Kemenko PMK dan PBNU Teken MoU Gerakan Nasional Revolusi Mental
A
A
A
JAKARTA - Ancaman perpecahan dan pudarnya karakter bangsa Indonesia menjadi perhatian serius pemerintah dan PBNU. Karena itu, pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menjalin kerja sama atau MoU dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
MoU ini ditandatangani langsung oleh Menko PMK Puan Maharani dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (3/5/2017). Penandatanganan MoU dihadiri para pengurus PBNU, sejumlah pejabat Kemenko PMK, termasuk Ketua Pokja Revolusi Mental Arif Budimanta.
Puan Maharani mengatakan, MoU dengan PBNU ini merupakan langkah nyata pemerintah untuk menjalankan revolusi mental secara efektif, yakni melakukan pembangunan karakter mental bangsa menuju Indonesia yang berdaulat, bermartabat, berketahanan, mandiri, dan berkepribadian.
"MoU ini sangat penting karena PBNU adalah ormas Islam terbesar yang konsisten menjaga Islam Nusantara dan tetap berjalan dengan komitmen mengawal NKRI. Sinergi pemerintah dengan NU melalui program-program pendidikan umum dan agama di pesantren akan sangat efektif dalam membangun revolusi mental," ujar Puan.
Dijelaskan Puan, bahwa PBNU yang memiliki sedikitnya 22 ribu pondok pesantren di Indonesia tentu harus digandeng dalam menggerakkan revolusi mental dan keutuhan bangsa. Demikian juga sebaliknya pemerintah pun harus hadir di pesantren untuk membangun sinergi.
"Dalam MoU ini juga terkait kesejahteraan, misalnya bagaimana Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar bisa masuk ke pesantren. Ini bagian dalam upaya menyiapkan putra putri bangsa Indonesia di masa depan yang memiliki tantangan global yang berat. Maka pemerintah dan NU harus bergotong royong. Revolusi mental harus dilakukan oleh semua lapisan dan diapresiasi NU sehingga saya optimis akan berjalan maksimal," jelas Puan.
Puan juga mengingatkan bahwa salah satu kerja sama juga terkait upaya melawan sikap intoleransi yang sudah masuk ke semua lapisan masyarakat. Karena itu. dengan kerja sama ini akan diperkuat langkah nyata menjaga toleransi.
"Misalnya bagaimana mengajarkan Pancasila dan nilai-nilai Pancasila juga masuk ke pesantren. Pendidikan agama harus bersama-sama dengan pendidikan umum. Kami menjalin kesepakatan melakukan pembangunan karakter bangsa dengan banyak jenis kegiatan yang akan kita gali," imbuh Puan.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan langkah menko PMK menggandeng PBNU sudah sangat tepat. Sebab yang masih punya jati diri dan karakter kebangsaan kuat salah satunya NU dengan ribuan pesantren di Indonesia.
"Yang masih punya jati diri dan integritas kuat adalah NU terutama santri pesantren. Kiai, ulama, tidak disuruh dan tak dibayar bahkan tak diminta tapi selalu dan setiap saat menasehati umat agar sabar, akur, selalu tolong menolong dan tetap optimis. Ini bentuk nyata bagaimana kiai kampung selalu konsisten membangun karakter bangsa dan jati diri bangsa," ujar Kiai Said.
Kiai Said menjelaskan, membangun karakter bangsa sangat penting dilakukan karena tantangan di era digital sangat berat. Bahkan, kemajuan IT telah membuat negara-negara di Timur Tengah ambruk karakternya.
"Gara-gara kemajuan IT mereka tak mampu mempertahankan jatidirinya. Kalau warga NU Insya Allah enggak terpengaruh," jelas Kiai Said.
MoU ini ditandatangani langsung oleh Menko PMK Puan Maharani dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (3/5/2017). Penandatanganan MoU dihadiri para pengurus PBNU, sejumlah pejabat Kemenko PMK, termasuk Ketua Pokja Revolusi Mental Arif Budimanta.
Puan Maharani mengatakan, MoU dengan PBNU ini merupakan langkah nyata pemerintah untuk menjalankan revolusi mental secara efektif, yakni melakukan pembangunan karakter mental bangsa menuju Indonesia yang berdaulat, bermartabat, berketahanan, mandiri, dan berkepribadian.
"MoU ini sangat penting karena PBNU adalah ormas Islam terbesar yang konsisten menjaga Islam Nusantara dan tetap berjalan dengan komitmen mengawal NKRI. Sinergi pemerintah dengan NU melalui program-program pendidikan umum dan agama di pesantren akan sangat efektif dalam membangun revolusi mental," ujar Puan.
Dijelaskan Puan, bahwa PBNU yang memiliki sedikitnya 22 ribu pondok pesantren di Indonesia tentu harus digandeng dalam menggerakkan revolusi mental dan keutuhan bangsa. Demikian juga sebaliknya pemerintah pun harus hadir di pesantren untuk membangun sinergi.
"Dalam MoU ini juga terkait kesejahteraan, misalnya bagaimana Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar bisa masuk ke pesantren. Ini bagian dalam upaya menyiapkan putra putri bangsa Indonesia di masa depan yang memiliki tantangan global yang berat. Maka pemerintah dan NU harus bergotong royong. Revolusi mental harus dilakukan oleh semua lapisan dan diapresiasi NU sehingga saya optimis akan berjalan maksimal," jelas Puan.
Puan juga mengingatkan bahwa salah satu kerja sama juga terkait upaya melawan sikap intoleransi yang sudah masuk ke semua lapisan masyarakat. Karena itu. dengan kerja sama ini akan diperkuat langkah nyata menjaga toleransi.
"Misalnya bagaimana mengajarkan Pancasila dan nilai-nilai Pancasila juga masuk ke pesantren. Pendidikan agama harus bersama-sama dengan pendidikan umum. Kami menjalin kesepakatan melakukan pembangunan karakter bangsa dengan banyak jenis kegiatan yang akan kita gali," imbuh Puan.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan langkah menko PMK menggandeng PBNU sudah sangat tepat. Sebab yang masih punya jati diri dan karakter kebangsaan kuat salah satunya NU dengan ribuan pesantren di Indonesia.
"Yang masih punya jati diri dan integritas kuat adalah NU terutama santri pesantren. Kiai, ulama, tidak disuruh dan tak dibayar bahkan tak diminta tapi selalu dan setiap saat menasehati umat agar sabar, akur, selalu tolong menolong dan tetap optimis. Ini bentuk nyata bagaimana kiai kampung selalu konsisten membangun karakter bangsa dan jati diri bangsa," ujar Kiai Said.
Kiai Said menjelaskan, membangun karakter bangsa sangat penting dilakukan karena tantangan di era digital sangat berat. Bahkan, kemajuan IT telah membuat negara-negara di Timur Tengah ambruk karakternya.
"Gara-gara kemajuan IT mereka tak mampu mempertahankan jatidirinya. Kalau warga NU Insya Allah enggak terpengaruh," jelas Kiai Said.
(kri)