Reshuffle dan Industri Unggulan

Jum'at, 05 Mei 2017 - 08:36 WIB
Reshuffle dan Industri...
Reshuffle dan Industri Unggulan
A A A
Dr Edy Purwo Saputro SE MSi
Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo

Wacana reshuffle kabinet kembali disampaikan Presiden Jokowi, terutama jika target yang telah ditetapkan tidak bisa tercapai oleh kementerian. Asumsi yang mendasari tidak bisa terlepas dari komitmen pemerintahan dan kabinet dengan fokus kerja. Terkait hal ini, capaian target di caturwulan pertama periode Januari —April 2017 menjadi sisi penting untuk evaluasi kinerja kabinet era pemerintahan Jokowi, apalagi saat ini telah memasuki tahun ketiga pemerintahan. Karena itu, prospek ekonomi 2017 dan fluktuasi ekonomi era global memicu sentimen terhadap pertumbuhan ekonomi 2017 yang ditarget 5,1% dan pemangkasan anggaran.

Fakta inilah yang menjadi asumsi dari wacana reshuffle yang ditegaskan Presiden Jokowi.
Fakta di balik isu reshuffle tentu tidak bisa mengelak dari perkembangan global. Paling tidak hal ini mengacu proyeksi ekonomi versi Bank Indonesia (BI) yang menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di semester awal 2017 di bawah ekspektasi.

Keyakinan ini terutama dipicu oleh kondisi per­ekonomian di kuartal pertama dan kedua yang diyakini lebih rendah apabila dibandingkan dengan 2016 meski di sisi lain prediksi BI tetap yakin pertumbuhan ekonomi 2017 akan mencapai kisaran 5,2%.

Argumen yang mendasari laju ekonomi pada kuartal pertama dan kedua kurang bergairah adalah perkembangan sektor perbankan dan korporasi yang masih melakukan konsolidasi. Selain itu, perkembangan ekonomi Amerika Serikat era pemerintahan Donald Trump yang cenderung proteksionis juga memicu sentimen negatif, apalagi ada rencana penurunan neraca The Fed sebesar USD4,5 triliun.

Unggulan
Kalkulasi data rata-rata pertumbuhan sejak 2005-2015 di kisaran 5,8% sehingga target terhadap pencapaian ekonomi 2017 masih prospektif meski semua kementrian harus kerja ekstra untuk mencapai semua target yang ditetapkan. Persepsi reshuffle bisa diganti atau digeser sesuai hak prerogatif Presiden.

Karena itu, beralasan jika Bappenas perlu untuk memetakan sektor industri unggulan yang mampu mendukung bagi pencapaian target pertumbuhan ekonomi 2017. Hal ini penting karena selama ini pertumbuhan domestik lebih banyak didukung oleh konsumsi. Padahal, fakta ini rentan terhadap daya beli dan inflasi. Karena itu, perlu memacu laju pertumbuhan dengan dukungan sektor produktif yang bisa dicapai dengan peran dari sektor industri.

Keyakinan terhadap pen­ting­nya pemetaan sektor in­dustri unggulan juga tidak terlepas dari penetapan sejumlah target pada 2016 yang tidak tercapai misalnya di sektor pajak yang gagal mencapai target Rp1.539,2 triliun karena kurang Rp219 triliun. Artinya, sukses tax amnesty yang diyakini akan mendorong kegiatan ekonomi domestik tidak menjamin terhadap perolehan target pajak sehingga pada 2017 harus lebih realistis. Padahal, perolehannya diharapkan dapat menyokong pendanaan pembangunan.

Terkait ini, bisa dipastikan pemangkasan anggaran menjadi pilihan alternatif yang konservatif untuk menyelamatkan anggaran, sementara beban utang luar negeri sudah berat. Karena itu, beralasan bila Menkeu Sri Mulyani menegaskan keuangan saat ini minim dengan sejumlah konsekuensi yaitu menunda dan memangkas anggaran, termasuk salah satunya dana alokasi daerah sehingga daerah diharap memahami kondisi ini dan menjalankan program prioritas.

Setali tiga uang dengan pemerintah pusat bahwa pemerintah daerah juga harus cermat memetakan potensi sektor industri unggulan dan program prioritas sehingga orientasi terhadap pertumbuhan tetap tercapai.

