Urgensi Reshuffle Kabinet
A
A
A
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungan kerja ke Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (13/7) lalu menjawab isu reshuffle kabinet yang belakangan kembali menghangat. Menurut Presiden, reshuffle tidak akan dilakukan dalam waktu dekat atau pada pekan ini. Namun berkaca pada reshuffle jilid I tahun 2015 dan jilid II pada 2016, perombakan kabinet dilakukan secara cepat dalam waktu singkat, tak lama setelah Lebaran Idul Fitri. Bisa saja hal itu kembali terjadi saat ini bila memang Presiden Jokowi memiliki agenda untuk melakukan reshuffle jilid III.
Gejolak politik yang terus menghangat beberapa bulan terakhir memunculkan wajah-wajah asli partai pendukung pemerintah. Tentu beberapa partai yang tidak sejalan dengan agenda pemerintah akan menjadi sorotan, terutama kerja sama yang sangat diharapkan oleh Istana kepada DPR dalam pembahasan RUU Pemilu. Seperti diketahui, saat ini terdapat lima isu krusial yang masih belum tuntas dibahas oleh Pansus RUU Pemilu, satu di antaranya tentang ambang batas pencapresan (presidential threshold /PT). Pemerintah hingga saat ini tetap bersikukuh memilih minimum ambang batas pencapresan sebesar 20%-25% dengan alasan telah teruji dalam dua kali pilpres, yaitu 2009 dan 2014. Sikap pemerintah disetujui oleh sebagian partai pendukung, sedangkan beberapa partai lain masih belum menentukan sikap. Rencananya RUU Pemilu akan diselesaikan dalam rapat paripurna DPR pekan depan.
Isu lain yang menjadi sorotan pemerintah terhadap kesetiaan partai koalisi adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Seperti diketahui, Partai Amanat Nasional (PAN) yang baru bergabung di kabinet tahun lalu mengkritisi kehadiran Perppu tersebut.
Selain dua isu itu, berbagai isu lain yang menyoroti menteri Kabinet Kerja juga cukup marak. Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti selama sepekan terakhir, misalnya, menjadi sorotan masyarakat pascaaksi demo nelayan di depan kompleks Istana Merdeka. Kebijakan Susi yang membatasi penggunaan cantrang dinilai sebagian nelayan merugikan. Tagar #GantiMenteriSusi di media sosial pun sempat menjadi trending topic selama beberapa jam. Di sisi lain, PKB selaku partai pendukung pemerintah tak henti-hentinya mengkritisi kebijakan Susi dan meminta Susi mengevaluasi kembali kebijakannya.
Selain Susi, kinerja menteri politik hukum dan keamanan juga tak luput dari sorotan publik. Kebijakan Presiden menerbitkan Perppu Nomor 2/2017 tentang Ormas dinilai masyarakat hasil produk menteri yang tidak mengerti tentang hukum. Tentu kasus ini menjadi kemunduran demokrasi yang telah terbangun selama 20 tahun terakhir.
Masih di bidang polhukam, polemik lembaga hukum di bawah pejabat yang berasal dari partai politik juga terus menuai kontroversi, seperti Kejaksaan Agung yang dipimpin oleh HM Prasetyo. Hingga saat ini Prasetyo terus menjadi sorotan masyarakat karena tak mampu meningkatkan kinerja dan prestasi kejaksaan, tapi lebih sering menjalankan misi politik titipan.
Reshuffle kabinet sepenuhnya memang hak prerogatif presiden. Namun, di tengah kegaduhan politik yang terjadi, presiden seharusnya benar-benar menilai menteri berdasarkan kinerja dan bukan karena titipan partai semata. Menjelang berakhirnya masa kerja kabinet pada Oktober 2019, sudah seharusnya menjadi tujuan utama peningkatan kinerja menteri-menteri berkualitas yang bisa mewujudkan cita-cita Nawa Cita.
Tentu semua berharap reshuffle tidak hanya digunakan sebagai alat pukul partai pendukung di tengah perbedaan pendapat atas sejumlah keputusan pemerintah. Reshuffle juga jangan sekadar dijadikan alat untuk menggeser dan mengganti posisi menteri karena permintaan ormas tertentu. Meski isu reshuffle baru berembus sepekan terakhir, hal ini sudah menjadi keresahan para menteri.
Sudah saatnya Presiden Jokowi menggunakan hak prerogatifnya secara penuh tanpa intervensi partai pengusungnya yang tidak memiliki rapor kinerja menteri. Reshuffle tentu bukan rencana dadakan yang datang dari permintaan 1-2 orang saja. Bila memang reshuffle dilakukan, hasil evaluasi kinerja kabinet harus menjadi prioritas utama. Selain itu, masukan dan aspirasi masyarakat terhadap pejabat yang tidak capable juga harus menjadi pertimbangan presiden, sehingga bisa menggantinya dengan orang yang tepat. Semoga reshuffle Presiden Jokowi nanti dapat menempatkan anak bangsa yang berkualitas dan bukan orang partai yang minim prestasi.
