaran sebuah ormas harus diawali dengan melayangkan surat peringatan sebanyak tiga kali.
Tak hanya surat peringatan, pemerintah juga diperintahkan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk memulai gugatan hukum. Bermodal fatwa MA, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) meminta kejaksaan mendaftarkan gugatan ke pengadilan terkait.
Tak cukup sampai di situ, pembubaran ormas baru bisa dilakukan setelah ada putusan dari pengadilan. Namun demikian, dengan terbitnya Perppu Ormas, seluruh mekanisme berlapis untuk membubarkan ormas dihapus.
Sohibul mengkritisi pemangkasan mekanisme tersebut. Terlebih, melalui Perppu tersebut, pemerintah seoalah memiliki memiliki kewenangan tunggal untuk menafsirkan kelompok mana yang pro dan anti Pancasila.
"Dalam kacamata demokrasi yang kita bangun, saya kira ini kemunduran," kata Sohibul.
(kri)