PDIP Nilai Harusnya Tidak Ada Dikotomi Nasionalis dan Agama
A
A
A
JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengakui, pihaknya perlu hadir dalam forum keagamaan seperti rapat pleno yang dilaksanakan Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurutnya, forum itu efektif untuk menjelaskan posisi PDIP sebagai partai nasionalis dalam hubungannya dengan berbagai politik identitas yang ada di Indonesia seperti kalangan agama.
"Tidak ada lagi dikotomi antara nasionalis dan agama. Jadi tidak relevan mendikotomikan kebangsaan dan agama," ujar Basarah di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Basarah melanjutkan, antara nasionalis dan agama tidak bisa dipertentangkan satu sama lain. Sebab, para founding fathers telah sepakat bahwa hubungan keduanya telah dipertemukan dalam ideologi Pancasila.
Dia berpandangan, Pancasila harus menjadi acuan dasar. Pasalnya, konsep ini telah diterima masyarakat dan tokoh-tokoh Islam banyak memberikan masukan saat Pancasila diputuskan sebagai ideologi bangsa.
Selain itu, Basarah menambahkan, Pancasila sebagai penyeimbang antara berbagai macam aliran yang ada di Indonesia. Termasuk politik identitas dari kaum nasionalis dan agama yang hidup secara berdampingan.
"Kalau kaum nasionalis tidak berjalan dengan agama, maka bisa ke arah komunis dan liberalis. Sebaliknya, kalau kaum agama tidak berjalan dengan nasionalis, bisa membentuk konsep negara lain," pungkasnya.
Menurutnya, forum itu efektif untuk menjelaskan posisi PDIP sebagai partai nasionalis dalam hubungannya dengan berbagai politik identitas yang ada di Indonesia seperti kalangan agama.
"Tidak ada lagi dikotomi antara nasionalis dan agama. Jadi tidak relevan mendikotomikan kebangsaan dan agama," ujar Basarah di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Basarah melanjutkan, antara nasionalis dan agama tidak bisa dipertentangkan satu sama lain. Sebab, para founding fathers telah sepakat bahwa hubungan keduanya telah dipertemukan dalam ideologi Pancasila.
Dia berpandangan, Pancasila harus menjadi acuan dasar. Pasalnya, konsep ini telah diterima masyarakat dan tokoh-tokoh Islam banyak memberikan masukan saat Pancasila diputuskan sebagai ideologi bangsa.
Selain itu, Basarah menambahkan, Pancasila sebagai penyeimbang antara berbagai macam aliran yang ada di Indonesia. Termasuk politik identitas dari kaum nasionalis dan agama yang hidup secara berdampingan.
"Kalau kaum nasionalis tidak berjalan dengan agama, maka bisa ke arah komunis dan liberalis. Sebaliknya, kalau kaum agama tidak berjalan dengan nasionalis, bisa membentuk konsep negara lain," pungkasnya.
(kri)