Subsidi Gas Melon Naik
A
A
A
GAS melon mulai merepotkan pemerintah. Kok bisa? Gas elpiji ukuran 3 kilogram (kg) yang lebih akrab disebut gas melon karena bentuknya yang mirip buah melon, yang semula diadakan untuk menekan angka subsidi energi pemerintah, kini berbalik arah. Angka subsidi untuk gas melon tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Kenaikan subsidi tahun ini hampir dua kali lipat dari Rp22 triliun menjadi Rp40,5 triliun. Membengkaknya angka subsidi gas tabung kecil itu, seperti pengakuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, karena pemerintah sulit mengendalikan konsumsi masyarakat sebagai akibat dari sistem penyaluran subsidi secara terbuka. Siapa pun bebas menikmati elpiji 3 kg, alias subsidi tidak tepat sasaran.
Berapa kenaikan angka subsidi gas melon untuk tahun ini? Mengintip Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 kenaikan subsidi elpiji 3 kg mengambil porsi yang cukup besar sekitar Rp18,5 triliun atau dari pagu APBN 2017 sebesar Rp22 triliun menjadi Rp40,5 triliun untuk RAPBN-P 2017.
Secara total, dalam RAPBN-P 2017, telah terjadi kenaikan angka subsidi yang cukup signifikan, yakni dari sebesar Rp160,1 triliun (APBN 2017) terdiri atas subsidi energi sebesar Rp77,3 triliun dan subsidi nonenergi sekitar Rp82,7 triliun menjadi sebesar Rp182,1 triliun (RAPBN-P) yang meliputi subsidi energi sebesar Rp103,1 triliun dan subsidi nonenergi sekitar Rp79 triliun.
Kenaikan subsidi energi yang cukup besar mencapai sebesar Rp25,8 triliun menarik untuk dicermati di tengah upaya pemerintah selama ini dalam memperkecil anggaran subsidi energi. Tengok saja, subsidi bahan bakar minyak (BBM) dari sebesar Rp10,3 triliun menjadi sebesar Rp10,6 triliun atau meningkat sekitar Rp300 miliar.
Subsidi listrik naik sekitar Rp7 triliun dari sebesar Rp45 triliun menjadi sekitar Rp52 triliun. Kemudian, subsidi gas melon dengan porsi tertinggi kenaikan sebesar Rp18,5 triliun. Pemerintah mengakui, meroketnya anggaran subsidi elpiji 3 kg selain sasaran subsidi meleset, juga disebabkan penundaan penyesuaian harga jual eceran gas melon sebesar Rp1.000 per kg. Benarkah sasaran subsidi elpiji 3 kg meleset dari target yang dibidik pemerintah?
Mengutip data penerima subsidi gas melon berdasarkan versi Bank Indonesia (BI) mencapai sekitar 57 juta rumah tangga, padahal yang benar-benar berhak menerima subsidi hanya sekitar 25,7 juta rumah tangga. Langkah pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi dari minyak tanah ke elpiji pada 2007 memang sebuah langkah patut diacungi jempol karena bisa menghemat anggaran hingga Rp197 triliun.
Namun belakangan, Gubernur BI Agus Martowardojo mengkritisi program konversi tersebut dari skema penyaluran dengan sistem distribusi terbuka. Karena itu, masyarakat yang seharusnya tidak berhak menikmati gas melon tidak bisa dicegah oleh pemerintah.
Dengan alasan skema sistem distribusi terbuka untuk gas melon yang tidak tepat, bank sentral sepakat dengan pemerintah berencana mengubah skema tersebut yang dijadwalkan pada Maret tahun depan. Pemerintah sudah merancang skema subsidi dengan menggunakan kartu yang langsung diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu.
Melalui kartu subsidi tersebut, masyarakat diberi kuota tiga kali membeli elpiji 3 kg per bulan dengan nilai subsidi sebesar Rp75.000 per bulan. Kartu subsidi tersebut akan disalurkan kepada 40% masyarakat Indonesia dengan tingkat kesejahteraan paling rendah atau sekitar 26,6 juta rumah tangga.
Persoalan anggaran subsidi ternyata masih menjadi masalah serius di era pemerintahan Presiden Jokowi. Sukses memangkas subsidi BBM tidak serta merta membuat anggaran subsidi sektor lainnya bisa ditekan. Faktanya, anggaran subsidi untuk tahun ini dengan mengacu pada RAPBN 2017 telah mendekati angka Rp200 triliun adalah angka yang tidak kecil.
Jujur saja, kalau subsidi tersebut tidak meleset, alias tepat sasaran, sebenarnya tidak masalah. Sebab, program subsidi itu salah satu kewajiban pemerintah untuk membantu masyarakat yang tidak mampu. Karena itu, program subsidi yang tidak tepat sasaran harus ditangani secara tepat agar tidak membebani anggaran negara yang semakin berat.
