Jokowi: Pemindahan Ibu Kota Butuh Kalkulasi Matang
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan rencana pemindahan ibu kota negara masih dalam tahap kajian.
Untuk merealisasikan rencana itu, kata dia, membutuhkan kalkulasi matang dari segala aspek. Dengan demikian, kata dia, tidak bisa diputuskan dalam waktu cepat.
Hal itu diungkapkan Jokowi saat memberikan sambutan penyerahan sertifikat hak atas tanah di Balikpapan International Convention Center, Kalimantan Timur, Kamis 13 Juli 2017.
Pernyataan tersebut juga sekaligus merespons pernyataan Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak yang menyatakan Balikpapan siap menjadi ibu kota negara.
"Tadi sudah disampaikan Gubernur Kalimantan Timur mengenai ibu kota. Saya tidak mau menyinggung itu dulu karena masih kajian," ujar Presiden.
Presiden menuturkan setidaknya terdapat tiga provinsi yang sedang dikaji lebih dalam. Namun, dia memastikan tidak akan memberitahukan provinsi yang sedang dikaji itu.
Hal itu untuk meminimalisasi harga tanah yang dapat melambung tinggi akibat aksi para spekulan. "Tidak saya buka. Kalau saya buka di Kalimantan Timur misalnya di Berau, nanti semua orang beli tanah di sana. Harga tanah langsung melambung," ucapnya. (Baca juga: Kondisi Keuangan Tak Stabil, Pemindahan Ibu Kota Bebani APBN )
Sebelumnya, Gubernur Awang Faroek Ishak dalam laporannya menyebut siap untuk memfasilitasi kebutuhan lahan pemerintah pusat untuk mempersiapkan ibu kota yang baru.
Awang menjelaskan saat ini Kalimantan Timur telah memiliki sejumlah infrastruktur yang strategis seperti bandara dan pelabuhan internasional, jalan tol, dan pasokan listrik yang mencukupi. "Berapa pun besar lahan yang dibutuhkan, kami siap untuk fasilitasi," ujar Faroek.
Kendati demikian, walau kesiapan tersebut diberikan apresiasi secara khusus oleh Presiden, mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menerangkan pemindahan ibu kota memerlukan kalkulasi dan perencanaan yang matang. Apalagi rencana tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Pindah ibu kota perlu kalkulasi mengenai sosial politik, infrastruktur, dan perekonomian. Semua dihitung, kemudian diketahui kebutuhan biayanya. Itu menyangkut biaya yang banyak. Memang banyak negara sudah memindahkan dan memisahkan antara bisnis dan pemerintahan sehingga semua bisa berjalan baik," ujarnya. (Rakhmat)
Untuk merealisasikan rencana itu, kata dia, membutuhkan kalkulasi matang dari segala aspek. Dengan demikian, kata dia, tidak bisa diputuskan dalam waktu cepat.
Hal itu diungkapkan Jokowi saat memberikan sambutan penyerahan sertifikat hak atas tanah di Balikpapan International Convention Center, Kalimantan Timur, Kamis 13 Juli 2017.
Pernyataan tersebut juga sekaligus merespons pernyataan Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak yang menyatakan Balikpapan siap menjadi ibu kota negara.
"Tadi sudah disampaikan Gubernur Kalimantan Timur mengenai ibu kota. Saya tidak mau menyinggung itu dulu karena masih kajian," ujar Presiden.
Presiden menuturkan setidaknya terdapat tiga provinsi yang sedang dikaji lebih dalam. Namun, dia memastikan tidak akan memberitahukan provinsi yang sedang dikaji itu.
Hal itu untuk meminimalisasi harga tanah yang dapat melambung tinggi akibat aksi para spekulan. "Tidak saya buka. Kalau saya buka di Kalimantan Timur misalnya di Berau, nanti semua orang beli tanah di sana. Harga tanah langsung melambung," ucapnya. (Baca juga: Kondisi Keuangan Tak Stabil, Pemindahan Ibu Kota Bebani APBN )
Sebelumnya, Gubernur Awang Faroek Ishak dalam laporannya menyebut siap untuk memfasilitasi kebutuhan lahan pemerintah pusat untuk mempersiapkan ibu kota yang baru.
Awang menjelaskan saat ini Kalimantan Timur telah memiliki sejumlah infrastruktur yang strategis seperti bandara dan pelabuhan internasional, jalan tol, dan pasokan listrik yang mencukupi. "Berapa pun besar lahan yang dibutuhkan, kami siap untuk fasilitasi," ujar Faroek.
Kendati demikian, walau kesiapan tersebut diberikan apresiasi secara khusus oleh Presiden, mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menerangkan pemindahan ibu kota memerlukan kalkulasi dan perencanaan yang matang. Apalagi rencana tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Pindah ibu kota perlu kalkulasi mengenai sosial politik, infrastruktur, dan perekonomian. Semua dihitung, kemudian diketahui kebutuhan biayanya. Itu menyangkut biaya yang banyak. Memang banyak negara sudah memindahkan dan memisahkan antara bisnis dan pemerintahan sehingga semua bisa berjalan baik," ujarnya. (Rakhmat)
(dam)