Wacana ini menegaskan komitmen dari Bappenas yang akan memprioritaskan tiga sektor unggulan untuk bisa memacu pertumbuhan 2017. Asumsi yang mendasari peran dari tiga sektor unggulan adalah kontribusi terhadap produk domestik bruto. Padahal, pemerintah dan DPR sepakat merevisi pertumbuhan 2017 dari 5,3% menjadi 5,1% dan diyakini ini target realistis di tengah beban pendanaan dan krisis global misalnya kasus di semenanjung Korea yang me­manas.

Tiga sektor unggulan yang mampu mendukung laju ekonomi pada 2017 yaitu industri pengolahan, pertanian, juga sektor perdagangan. Asumsi yang mendasari pemilihan sektor industri pengolahan adalah peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Data dari Bappenas menunjukkan bahwa sektor industri ini memberikan kontribusi terhadap perekonomian sebesar 21,7% dan terbesar jika dibanding sektor lain. Karena itu, sangat beralasan jika pemerintah me­metakan sektor industri pengolahan sebagai prioritas yang pertama dalam target untuk memacu pertum­buh­an pada 2017. Selain itu, peran sektor ini pada penyerapan tenaga kerja juga cukup besar yaitu 19,4% dan pada 2017 ditar­get me­nyerap 614.000 tenaga kerja.

Keyakinan terhadap peran sektor industri pengolahan tidak bisa terlepas dari rilis BPS sebagai perbandingan bahwa pertumbuhan triwulan II/2016 mencapai 5,18% atau naik dibanding periode yang sama pada 2015 yaitu 4,66% dan pada 2014 yaitu 4,96%. Kalkulasi dari ekonomi triwulan II dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong dari optimisme ekonomi yaitu kenaikan harga sejumlah komo­ditas unggulan, inflasi terkendali, penurunan BI rate, optimisme pasca-reshuffle dan sentimen ter­hadap investasi asing, serta per­baikan ekspor. As­pek lain yang juga perlu dicermati bahwa belanja peme­rintah kini naik menadi Rp474 triliun sehingga ini berpengaruh terhadap belanja modal bagi peng­gerak roda eko­nomi.

Meski demikian, prospek pertumbuhan tahun ini masih belum aman karena untuk me­realisasikan pertumbuhan se­tidaknya harus didukung pertumbuhan investasi 21%.

Komitmen Investasi
Urgensi investasi menjadi acuan untuk mendukung pertumbuhan 2017 dan karenanya kekecewaan Presiden Jokowi terkait investasi dari Arab menjadi beralasan. Terkait hal ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) harus bisa memacu daya tarik investasi karena target investasi pada 2017 mencapai Rp670 triliun dan pada 2018 naik menjadi Rp840 triliun.

Karena itu, beralasan jika Kepala BKPM Thomas Lembong gencar melakukan promosi investasi ke sejumlah negara demi me­nge­jar target perolehan investasi termasuk realisasinya. Di sisi lain memacu daya tarik investasi ke negara potensial seperti Singapura, AS, Jepang, Korsel, dan China juga perlu ditingkatkan, terutama untuk sejumlah proyek infrastruktur, bidang kelistrikan, dan manufaktur. Prospek investasi juga harus didukung iklim sospol dan kepastian regulasi. Karena itu, komitmen pemerintah mereduksi korupsi dan suap di sejumlah bidang menjadi acuan penting untuk memacu daya tarik investasi.

Konsekuensi peningkatan realisasi investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja yaitu mampu menyerap 327.170 tenaga kerja yang terdiri atas 190.610 dari proyek PMA dan sisanya 136.560 orang dari proyek PMDN. Fakta dari investasi dan peran sektor industri pengolahan sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi 2017 memberikan gambaran perekonomian 2017 cu­kup berat dan karenanya pemangkasan anggaran menjadi alternatif untuk memberikan stimulus terhadap ekonomi domestik.

Karena itu, pemerintah pusat dan daerah perlu membuat skala prioritas terhadap target pertumbuhan sehingga sinkron antara pembangunan nasional daerah sehingga target terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bisa tercapai.

Artinya, prioritas peran sektor industri pengolahan harus juga didukung peran daerah, terutama melalui program unggulan daerah dan potensi sumber daya lokal melalui basis ekonomi kreatif dan penggunaan dana desa secara maksimal.

(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7253 seconds (0.1#10.140)