Menanti Kapal Besar
A
A
A
PEMERINTAH sedang menanti kapal berkapasitas 10.000 TEUs untuk merapat ke Pelabuhan Tanjung Priok. Berita rencana kedatangan kapal raksasa tersebut pekan depan menjadi istimewa karena untuk pertama kali pelabuhan terbesar di Indonesia itu akan dilabuhi kapal superjumbo.
Dengan pelabuhan kapal besar di Tanjung Priok itu, pemerintah juga berharap kontainer tujuan Indonesia sudah tidak transit lagi di Singapura. Selain menurunkan biaya logistik, dampaknya juga dapat mempercepat proses pengiriman barang baik keluar maupun masuk ke Indonesia.
Seiring Pelabuhan Tanjung Priok berfungsi sebagai tempat pelabuhan kapal besar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikan jalan tol akses Tanjung Priok akhir pekan lalu.
Jalan tol akses Pelabuhan Tanjung Priok tersebut sempat mangkrak hampir sepuluh tahun karena terkendala pembebasan lahan dan gagal konstruksi sebanyak 69 tiang. Jalan tol akses pelabuhan sepanjang 11,4 kilometer (km) menelan biaya Rp5 triliun untuk pembebasan lahan dan konstruksi yang bersumber dari pinjaman Japan International Cooperation Agency (JICA).
Menurut kabar, kehadiran jalan bebas hambatan itu membuat perjalanan truk kontainer bisa menghemat waktu perjalanan hingga sejam. Selama ini kendaraan besar yang keluar-masuk Pelabuhan Tanjung Priok melalui jalan biasa sebab jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) belum tersambung ke pelabuhan.
Pemerintah mengklaim pelabuhan kapal raksasa di Pelabuhan Tanjung Priok merupakan sebuah terobosan sebagai upaya mendongkrak daya saing produk Indonesia ke luar negeri.
Keinginan pemerintah merangkul kapal besar berlabuh di Tanjung Priok adalah sebuah cita-cita lama, namun baru bisa diwujudkan. Sejak lama Pelabuhan Tanjung Priok sudah dirancang menjadi pelabuhan hub internasional melalui intensifikasi transshipment dengan pelayaran langsung (direct call) jarak jauh.
Sebelumnya, tepatnya pekan lalu, kapal Compagnie Maritime d’Afftement – Compagnie Generali Maritime (CMA-CGM) yang berukuran 8.500 TEUs sudah merapat di Pelabuhan Tanjung Priok. Kapal milik perusahaan pelayaran asal Prancis itu meladeni angkutan ekspor-impor dengan rute Pelabuhan Tanjung Priok ke West Coast, Los Angeles, Amerika Serikat.
Untuk menyambut kedatangan kapal berkapasitas 10.000 TEUs itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi (BKS) sudah menginspeksi kesiapan Pelabuhan Tanjung Priok dari berbagai sisi.
Bagi Menhub BKS, momen kedatangan kapal berukuran besar tersebut sebuah prestasi tersendiri sehingga mewanti-wanti semua pihak terkait untuk melakukan penyambutan sebaik mungkin.
Alasannya, ini momen kebangkitan Pelabuhan Tanjung Priok yang sudah dipersiapkan puluhan tahun untuk bersaing dengan pelabuhan negeri Jiran seperti Malaysia dan Singapura yang jauh lebih maju.
Selama ini pelabuhan yang menjadi kebanggaan negeri ini baru melayani kapal berkapasitas kecil seputaran 3.000 TEUs. Karena kapasitas kapal yang terbatas, konsolidasi kargo aktivitas ekspor dari berbagai daerah di Indonesia terpaksa dilakukan di Singapura.
Guna merangsang kapal-kapal besar bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II sedang menyiapkan berbagai insentif yang bersifat progresif. Insentif yang disiapkan terkait kapasitas kapal dan kargo yang diangkut.
Insentif tersebut sedang dirumuskan di antaranya insentif biaya sandar, biaya labuh, hingga biaya bongkar muat. Bersandarnya kapal-kapal besar membuat pemerintah dan manajemen Pelindo semakin optimistis menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai hub internasional. Para importir dan eksportir cukup mengumpulkan barang di Tanjung Priok, tak perlu di negara lain, sehingga biayanya bisa lebih murah.
Jalan tol akses ke pelabuhan sudah diresmikan dan kapal raksasa pun mulai bersandar di Tanjung Priok. Namun, masih ada pekerjaan rumah pemerintah yang masih harus dituntaskan, yakni waktu bongkar muat (dwelling time) yang masih panjang.
