Koperasi Mati Suri di Era Otonomi Daerah

Rabu, 12 Juli 2017 - 08:29 WIB
Koperasi Mati Suri di...
Koperasi Mati Suri di Era Otonomi Daerah
A A A
Dr Edy Purwo Saputro SE MSi
Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo

NASIB koperasi di era otonomi daerah (otda) menjadi pertanyaan yang sangat menarik terkait 70 tahun pergerakan koperasi di Indonesia yang diperingati pada 12 Juli 2017. Paling tidak, pertanyaan ini muncul karena adanya fakta riil berita di sejumlah daerah tentang mati surinya ratusan koperasi, bahkan di antaranya yang tidak bisa lagi dibina akhirnya dalam kondisi tidak sehat dan banyak yang tutup.

Faktor inti yang menjadi dasarnya, yaitu kemampuan membayar peminjam koperasi yang rendah karena pendapatan rendah. Aspek lain yang juga menjadi faktor pemicu adalah regulasi yang longgar dalam pendirian koperasi dan ini akhirnya memicu kuantitas koperasi lebih besar dibandingkan kualitasnya.

Apa yang terjadi pada mati­nya koperasi di era otda tentu tidak bisa terlepas dari kondisi makro ekonomi yang kini dirasa sangat berat. Di tengah kesulitan dan berlarutnya krisis, tampaknya kiprah dan eksistensi koperasi semakin dilupakan. Di sisi lain, masyarakat kini dicekoki sistem ekonomi syariah yang tampaknya mengalami booming.

Padahal, publik dan haluan negara mengakui peran koperasi sebagai salah satu urat nadi perekonomian dan bahkan diyakini koperasi sebagai soko guru. Oleh karena itu, pemerintah harus mengakomodasi keberadaan koperasi yang diharapkan bisa berkiprah lebih baik lagi, terutama dikaitkan dengan program pemberdayaan masyarakat dan implementasi era otda untuk memacu ekonomi di daerah yang berbasis potensi lokal.
Konsistensi

Pemerintahan harus mampu menindaklanjuti semua pro­gram kemitraan untuk dapat mengangkat ekonomi rakyat. Idealisme kemitraan, ekonomi kerakyatan, dan kemandirian koperasi adalah mulia, tetapi implementasi riil terkadang tidak sesuai harapan.

Meskipun demikian, orientasi ekonomi kerakyatan dan kemitraan serta kemandirian koperasi tetap didengungkan misalnya pada Temu Nasional Kemitraan Usaha pada 15 Mei 1997 lalu yang mencetuskan sejumlah poin kesepakatan, yaitu: (1) melanjutkan dan mengembangkan Gerakan Kemitraan Usaha Nasional (GKUN) dengan menggalang berbagai kekuatan dan potensi sumber daya, (2) wajib melaksanakan kemitraan dengan prinsip win-win concept, (3) mewujudkan prinsip kemitraan dengan komitmen dari semua pihak, (4) bekerja sama dengan pemerintah untuk terus menumbuhkan iklim usaha yang kondusif sebagai orientasi mengembangkan ekonomi kerakyatan dan juga kemandirian koperasi.

Implementasi otda secara tidak langsung seharusnya mampu memacu kinerja koperasi melalui berbagai peran aktif dalam mendukung operasional dari sektor riil, terutama di perdesaan. Sayangnya, idealisme ini tidak bisa optimal. Meski pemerintah mengeluarkan regulasi bagi sektor UMKM, implikasinya tidak bisa langsung meningkatkan kinerja. Di sisi lain, instrumen moneter kini getol bermain dengan sistem ekonomi syariah, meski pada prinsip tujuan tetap sama, yaitu untuk kesejahteraan dengan cara bagi hasil.

Memang diakui bahwa tekad dan komitmen tersebut tidak mudah. Tetapi, bukan berarti lalu kesepakatan seperti yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945 tentang Perekonomian, kita bisa dengan mudah abaikan, apalagi dilecehkan. Secara prinsip diakui gerakan koperasi bisa menjadi kuat antara lain karena adanya kebijakan advocacy yang tepat di kalangan penguasa moneter yang memberi peluang yang pantas agar peran koperasi menjadi kuat dalam tatanan keuangan nasional, misalnya atas tekanan kenaikan suku bunga yang saat ini terjadi. Agaknya hal ini belum tampak jelas di alur perkembangan kebijakan moneter.

Deregulasi yang ada ternyata membuat regulasi baru yang lebih banyak dinikmati oleh swasta-BUMN. Terkait itu, sudah sewajarnya aneka ketim­pang­an itu perlu diperbaiki. Koreksi yang lebih komprehensif dan struktural dalam era reformasi perlu dimekarkan dengan baik agar kekurangan yang terjadi selama ini jangan terulang. Dengan demikian, tidak timbul kesan, penguasa moneter cenderung berpihak ke swasta-BUMN dalam pemekaran lembagalembaga keuangan sebagai bisnis yang menggiurkan (Mutis, 2004).

Era otda seharusnya menimbulkan secercah harapan pada mayoritas rakyat, yaitu tentang tumbuh dan makin berkembangnya ekonomi kerakyatan dan pergerakan koperasi yang melingkupi semua sendi, moral, dan juga roda perekonomian. Harapannya koperasi mampu memberi kontribusi optimal pada perekonomian nasional dengan tetap mengacu konsep keadilan sosial seperti yang ditegaskan Bung Hatta tentang konsep kemakmurannya. Dalam hal ini pemerintah harus berusaha proaktif dengan fokus peningkatan kualitas, produktivitas, dan daya saing ekonomi rakyat melalui peningkatan peran pemberdayaan pengusaha kecil-menengah dan koperasi tanpa mengesampingkan badan usaha yang lain karena mereka semua tetap merupakan pelaku ekonomi.

Peluang
Jadi, kita masih harus membuktikan lagi sampai seberapa besar niatan pemerintah untuk merefleksikan cita-cita dari Bung Hatta terutama dalam konteks memacu kemandirian pergerakan koperasi sebagai bagian dari komitmen meningkatkan eksistensi ekonomi kerakyatan. Selain itu, komitmen pemerintah ini juga diharapkan dapat merealisasikan cita-cita Ekonomi Pancasila. Jika itu tidak dilakukan, matinya sejumlah koperasi di era otda akan menjadi virus yang sangat mematikan banyak koperasi di daerah lain yang kemudian berimbas terhadap kesejahteraan anggotanya. Oleh karena itu, tidak ada kata terlambat untuk menumbuhkembangkan gerakan koperasi, baik yang sudah ada maupun yang baru mau berdiri karena esensi tujuan koperasi, yaitu untuk meningkatkan taraf kesejahteraan anggotanya.

Aspek lain yang juga perlu dicermati bahwa persaingan semakin ketat sehingga tidak ada alasan bagi koperasi untuk tidak melakukan inovasi, terutama dikaitkan dengan sisi kepentingan menjadi soko guru perekonomian nasional. Paling tidak, hal ini terkait juga dengan pemberlakuan MEA dan berbagai regulasi yang berlaku. Oleh karena itu, alasan untuk bersikap pro­aktif adalah penting, karena tidak hanya mempertimbangkan potensi persaingan internal tapi juga eksternal secara berkelanjutan. Jika tidak diantisipasi, jangan salahkan jika di era otda akan semakin banyak koperasi yang mati. Padahal, di era otda seharusnya koperasi bisa bersinergi memacu produk unggulan di daerah.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0718 seconds (0.1#10.140)