Gejolak politik yang terus menghangat beberapa bulan terakhir memunculkan wajah-wajah asli partai pendukung pemerintah. Tentu beberapa partai yang tidak sejalan dengan agenda pemerintah akan menjadi sorotan, terutama kerja sama yang sangat diharapkan oleh Istana kepada DPR dalam pembahasan RUU Pemilu. Seperti diketahui, saat ini terdapat lima isu krusial yang masih belum tuntas dibahas oleh Pansus RUU Pemilu, satu di antaranya tentang ambang batas pencapresan (presidential threshold /PT). Pemerintah hingga saat ini tetap bersikukuh memilih minimum ambang batas pencapresan sebesar 20%-25% dengan alasan telah teruji dalam dua kali pilpres, yaitu 2009 dan 2014. Sikap pemerintah disetujui oleh sebagian partai pendukung, sedangkan beberapa partai lain masih belum menentukan sikap. Rencananya RUU Pemilu akan diselesaikan dalam rapat paripurna DPR pekan depan.
Isu lain yang menjadi sorotan pemerintah terhadap kesetiaan partai koalisi adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Seperti diketahui, Partai Amanat Nasional (PAN) yang baru bergabung di kabinet tahun lalu mengkritisi kehadiran Perppu tersebut.
Selain dua isu itu, berbagai isu lain yang menyoroti menteri Kabinet Kerja juga cukup marak. Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti selama sepekan terakhir, misalnya, menjadi sorotan masyarakat pascaaksi demo nelayan di depan kompleks Istana Merdeka. Kebijakan Susi yang membatasi penggunaan cantrang dinilai sebagian nelayan merugikan. Tagar #GantiMenteriSusi di media sosial pun sempat menjadi trending topic selama beberapa jam. Di sisi lain, PKB selaku partai pendukung pemerintah tak henti-hentinya mengkritisi kebijakan Susi dan meminta Susi mengevaluasi kembali kebijakannya.
Selain Susi, kinerja menteri politik hukum dan keamanan juga tak luput dari sorotan publik. Kebijakan Presiden menerbitkan Perppu Nomor 2/2017 tentang Ormas dinilai masyarakat hasil produk menteri yang tidak mengerti tentang hukum. Tentu kasus ini menjadi kemunduran demokrasi yang telah terbangun selama 20 tahun terakhir.
Masih di bidang polhukam, polemik lembaga hukum di bawah pejabat yang berasal dari partai politik juga terus menuai kontroversi, seperti Kejaksaan Agung yang dipimpin oleh HM Prasetyo. Hingga saat ini Prasetyo terus menjadi sorotan masyarakat karena tak mampu meningkatkan kinerja dan prestasi kejaksaan, tapi lebih sering menjalankan misi politik titipan.
Reshuffle kabinet sepenuhnya memang hak prerogatif presiden. Namun, di tengah kegaduhan politik yang terjadi, presiden seharusnya benar-benar menilai menteri berdasarkan kinerja dan bukan karena titipan partai semata. Menjelang berakhirnya masa kerja kabinet pada Oktober 2019, sudah seharusnya menjadi tujuan utama peningkatan kinerja menteri-menteri berkualitas yang bisa mewujudkan cita-cita Nawa Cita.
Tentu semua berharap reshuffle tidak hanya digunakan sebagai alat pukul partai pendukung di tengah perbedaan pendapat atas sejumlah keputusan pemerintah. Reshuffle juga jangan sekadar dijadikan alat untuk menggeser dan mengganti posisi menteri karena permintaan ormas tertentu. Meski isu reshuffle baru berembus sepekan terakhir, hal ini sudah menjadi keresahan para menteri.
Sudah saatnya Presiden Jokowi menggunakan hak prerogatifnya secara penuh tanpa intervensi partai pengusungnya yang tidak memiliki rapor kinerja menteri. Reshuffle tentu bukan rencana dadakan yang datang dari permintaan 1-2 orang saja. Bila memang reshuffle dilakukan, hasil evaluasi kinerja kabinet harus menjadi prioritas utama. Selain itu, masukan dan aspirasi masyarakat terhadap pejabat yang tidak capable juga harus menjadi pertimbangan presiden, sehingga bisa menggantinya dengan orang yang tepat. Semoga reshuffle Presiden Jokowi nanti dapat menempatkan anak bangsa yang berkualitas dan bukan orang partai yang minim prestasi.
(zik)