Ketua MPR Prihatin Penangkapan Oknum Auditor BPK

Minggu, 28 Mei 2017 - 15:57 WIB
Ketua MPR Prihatin Penangkapan Oknum Auditor BPK
Ketua MPR Prihatin Penangkapan Oknum Auditor BPK
A A A
SOLO - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengaku prihatin menyusul Penangkapan oknum auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu dikatakan Zulkifli Hasan usai menjadi pembicara di gedung Majelis Tafsir Alquran (MTA) Solo, Jawa Tengah (Jateng). Menurutnya, kasus itu dikhawatirkan akan semakin menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga negara.

"Lembaga DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) sudah banyak masalah, DPD (Dewan Perwakilan Daerah) juga. Sekarang BPK. Ini akan menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga negara," kata Zulkifli Hasan, Minggu (28/5/2017).

Pihaknya juga sangat menyesalkan kasus kasus semacam itu masih terus terjadi. Perkara itu diharapkan menjadi pelajaran penting bagi auditor BPK agar ke depan tidak terulang lagi.
Sebagai diketahui, auditor utama BPK ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT). Penangkapan terkait kasus pengurusan audit salah satu kementerian guna mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).

Dalam kesempatan itu, Zulkifli Hasan juga meminta dihentikannya polemik stigma Pancasilais atau tidak Pancasilais. Ia menyebut bahwa orang yang sungguh sungguh melaksanakan janji janji Pancasila maka ia adalah Pancasilais.

Jangan sampai, persoalan pilkada terus berlarut-larut. Sebab Pilkada merupakan siklus lima tahunan yang di dalamnya terdapat adu konsep dan adu gagasan. "Kalau yang korupsi itu tidak Pancasilais," lanjutnya.

(Baca juga: Menteri Eko Persilakan BPK Revisi WTP Kemendes PDTT)

Mengenai pembubaran ormas yang dianggap anti-Pancasila, pemerintah semestinya memanggil dan memberikan peringatan hingga tiga kali.

Jika tetap tidak berubah, maka jaksa dapat membawanya ke pengadilan. Dengan demikian, publik menjadi tahu alasan pembubarannya. "Jangan sampai dianggap menjadi korban dan orang justru simpatik, ini malah berbahaya," urainya.

Sebagai negara hukum, maka proses hukum harus dikedepankan. Dia menegaskan bahwa Pancasila dan demokrasi di Indonesia sudah final. Sehingga hal-hal yang bertentangan tentunya tidak boleh. "Tapi ada aturannya, diingatkan secara persuasif," pungkas ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8755 seconds (0.1#10.140)