Perppu Pemilu Serentak Dinilai Tak Perlu Diterbitkan
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Pemilu Serentak 2019 tidak perlu diterbitkan.
Agus lebih sepakat lima isu krusial yang tersisa dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu diselesaikan secara musyawarah mufakat.
"Kalau bisa ya jangan Perppu dulu, kita selesaikan dulu, kecuali memang sudah betul-betul deadlock," ujar Agus Hermanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Namun, dia tidak mempersoalkan jika Perppu itu akhirnya diterbitkan dengan alasan pembahasan lima isu krusial RUU Pemilu sudah menemui jalan buntu alias deadlock.
Lagipula, DPR diyakininya tidak menghendaki Perppu itu diterbitkan pemerintah. "Perppu harus minta persetujuan DPR," ungkap Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini.
Maka itu menurut dia, Perppu itu jika diterbitkan akan menjadi masalah baru. "Sehingga kami berharap kalau bisa jangan sampai ke Perppu, cukup dalam musyawarah dan mufakat," ungkapnya.
(Baca juga: Pemerintah Pahami Pansus RUU Pemilu Belum Sepakati Pasal Krusial)
Dirinya pun memberikan contoh semisal saat ini ada opsi 0% dan 20% untuk syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), maka dimusyawarahkan. "Bukannya kita kompromi pada yang tidak baik, tidak. Tapi paling enggak penyesuaiannya keinginan kita selaraskan," imbuhnya.
Adapun keinginan pemerintah menerbitkan Perppu itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kemarin. Sedangkan lima isu krusial yang tersisa dalam pembahasan RUU Pemilu itu mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold), ambang batas pencalonan presiden metode konversi suara ke kursi, alokasi kursi ke daerah pemilihan dan sistem pemilu.
Agus lebih sepakat lima isu krusial yang tersisa dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu diselesaikan secara musyawarah mufakat.
"Kalau bisa ya jangan Perppu dulu, kita selesaikan dulu, kecuali memang sudah betul-betul deadlock," ujar Agus Hermanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Namun, dia tidak mempersoalkan jika Perppu itu akhirnya diterbitkan dengan alasan pembahasan lima isu krusial RUU Pemilu sudah menemui jalan buntu alias deadlock.
Lagipula, DPR diyakininya tidak menghendaki Perppu itu diterbitkan pemerintah. "Perppu harus minta persetujuan DPR," ungkap Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini.
Maka itu menurut dia, Perppu itu jika diterbitkan akan menjadi masalah baru. "Sehingga kami berharap kalau bisa jangan sampai ke Perppu, cukup dalam musyawarah dan mufakat," ungkapnya.
(Baca juga: Pemerintah Pahami Pansus RUU Pemilu Belum Sepakati Pasal Krusial)
Dirinya pun memberikan contoh semisal saat ini ada opsi 0% dan 20% untuk syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), maka dimusyawarahkan. "Bukannya kita kompromi pada yang tidak baik, tidak. Tapi paling enggak penyesuaiannya keinginan kita selaraskan," imbuhnya.
Adapun keinginan pemerintah menerbitkan Perppu itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kemarin. Sedangkan lima isu krusial yang tersisa dalam pembahasan RUU Pemilu itu mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold), ambang batas pencalonan presiden metode konversi suara ke kursi, alokasi kursi ke daerah pemilihan dan sistem pemilu.
(maf)