Revisi UU ASN Harus Tekankan Reformasi Birokrasi dan Profesionalisme ASN
A
A
A
JAKARTA - Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan direvisi harus tekankan reformasi birokrasi dan profesionalisme ASN. Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat yang dipimpin Ketua Komite I DPD RI Akhmad Muqowam dan Fachrul Razi dengan Prof Dr Eko Prasojo, Prof Dr Miftah Thoha, Membahas Pandangan Terhadap Revisi UU ASN di ruang rapat Komite I, Jakarta, Senin (10/7/2017).
Menurut Ketua Komite I Ahmad Muqowam, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN harusnya dibuat berlaku selama mungkin mengedepankan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk membuat manajemen ASN menjadi profesional menunjang kinerja pemerintah.
“Sekarang ini undang-undang tersebut bisa dibilang baru seumur jagung, tapi sudah mau direvisi, seharusnya beri waktu dulu kepada pemerintah untuk menyelesaikan peraturan-peraturan turunan yang diperlukan untuk memperkuat undang-undangnya, dan melihat sejauh mana itu berjalan, jangan buru-buru direvisi,” ungkap senator Jawa Tengah tersebut.
Masih menurutnya, UU ASN harus mampu menjawab semua pertanyaan dan persoalan menyangkut ASN. Filosofi dari UU ASN tidak sama dengan UU Ketenagakerjaan.
“Saya memperkirakan posisi pemerintah sepertinya akan meninjau kembali usulan revisi UU ASN yang sedang dikerjakan DPR dan kami berharap DPD RI dapat diikut sertakan dalam memberikan masukan terhadap revisi dari undang-undang tersebut,” lmbuhnya.
Eko Prasojo, mantan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara era SBY menyatakan bahwa roh dari UU ASN adalah sistem merit. Dengan adanya sistem tersebut, ASN yang menjabat suatau jabatan penting harus sesuai dengan standar netralitas, kompetensi dan profesionalisme.
“Sudah waktunya menjadikan ASN menjadi standar profesi yang tinggi, jangan hanya berdasarkan kepentingan politik dan golongan dalam memilih dan menentukan jabatan penting dalam lingkungan birokrasi ASN,” ujarnya.
Senada dengan itu, Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM Miftaf Thoha juga menyatakan bahwa ASN harus benar-benar adalah profesi jabatan berdasarkan sistem merit. Ini yang harusnya menjadi roh dalam UU ASN.
Proses pengangkatan jabatan saat ini masih ditemukan hanya berdasarkan kepentingan politik dan kepentingan tertentu. Bahkan banyak yang dinonjobkan di daerah karena benturan kepentingan dengan kepala daerah, tidak berdasarkan dengan UU ASN yaitu sistem open recruitment.
Dikhawatirkan dengan adanya indikasi menghapus KASN berarti akan menghapus merit sistem, hal itu akan menyebabkan terjadinya kemunduran karena tidak adanya pengawasan yang independen.
“Revisi yang ada sekarang dikhawatirkan akan menghilangkan sistem merit karena sistem pengawasan ASN seperti KASN akan dihapus, itu akan mendegradasi apa yang ada sekarang, harus ada manajemen administrasi kepegawaian yang netral, harus memihak kepada kebenaran melihat pada kompetensi, netralitas dan profesionalitasnya,” tegasnya.
Ketua Komite I Akhmad Muqowam mengatakan DPD RI dalam waktu dekat ini akan mengadakan rapat kerja dengan Kementerian PAN RB, dalam rapat kerja yang akan direncanakan tersebut Komite I DPD akan memberikan pandangan terkait revisi UU ASN yang akan dibahas bersama DPR dan pemerintah.
Menurut Ketua Komite I Ahmad Muqowam, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN harusnya dibuat berlaku selama mungkin mengedepankan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk membuat manajemen ASN menjadi profesional menunjang kinerja pemerintah.
“Sekarang ini undang-undang tersebut bisa dibilang baru seumur jagung, tapi sudah mau direvisi, seharusnya beri waktu dulu kepada pemerintah untuk menyelesaikan peraturan-peraturan turunan yang diperlukan untuk memperkuat undang-undangnya, dan melihat sejauh mana itu berjalan, jangan buru-buru direvisi,” ungkap senator Jawa Tengah tersebut.
Masih menurutnya, UU ASN harus mampu menjawab semua pertanyaan dan persoalan menyangkut ASN. Filosofi dari UU ASN tidak sama dengan UU Ketenagakerjaan.
“Saya memperkirakan posisi pemerintah sepertinya akan meninjau kembali usulan revisi UU ASN yang sedang dikerjakan DPR dan kami berharap DPD RI dapat diikut sertakan dalam memberikan masukan terhadap revisi dari undang-undang tersebut,” lmbuhnya.
Eko Prasojo, mantan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara era SBY menyatakan bahwa roh dari UU ASN adalah sistem merit. Dengan adanya sistem tersebut, ASN yang menjabat suatau jabatan penting harus sesuai dengan standar netralitas, kompetensi dan profesionalisme.
“Sudah waktunya menjadikan ASN menjadi standar profesi yang tinggi, jangan hanya berdasarkan kepentingan politik dan golongan dalam memilih dan menentukan jabatan penting dalam lingkungan birokrasi ASN,” ujarnya.
Senada dengan itu, Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM Miftaf Thoha juga menyatakan bahwa ASN harus benar-benar adalah profesi jabatan berdasarkan sistem merit. Ini yang harusnya menjadi roh dalam UU ASN.
Proses pengangkatan jabatan saat ini masih ditemukan hanya berdasarkan kepentingan politik dan kepentingan tertentu. Bahkan banyak yang dinonjobkan di daerah karena benturan kepentingan dengan kepala daerah, tidak berdasarkan dengan UU ASN yaitu sistem open recruitment.
Dikhawatirkan dengan adanya indikasi menghapus KASN berarti akan menghapus merit sistem, hal itu akan menyebabkan terjadinya kemunduran karena tidak adanya pengawasan yang independen.
“Revisi yang ada sekarang dikhawatirkan akan menghilangkan sistem merit karena sistem pengawasan ASN seperti KASN akan dihapus, itu akan mendegradasi apa yang ada sekarang, harus ada manajemen administrasi kepegawaian yang netral, harus memihak kepada kebenaran melihat pada kompetensi, netralitas dan profesionalitasnya,” tegasnya.
Ketua Komite I Akhmad Muqowam mengatakan DPD RI dalam waktu dekat ini akan mengadakan rapat kerja dengan Kementerian PAN RB, dalam rapat kerja yang akan direncanakan tersebut Komite I DPD akan memberikan pandangan terkait revisi UU ASN yang akan dibahas bersama DPR dan pemerintah.
(kri)