Spiritual Mudik

Rabu, 21 Juni 2017 - 08:10 WIB
Spiritual Mudik
Spiritual Mudik
A A A
SETIAP tahun masyarakat Indonesia mempunyai hajatan besar, yaitu mudik atau pulang kampung. Hajatan yang sudah menjadi budaya bangsa ini sebenarnya mengikuti tradisi agama Islam dalam merayakan Idul Fitri. Menjelang Idul Fitri atau di akhir Ramadan akan terjadi mobilisasi jutaan orang dari kota perantauan ke kampung halaman.

Pada 2016, pemerintah mencatat sekitar 18 juta orang melakukan perjalanan pulang kampung. Dan pada 2017 ini diperkirakan meningkat sekitar 19 juta orang atau meningkat sekitar 8%. Bandara, pelabuhan, terminal, stasiun, ataupun jalan-jalan antarprovinsi akan dipadati pemudik sekitar H-1 atau H-2 lebaran. Begitu juga ketika arus balik mudik yang terjadi pasca-Lebaran.

Dalam ajaran Islam, tampaknya tidak ada yang menjelaskan tradisi mudik. Seperti di atas, mudik adalah mengikuti tradisi perayaan Idul Fitri setelah sekitar satu bulan menjalani ibadah puasa Ramadan.

Adalah kembali ke fitri atau kembali ke suci sehingga Idul Fitri sering diibaratkan seperti kertas putih. Maka pada Idul Fitri akan diikuti juga dengan ucapan saling memaafkan sehingga dosa antarmanusia kembali ke nol lagi.

Lalu, dari mana tradisi mudik berasal? Tampaknya belum ada yang menjelaskan secara konkret dan jelas kenapa mudik seolah mengikuti perayaan Idul Fitri. Begitu juga kenapa mudik harus diadakan.

Namun, bukan hanya di Indonesia, mudik atau pulang kampung juga dilakukan oleh negara-negara lain. Di China, mudik dilakukan saat Tahun Baru China bahkan jumlah pemudik yang terjadi melebihi Indonesia. Kondisinya pun hampir sama dengan di Indonesia karena mereka juga merasakan kemacetan dan keriuhan di bandara, terminal, stasiun, serta pelabuhan.

Di Amerika Serikat, saat perayaan Thanksgiving ataupun Natal, mereka juga melakukan mudik atau pulang ke kampung asal mereka. Di Bangladesh pun hampir sama dengan Indonesia, masyarakat di sana mudik ketika perayaan Idul Fitri.

Secara kasatmata, mengapa masyarakat kita ingin mudik adalah ingin merayakan Lebaran di kampung halaman. Pada perayaan tersebut, banyak diisi kegiatan bersilaturahmi dengan kerabat dan kawan lama (diisi saling memaafkan) dan ziarah atau nyekar ke makam leluhur mereka.

Bagi sebagian besar masyarakat di semua golongan (agama dan ekonomi), kurang afdol jika merayakan Lebaran tidak di kampung halaman mereka. Inilah ajang silaturahmi dengan kerabat atau kawan lama yang jarang bertemu akan melakukan perjumpaan sehingga tali silaturahmi tetap terjaga.

Pun demikian, pada setiap mudik,selalu diiringi dengan perputaran ekonomi. Bahkan, setiap pegawai berhak mendapatkan tunjangan hari raya (THR) agar bisa merayakan Lebaran dengan nyaman.

Namun jika dilihat dari makna spiritual, mudik bisa diartikan kembali ke asal. Bagi sebagian orang mudik dimaknai agar setiap orang mengetahui asal-muasal mereka kenapa ada di dunia ini.

Bagi orang Jawa, mudik untuk memaknai filosofi kalimat sangkan paraning dumadi (asal usul/dari mana manusia berasal), sehingga jika dimaknai seperti manusia dilahirkan dari kedua orang tua di sebuah tanah kelahiran (kampung halaman). Lebih jauh dimaknai, pada akhirnya semua manusia akan kembali ke asal penciptaan, yaitu Allah.

Inilah sebenarnya makna spiritual atau pesat tersirat dalam mudik ini sehingga tradisi mudik diharapkan menyadarkan manusia, untuk mengetahui asal-muasalnya dan nantinya akan kembali ke penciptanya.

Makna sangkan paraning dumadi mempunyai spirit yang sama dengan ajaran Islam agar manusia selalu ingat akan penciptanya. Dengan mengingat, semua tindak tanduk manusia di dunia harus benar-benar mengacu pada penciptanya. Bahwa hidup di dunia ini hanya sementara (mampir ngombe) dan nantinya akan kembali ke kehidupan yang sebenarnya yaitu kembali ke Sang Pencipta.

Makna spiritual mudik inilah yang sebenarnya harus direnungkan oleh semua masyarakat. Dengan cara itu maka mudik bukan sekadar hura-hura menghamburkan uang THR yang didapat. Mudik harus lebih dimaknai sebagai silaturahmi terhadap asal-muasal (orang tua dan kampung halaman) manusia dan yang lebih penting lagi nantinya kehidupan mereka akan kembali ke Sang Pencipta.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0689 seconds (0.1#10.140)