Dugaan Suap Auditor BPK, Sarmuji: Jangan Pukul Rata Hasil Audit WTP
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR M Sarmuji mengatakan, kasus penangkapan pejabat dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak lantas menunjukkan semua pemberian predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) bermasalah.
"Kita tidak ingin memukul rata dalam melihat kasus ini," kata Sarmuji di Jakarta, Minggu 28 Mei 2016 malam. (Baca Juga: KPK Tetapkan 4 Tersangka Kasus Dugaan Suap WTP )
Menurut Sarmuji, penangkapan empat orang dalam kasus dugaan suap pemberian predikat WTP itu harus ditempatkan sebuah kasus yang tidak terkait dengan hasil audit di lembaga atau kementerian lain.
"Mungkin saja ada kasus yang lain. Tetapi itu tidak berarti pemberian WTP di tempat yang lain itu semua bermasalah," kata Sarmuji.
Sarmuji meyakinkan BPK merupakan lembaga yang kredibel. "Kalau pun saat ini kita harus melihat sebagai kasus dari oknum BPK," ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, audit merupakan proses yang wajar dalam mengevaluasi laporan keuangan. Audit BPK, kata dia, tidak bisa memastikan adanya tindakan korupsi.
Dia mengatakan, audit BPK karena merupakan evaluasi apakah laporan keuangan sudah wajar atau sesuai prosedur dengan tata kelola keuangan. "Jika ada kejanggalan maka dapat ditindaklanjuti," ujarnya.
Kendati demikian, Sarmuji sepakat kasus ini menjadi momentum bagi BPK untuk menyeleksi kembali prosedur pemberian, penilaian, mekanisme pemberian audit BPK. Termasuk memperketat pengawasan terhadap auditor.
Selama ini, menurut Sarmuji, DPR sudah mendorong agar BPK memperjelas prosedur, parameter, dan pengawasan pemberian WTP.
Sebab, lanjut dia, DPR ingin memastikan pemberian WTP selaras dengan upaya pemberantasan korupsi. "Tetapi itu bukan berarti komisi XI curiga bahwa pemberian WTP itu semua bermasalah," kata dia.
Dengan adanya kasus ini, Sarmuji pun mengingatkan BPK untuk meningkatkan pengawasan internal BPK. "Kasus ini seharusnya tidak akan akan terjadi kalau BPK melakukan pengawasan dengan ketat," katanya.
"Kita tidak ingin memukul rata dalam melihat kasus ini," kata Sarmuji di Jakarta, Minggu 28 Mei 2016 malam. (Baca Juga: KPK Tetapkan 4 Tersangka Kasus Dugaan Suap WTP )
Menurut Sarmuji, penangkapan empat orang dalam kasus dugaan suap pemberian predikat WTP itu harus ditempatkan sebuah kasus yang tidak terkait dengan hasil audit di lembaga atau kementerian lain.
"Mungkin saja ada kasus yang lain. Tetapi itu tidak berarti pemberian WTP di tempat yang lain itu semua bermasalah," kata Sarmuji.
Sarmuji meyakinkan BPK merupakan lembaga yang kredibel. "Kalau pun saat ini kita harus melihat sebagai kasus dari oknum BPK," ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, audit merupakan proses yang wajar dalam mengevaluasi laporan keuangan. Audit BPK, kata dia, tidak bisa memastikan adanya tindakan korupsi.
Dia mengatakan, audit BPK karena merupakan evaluasi apakah laporan keuangan sudah wajar atau sesuai prosedur dengan tata kelola keuangan. "Jika ada kejanggalan maka dapat ditindaklanjuti," ujarnya.
Kendati demikian, Sarmuji sepakat kasus ini menjadi momentum bagi BPK untuk menyeleksi kembali prosedur pemberian, penilaian, mekanisme pemberian audit BPK. Termasuk memperketat pengawasan terhadap auditor.
Selama ini, menurut Sarmuji, DPR sudah mendorong agar BPK memperjelas prosedur, parameter, dan pengawasan pemberian WTP.
Sebab, lanjut dia, DPR ingin memastikan pemberian WTP selaras dengan upaya pemberantasan korupsi. "Tetapi itu bukan berarti komisi XI curiga bahwa pemberian WTP itu semua bermasalah," kata dia.
Dengan adanya kasus ini, Sarmuji pun mengingatkan BPK untuk meningkatkan pengawasan internal BPK. "Kasus ini seharusnya tidak akan akan terjadi kalau BPK melakukan pengawasan dengan ketat," katanya.
(dam)