Presidential Threshold Hasilkan Presiden Krisis Legitimasi
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan hasil uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di mana Pemilu 2019 digelar secara secara serentak.
Merujuk pada putusan MK tersebut, pakar hukum Tata Negara, Yusril Izha Mahendra, menilai pemberlakuan ambang batas untuk pencalonan presiden (presidential threshold) di Pemilu Serentak melanggar konstitusi.
"Jadi kalau ambang batas pencalonan presiden masih ada dalam Pemilu Serentak, maka undang-undang yang mengaturnya jika melihat pada Putusan MK tentang Pemilu Serentak adalah inkonstitusional," kata Yusril melalui keterangan tertulis yang diterima Okezone, Jumat (16/6/2017).
Saat ini, pansus Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu belum memutuskan apakah akan tetap menerapkan angka untuk presidential threshold atau tidak. Sebab, pendapat masing-masing fraksi masih beragam. Sementara, pemeritah mengajukan angka 20% jumlah kursi partai politik (parpol) atau gabungan parpol di DPR dan 25% suara sah nasional partai pada Pileg 2014.
(Baca juga: Presidential Threshold Cederai Kredibilitas Rezim Jokowi)
Oleh karena itu, Yusril mengingatkan DPR dan pemerintah jangan sampai menghasilkan undang-undang yang melanggar konstitusi dengan memaksakan penerapan presidential threshold.
"Undang-undang yang inkonstitusional, jika dijadikan dasar pelaksanaan pilpres, akan melahirkan presiden yang inkonstitusional juga. Ini akan berakibat krisis legitimasi bagi presiden yang memerintah nantinya," tandasnya.
Merujuk pada putusan MK tersebut, pakar hukum Tata Negara, Yusril Izha Mahendra, menilai pemberlakuan ambang batas untuk pencalonan presiden (presidential threshold) di Pemilu Serentak melanggar konstitusi.
"Jadi kalau ambang batas pencalonan presiden masih ada dalam Pemilu Serentak, maka undang-undang yang mengaturnya jika melihat pada Putusan MK tentang Pemilu Serentak adalah inkonstitusional," kata Yusril melalui keterangan tertulis yang diterima Okezone, Jumat (16/6/2017).
Saat ini, pansus Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu belum memutuskan apakah akan tetap menerapkan angka untuk presidential threshold atau tidak. Sebab, pendapat masing-masing fraksi masih beragam. Sementara, pemeritah mengajukan angka 20% jumlah kursi partai politik (parpol) atau gabungan parpol di DPR dan 25% suara sah nasional partai pada Pileg 2014.
(Baca juga: Presidential Threshold Cederai Kredibilitas Rezim Jokowi)
Oleh karena itu, Yusril mengingatkan DPR dan pemerintah jangan sampai menghasilkan undang-undang yang melanggar konstitusi dengan memaksakan penerapan presidential threshold.
"Undang-undang yang inkonstitusional, jika dijadikan dasar pelaksanaan pilpres, akan melahirkan presiden yang inkonstitusional juga. Ini akan berakibat krisis legitimasi bagi presiden yang memerintah nantinya," tandasnya.
(maf)