Subsidi KPR Dipangkas
A
A
A
SUBSIDI Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dipangkas bukanlah berita hoax. Sejak awal bulan ini, berita pemangkasan subsidi KPR melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) mulai marak dalam perbincangan khalayak.
Dan, berita tersebut menjadi terang benderang ketika DPR dan pemerintah telah menyepakati pemotongan subsidi KPR yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. Pemerintah dalam memangkas FLPP tidak tanggung tanggung,
yakni tak kurang dari Rp6,6 triliun.
Tentu menimbulkan pertanyaan besar, mengapa di saat pemerintah berjibaku untuk menghadirkan rumah murah dan terjangkau bagi masyarakat berpendapatan rendah justru fasilititas subsidi KPR diciutkan?
Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan anggaran FLPP sebesar Rp9,7 triliun dalam APBN 2017, lalu dipangkas sebesar Rp6,6 triliun menjadi Rp3,1 triliun. Pemerintah menyodorkan dua alasan untuk memotong anggaran FLPP, soal peruntukan yang disesuaikan kondisi lapangan dan belum efektifnya realisasi pelaksanaan program tersebut. Fakta di lapangan peruntukan FLPP belum begitu besar dibandingkan pagu anggaran yang tersedia.
Berdasarkan eveluasi pemerintah realisasi FLPP belum efektif sepanjang tahun lalu. Lalu lari ke mana anggaran FLPP yang dipangkas itu? Sebagaimana penjelasan pemerintah bahwa dana subsidi yang dicabut atau dikurangi dari sebuah program yang sudah dicanangkan sebelumnya, dialihkan pada proyek strategis nasional.
Sebagai gantinya agar program pembangunan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah akan memaksimalkan partisipasi pihak perbankan selain Bank BTN yang selama ini sudah lengket dimasyarakat sebagai bank penyedia kredit perumahan. Selain itu, penyaluran subsidi selisih bunga dan bantuan uang muka akan dimaksimalkan.
Kedua program tersebut dialokasikan anggaran sebesar Rp5,9 triliun untuk 775 ribu unit rumah. Selain memangkas pagu anggaran FLPP untuk tahun ini, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang menyiapkan perubahan kriteria batas atas penghasilan masyarakat yang bisa menikmati subsidi KPR FLPP.
Aturan baru tersebut dipatok paling lambat sudah berjalan pada tahun depan. Kemeterian PUPR telah menyelesaikan draft kebijakan tersebut dan sedang “melempar” kepada perbankan dan seluruh stakeholder untuk meminta tanggapannya. Selama ini, yang berhak menikmati FLPP adalah MBR yang bergaji maksimal Rp4 juta, ke depan kalau aturan yang sedang digodok itu diterima maka masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp4 juta pun bisa memanfaatkan fasilitas kredit perumahan itu.
Pemerintah meyakini dengan peningkatan batas atas penghasilan penerima FLPP, sangat sejalan program sejuta rumah. Selain mempercepat pencapaian program pemerintah dalam menyiapkan rumah buat warga juga menjadikan program subsidi bakal semakin tepat sasaran karena memang menyasar warga yang butuh pembiayaan yang memenuhui kriteria yang telah ditetapkan.
Sepanjang tahun ini, Kementerian PUPR mematok target KPR bersubsidi sebanyak 279 ribu unit yang meliputi KPR Subsidi Selisih Bunga sebanyak 239 ribu unit dan KPR FLPP sebanyak 40 ribu unit. Bisakah pemerintah merealisasikan terget 279 ribu unit rumah di tengah pemangkasan pagu anggaran FLPP? Berdasarkan data Kementerian PUPR, realisasi subsidi KPR dengan skema FLPP mencapai 499.914 unit rumah senilai Rp28,66 triliun yang dimulai sejak 2010 lalu.
Tercatat provinsi Jawa Barat paling besar menikmati dana FLPP sekitar Rp10,7 triliun yang menghasilkan 187 ribu unit rumah, diikuti Banten dan Jawa Timur. Adapun Bank BTN menjadi bank dengan penyalur FLPP terbesar atau sekitar 87% untuk sebanyak 435.120 unit rumah senilai Rp24 triliun.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019, pemerintah menargetkan angka backlog rumah berkurang menjadi 6,8 juta unit pada 2019, dengan menggencarkan program sejuta rumah yang akan menghadirkan sejuta unit rumah per tahun. Dua kendala utama yang harus disingkirkan oleh pemerintah untuk mewujudkan program sejuta rumah, yakni penyediaan pembiayaan dan pengadaan lahan yang sulit diatasi.
Realisasi program sejuta rumah baru mencapai 169.614 unit pada kuartal pertama tahun ini. Melihat angka realisasi program sejuta rumah dengan pemangkasan pagu anggaran FLPP sepertinya tidak sejalan.