Kenaikan subsidi tahun ini hampir dua kali lipat dari Rp22 triliun menjadi Rp40,5 triliun. Membengkaknya angka subsidi gas tabung kecil itu, seperti pengakuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, karena pemerintah sulit mengendalikan konsumsi masyarakat sebagai akibat dari sistem penyaluran subsidi secara terbuka. Siapa pun bebas menikmati elpiji 3 kg, alias subsidi tidak tepat sasaran.
Berapa kenaikan angka subsidi gas melon untuk tahun ini? Mengintip Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 kenaikan subsidi elpiji 3 kg mengambil porsi yang cukup besar sekitar Rp18,5 triliun atau dari pagu APBN 2017 sebesar Rp22 triliun menjadi Rp40,5 triliun untuk RAPBN-P 2017.
Secara total, dalam RAPBN-P 2017, telah terjadi kenaikan angka subsidi yang cukup signifikan, yakni dari sebesar Rp160,1 triliun (APBN 2017) terdiri atas subsidi energi sebesar Rp77,3 triliun dan subsidi nonenergi sekitar Rp82,7 triliun menjadi sebesar Rp182,1 triliun (RAPBN-P) yang meliputi subsidi energi sebesar Rp103,1 triliun dan subsidi nonenergi sekitar Rp79 triliun.
Kenaikan subsidi energi yang cukup besar mencapai sebesar Rp25,8 triliun menarik untuk dicermati di tengah upaya pemerintah selama ini dalam memperkecil anggaran subsidi energi. Tengok saja, subsidi bahan bakar minyak (BBM) dari sebesar Rp10,3 triliun menjadi sebesar Rp10,6 triliun atau meningkat sekitar Rp300 miliar.
Subsidi listrik naik sekitar Rp7 triliun dari sebesar Rp45 triliun menjadi sekitar Rp52 triliun. Kemudian, subsidi gas melon dengan porsi tertinggi kenaikan sebesar Rp18,5 triliun. Pemerintah mengakui, meroketnya anggaran subsidi elpiji 3 kg selain sasaran subsidi meleset, juga disebabkan penundaan penyesuaian harga jual eceran gas melon sebesar Rp1.000 per kg. Benarkah sasaran subsidi elpiji 3 kg meleset dari target yang dibidik pemerintah?
Mengutip data penerima subsidi gas melon berdasarkan versi Bank Indonesia (BI) mencapai sekitar 57 juta rumah tangga, padahal yang benar-benar berhak menerima subsidi hanya sekitar 25,7 juta rumah tangga. Langkah pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi dari minyak tanah ke elpiji pada 2007 memang sebuah langkah patut diacungi jempol karena bisa menghemat anggaran hingga Rp197 triliun.
Namun belakangan, Gubernur BI Agus Martowardojo mengkritisi program konversi tersebut dari skema penyaluran dengan sistem distribusi terbuka. Karena itu, masyarakat yang seharusnya tidak berhak menikmati gas melon tidak bisa dicegah oleh pemerintah.
Dengan alasan skema sistem distribusi terbuka untuk gas melon yang tidak tepat, bank sentral sepakat dengan pemerintah berencana mengubah skema tersebut yang dijadwalkan pada Maret tahun depan. Pemerintah sudah merancang skema subsidi dengan menggunakan kartu yang langsung diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu.
Melalui kartu subsidi tersebut, masyarakat diberi kuota tiga kali membeli elpiji 3 kg per bulan dengan nilai subsidi sebesar Rp75.000 per bulan. Kartu subsidi tersebut akan disalurkan kepada 40% masyarakat Indonesia dengan tingkat kesejahteraan paling rendah atau sekitar 26,6 juta rumah tangga.
Persoalan anggaran subsidi ternyata masih menjadi masalah serius di era pemerintahan Presiden Jokowi. Sukses memangkas subsidi BBM tidak serta merta membuat anggaran subsidi sektor lainnya bisa ditekan. Faktanya, anggaran subsidi untuk tahun ini dengan mengacu pada RAPBN 2017 telah mendekati angka Rp200 triliun adalah angka yang tidak kecil.
Jujur saja, kalau subsidi tersebut tidak meleset, alias tepat sasaran, sebenarnya tidak masalah. Sebab, program subsidi itu salah satu kewajiban pemerintah untuk membantu masyarakat yang tidak mampu. Karena itu, program subsidi yang tidak tepat sasaran harus ditangani secara tepat agar tidak membebani anggaran negara yang semakin berat.
(dam)