Diancam Sanksi Pidana, KPK Larang PNS Terima Parsel Lebaran
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan memiliki risiko sanksi pidana. Hal ini didasari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Hadiah atau bingkisan yang diterima oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara akan langsung dianggap gratifikasi atau suap jika tak dilaporkan kepada KPK selama 30 hari kerja sejak diterima. Imbauan ini disampaikan terkait dengan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1438 H.
“Jadi semua hadiah wajib ditolak, atau laporkan,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rilis di Jakarta, Jumat (23/6/2017).
Agus mengatakan, dalam agama Islam memang tak ada larangan menerima hadiah. Namun, hadiah yang bisa memengaruhi keputusan terkait jabatan seseorang, masuk dalam kategori gratifikasi yang melanggar undang-undang.
Hadiahnya bisa berupa uang tunai, bingkisan makanan minuman, parsel, fasilitas, atau bentuk pemberian lainnya dari rekanan/pengusaha/masyarakat yang berhubungan dengan jabatannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi bertentangan dengan kode etik dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Selain larangan menerima gratifikasi, KPK juga melarang pegawai negeri dan penyelenggara negara untukk mengggunakan mobil dinas untuk mudik.
“Penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi itu termasuk penyalahgunaan kekuasaan,” imbuh dia.
Terkait dengan hadiah Lebaran, Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengatakan, dalam dua tahun terakhir laporan yang diterima KPK terkait dengan hadiah lebaran meningkat.
Pada 2015 ada 35 laporan terkait dengan Lebaran yang terdiri dari parsel makanan minuman, peralatan dapur, batu cincin, dan furniture senilai Rp 35,8 juta. Tahun berikutnya, laporan meningkat lebih dari 10 kali lipat menjadi 371 laporan yang terdiri dari uang tunai, parsel makanan minuman, voucher belanja, barang elektronik, sarung, Kristal, dan lain-lain senilai Rp 1,1 miliar.
“Jumlah ini hanya yang melapor, bisa jadi masih ada yang belum sadar untuk melapor,” kata Giri.
Aturan mengenai gratifikasi tertuang dalam Pasal 12B ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya tertera setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap.
Apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Kemudian, dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 disebutkan penerima gratifikasi akan didenda dengan pidana seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang ingin melaporkan hadiah terkait jabatan, silakan hubungi nomor telepon 021.25578440/8448, pesan singkat ke 0855-8845678, surat elektronik ke [email protected], atau pelaporan daring https://gol.kpk.go.id.
Pelaporan juga bisa juga dilakukan melalui Unit Pengendalian Gratifikasi di instansi masing-masing, kemudian akan diteruskan kepada KPK. Untuk melaporkannya, penyelenggara negara harus menggunakan formulir gratifikasi yang dapat diunduh di situs KPK.
Penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan memiliki risiko sanksi pidana. Hal ini didasari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Hadiah atau bingkisan yang diterima oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara akan langsung dianggap gratifikasi atau suap jika tak dilaporkan kepada KPK selama 30 hari kerja sejak diterima. Imbauan ini disampaikan terkait dengan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1438 H.
“Jadi semua hadiah wajib ditolak, atau laporkan,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rilis di Jakarta, Jumat (23/6/2017).
Agus mengatakan, dalam agama Islam memang tak ada larangan menerima hadiah. Namun, hadiah yang bisa memengaruhi keputusan terkait jabatan seseorang, masuk dalam kategori gratifikasi yang melanggar undang-undang.
Hadiahnya bisa berupa uang tunai, bingkisan makanan minuman, parsel, fasilitas, atau bentuk pemberian lainnya dari rekanan/pengusaha/masyarakat yang berhubungan dengan jabatannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi bertentangan dengan kode etik dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Selain larangan menerima gratifikasi, KPK juga melarang pegawai negeri dan penyelenggara negara untukk mengggunakan mobil dinas untuk mudik.
“Penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi itu termasuk penyalahgunaan kekuasaan,” imbuh dia.
Terkait dengan hadiah Lebaran, Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengatakan, dalam dua tahun terakhir laporan yang diterima KPK terkait dengan hadiah lebaran meningkat.
Pada 2015 ada 35 laporan terkait dengan Lebaran yang terdiri dari parsel makanan minuman, peralatan dapur, batu cincin, dan furniture senilai Rp 35,8 juta. Tahun berikutnya, laporan meningkat lebih dari 10 kali lipat menjadi 371 laporan yang terdiri dari uang tunai, parsel makanan minuman, voucher belanja, barang elektronik, sarung, Kristal, dan lain-lain senilai Rp 1,1 miliar.
“Jumlah ini hanya yang melapor, bisa jadi masih ada yang belum sadar untuk melapor,” kata Giri.
Aturan mengenai gratifikasi tertuang dalam Pasal 12B ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya tertera setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap.
Apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Kemudian, dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 disebutkan penerima gratifikasi akan didenda dengan pidana seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang ingin melaporkan hadiah terkait jabatan, silakan hubungi nomor telepon 021.25578440/8448, pesan singkat ke 0855-8845678, surat elektronik ke [email protected], atau pelaporan daring https://gol.kpk.go.id.
Pelaporan juga bisa juga dilakukan melalui Unit Pengendalian Gratifikasi di instansi masing-masing, kemudian akan diteruskan kepada KPK. Untuk melaporkannya, penyelenggara negara harus menggunakan formulir gratifikasi yang dapat diunduh di situs KPK.
(kri)