Dan, berita tersebut menjadi terang benderang ketika DPR dan pemerintah telah menyepakati pemotongan subsidi KPR yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. Pemerintah dalam memangkas FLPP tidak tanggung tanggung,
yakni tak kurang dari Rp6,6 triliun.
Tentu menimbulkan pertanyaan besar, mengapa di saat pemerintah berjibaku untuk menghadirkan rumah murah dan terjangkau bagi masyarakat berpendapatan rendah justru fasilititas subsidi KPR diciutkan?
Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan anggaran FLPP sebesar Rp9,7 triliun dalam APBN 2017, lalu dipangkas sebesar Rp6,6 triliun menjadi Rp3,1 triliun. Pemerintah menyodorkan dua alasan untuk memotong anggaran FLPP, soal peruntukan yang disesuaikan kondisi lapangan dan belum efektifnya realisasi pelaksanaan program tersebut. Fakta di lapangan peruntukan FLPP belum begitu besar dibandingkan pagu anggaran yang tersedia.
Berdasarkan eveluasi pemerintah realisasi FLPP belum efektif sepanjang tahun lalu. Lalu lari ke mana anggaran FLPP yang dipangkas itu? Sebagaimana penjelasan pemerintah bahwa dana subsidi yang dicabut atau dikurangi dari sebuah program yang sudah dicanangkan sebelumnya, dialihkan pada proyek strategis nasional.
Sebagai gantinya agar program pembangunan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah akan memaksimalkan partisipasi pihak perbankan selain Bank BTN yang selama ini sudah lengket dimasyarakat sebagai bank penyedia kredit perumahan. Selain itu, penyaluran subsidi selisih bunga dan bantuan uang muka akan dimaksimalkan.
Kedua program tersebut dialokasikan anggaran sebesar Rp5,9 triliun untuk 775 ribu unit rumah. Selain memangkas pagu anggaran FLPP untuk tahun ini, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang menyiapkan perubahan kriteria batas atas penghasilan masyarakat yang bisa menikmati subsidi KPR FLPP.
Aturan baru tersebut dipatok paling lambat sudah berjalan pada tahun depan. Kemeterian PUPR telah menyelesaikan draft kebijakan tersebut dan sedang “melempar” kepada perbankan dan seluruh stakeholder untuk meminta tanggapannya. Selama ini, yang berhak menikmati FLPP adalah MBR yang bergaji maksimal Rp4 juta, ke depan kalau aturan yang sedang digodok itu diterima maka masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp4 juta pun bisa memanfaatkan fasilitas kredit perumahan itu.
Pemerintah meyakini dengan peningkatan batas atas penghasilan penerima FLPP, sangat sejalan program sejuta rumah. Selain mempercepat pencapaian program pemerintah dalam menyiapkan rumah buat warga juga menjadikan program subsidi bakal semakin tepat sasaran karena memang menyasar warga yang butuh pembiayaan yang memenuhui kriteria yang telah ditetapkan.
Sepanjang tahun ini, Kementerian PUPR mematok target KPR bersubsidi sebanyak 279 ribu unit yang meliputi KPR Subsidi Selisih Bunga sebanyak 239 ribu unit dan KPR FLPP sebanyak 40 ribu unit. Bisakah pemerintah merealisasikan terget 279 ribu unit rumah di tengah pemangkasan pagu anggaran FLPP? Berdasarkan data Kementerian PUPR, realisasi subsidi KPR dengan skema FLPP mencapai 499.914 unit rumah senilai Rp28,66 triliun yang dimulai sejak 2010 lalu.
Tercatat provinsi Jawa Barat paling besar menikmati dana FLPP sekitar Rp10,7 triliun yang menghasilkan 187 ribu unit rumah, diikuti Banten dan Jawa Timur. Adapun Bank BTN menjadi bank dengan penyalur FLPP terbesar atau sekitar 87% untuk sebanyak 435.120 unit rumah senilai Rp24 triliun.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019, pemerintah menargetkan angka backlog rumah berkurang menjadi 6,8 juta unit pada 2019, dengan menggencarkan program sejuta rumah yang akan menghadirkan sejuta unit rumah per tahun. Dua kendala utama yang harus disingkirkan oleh pemerintah untuk mewujudkan program sejuta rumah, yakni penyediaan pembiayaan dan pengadaan lahan yang sulit diatasi.
Realisasi program sejuta rumah baru mencapai 169.614 unit pada kuartal pertama tahun ini. Melihat angka realisasi program sejuta rumah dengan pemangkasan pagu anggaran FLPP sepertinya tidak sejalan.
(whb)