Suami Inneke Koesherawati Dituntut 4 Tahun Penjara

Rabu, 10 Mei 2017 - 13:05 WIB
Suami Inneke Koesherawati...
Suami Inneke Koesherawati Dituntut 4 Tahun Penjara
A A A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut suami ‎Inneke Koesherawati, Fahmi Darmawansyah dengan pidana penjara selama empat tahun.

JPU yang dipimpin Kiki Ahmad Yani dengan anggota ‎Amir Nurdianto, I Wayan Riana, dan Ferdian Adi Nugroho menilai terdakwa Fahmi Darmawansyah alias Emi sebagai pemilik dan pengendali PT Meria Esa dan PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah alias Emi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan perbuatan secara bersama-sama dan berlanjut berupa memberikan suap ‎dengan total lebih dari Rp28,338 miliar.

Suap diberikan Emi bersama pegawai Bagian Operasional Merial Esa Muhammad Adami Okta (sudah lebih dulu dituntut dua tahun) dan ‎Marketing Operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus (sudah lebih dulu dituntut dua tahun) kepada lima orang pejabat di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

JPU Kiki Ahmad Yani memastikan, dari fakta-fakta hukum di persidangan didukung dengan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, surat, dokumen, dan alat bukti petunjuk dipastikan bahwa uang suap bersandi 'uang komando' atau 'dana komando' yang diberikan Adami dan Hardy bersama Emi untuk ‎pengadaan satelit monitoring ‎di Bakamla dari APBN Perubahan 2016 ‎dengan anggaran lebih Rp222,43 miliar.

Sebelumnya anggaran satelit monitoring itu sebelumnya diajukan Bakamla ke DPR sebesar Rp402,716 miliar‎. Untuk pengadaan PT MTI menggandeng PT Rohde and Schwarz, perusahaan yang berpusat di Jerman.

JPU Kiki Ahmad Yani menegaskan, empat pejabat di Bakamla masuk kategori sebagai penyelenggara negara atau pegawai negeri. Total yang diterima empat orang ini sebesar Rp4,338 miliar.

Mereka yakni, pertama, Eko Susilo Hadi (terdakwa penerima) selaku Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016 sebesar SGD100.000 (setara Rp935 juta), USD88.500 (setara Rp1.181.475.000), dan 10.000 Euro (setara Rp143,2 juta).

Kedua, Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo (tersangka di POM TNI) selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerjasama Keamanan dan Keselamatan Laut Bakamla 2016 sebesar SGD105.000 (setara Rp981,75 juta).‎

Ketiga, Nofel Hasan (tersangka) selaku Kepala Biro Perencanaan dan Informasi Bakamla sebesar SGD104.500 (setara Rp977,075). Keempat, Tri Nanda Wicaksono selaku Kasubag TU Sestama Bakamla sebesar Rp120 juta.‎

Selain itu, Emi bersama Adami dan Hardy juga dinilai terbukti memberikan Rp24 miliar ke Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi alias Fahmi Onta alias Ali Onta selaku dalam kapasitas ‎sebagai Narasumber Bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo. Ali juga merupakan politikus PDIP sekaligus Direktur Utama PT Viva Kreasi Investindo.

"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut, supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Fahmi Darmawansyah berupa pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan," tegas JPU Kiki saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (10/5/2017).

JPU menilai Emi terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kedua.

JPU Kiki menegaskan, dalam menyusun surat tuntutan pihaknya mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan, Emi menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, dan memiliki anak yang masih berusia enam tahun dan sembilan tahun.

Pertimbangan memberatkan ada dua. Pertama, perbuatan Emi tidak mendukung upaya dan program pemerintah dalam memberantasan korupsi dan menciptakan pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Terdakwa sebagai pengusaha muda seharuanya mengikuti prosedur untuk mendapatkan proyek bukan melakukan praktik suap," tegasnya.

Anggota JPU Amir Nurdianto membeberkan, Emi telah mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) atau pelaku pidana yang bekerjasama dengan penegak hukum ke KPK. Amir mengungkapkan, dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tertuang ada empat kriteria seseorang bisa diberikan JC.

Pertama, bukan pelaku utama. Kedua, mengakui perbuatannya. Ketiga, emberikan keterangan sebagai saksi. Keempat, mengungkap pelaku lain. Tapi, JPU bersama pimpinan KPK melihat status JC terhadap Emi tidak bisa disematkan.

"Dengan kriteria dalam SEMA di atas, maka permohonan JC terdakwa tidak dapat dikabulkan,"‎ ucap Amir.

Selepas surat tuntutan dibacakan, Ketua Majelis Hakim Yohanes Priyana memberikan kesempatan kepada Fahmi Darmawansyah alias Emi dan tim penasihat hukumnya untuk memberikan tanggapan, serta apakah akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi).

"Penasihat hukum akan mengajukan pembelaan. (Pembelaan pribadi) mungkin nanti akan dimasukkan sekalian," kata Emi.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0977 seconds (0.1#10.140)