Persoalan waktu bongkar muat ini memang persoalan klasik yang menjadi “penyakit” Pelabuhan Tanjung Priok dari masa ke masa. Data yang dibeberkan Ketua Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) Nova Sofyan bahwa dwelling time untuk ekspor memang sudah rendah sekitar 2,7 hari, namun dwelling time buat impor masih cukup lama pada kisaran 3,9 hari.
Berdasarkan kajian Bank Dunia, satu di antara komponen dwelling time yaitu post clearance atau proses di pelabuhan. Terkait proses di Tanjung Priok, ternyata rata-rata waktu penarikan kapal hingga pelabuhan mencapai 4,6 jam terhitung masih lama. Kita berharap pembenahan semua persoalan di Pelabuhan Tanjung Priok bisa diatasi segera untuk menjadikan hub internasional.
Dengan pelabuhan kapal besar di Tanjung Priok itu, pemerintah juga berharap kontainer tujuan Indonesia sudah tidak transit lagi di Singapura. Selain menurunkan biaya logistik, dampaknya juga dapat mempercepat proses pengiriman barang baik keluar maupun masuk ke Indonesia.
Seiring Pelabuhan Tanjung Priok berfungsi sebagai tempat pelabuhan kapal besar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikan jalan tol akses Tanjung Priok akhir pekan lalu.
Jalan tol akses Pelabuhan Tanjung Priok tersebut sempat mangkrak hampir sepuluh tahun karena terkendala pembebasan lahan dan gagal konstruksi sebanyak 69 tiang. Jalan tol akses pelabuhan sepanjang 11,4 kilometer (km) menelan biaya Rp5 triliun untuk pembebasan lahan dan konstruksi yang bersumber dari pinjaman Japan International Cooperation Agency (JICA).
Menurut kabar, kehadiran jalan bebas hambatan itu membuat perjalanan truk kontainer bisa menghemat waktu perjalanan hingga sejam. Selama ini kendaraan besar yang keluar-masuk Pelabuhan Tanjung Priok melalui jalan biasa sebab jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) belum tersambung ke pelabuhan.
Pemerintah mengklaim pelabuhan kapal raksasa di Pelabuhan Tanjung Priok merupakan sebuah terobosan sebagai upaya mendongkrak daya saing produk Indonesia ke luar negeri.
Keinginan pemerintah merangkul kapal besar berlabuh di Tanjung Priok adalah sebuah cita-cita lama, namun baru bisa diwujudkan. Sejak lama Pelabuhan Tanjung Priok sudah dirancang menjadi pelabuhan hub internasional melalui intensifikasi transshipment dengan pelayaran langsung (direct call) jarak jauh.
Sebelumnya, tepatnya pekan lalu, kapal Compagnie Maritime d’Afftement – Compagnie Generali Maritime (CMA-CGM) yang berukuran 8.500 TEUs sudah merapat di Pelabuhan Tanjung Priok. Kapal milik perusahaan pelayaran asal Prancis itu meladeni angkutan ekspor-impor dengan rute Pelabuhan Tanjung Priok ke West Coast, Los Angeles, Amerika Serikat.
Untuk menyambut kedatangan kapal berkapasitas 10.000 TEUs itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi (BKS) sudah menginspeksi kesiapan Pelabuhan Tanjung Priok dari berbagai sisi.
Bagi Menhub BKS, momen kedatangan kapal berukuran besar tersebut sebuah prestasi tersendiri sehingga mewanti-wanti semua pihak terkait untuk melakukan penyambutan sebaik mungkin.
Alasannya, ini momen kebangkitan Pelabuhan Tanjung Priok yang sudah dipersiapkan puluhan tahun untuk bersaing dengan pelabuhan negeri Jiran seperti Malaysia dan Singapura yang jauh lebih maju.
Selama ini pelabuhan yang menjadi kebanggaan negeri ini baru melayani kapal berkapasitas kecil seputaran 3.000 TEUs. Karena kapasitas kapal yang terbatas, konsolidasi kargo aktivitas ekspor dari berbagai daerah di Indonesia terpaksa dilakukan di Singapura.
Guna merangsang kapal-kapal besar bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II sedang menyiapkan berbagai insentif yang bersifat progresif. Insentif yang disiapkan terkait kapasitas kapal dan kargo yang diangkut.
Insentif tersebut sedang dirumuskan di antaranya insentif biaya sandar, biaya labuh, hingga biaya bongkar muat. Bersandarnya kapal-kapal besar membuat pemerintah dan manajemen Pelindo semakin optimistis menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai hub internasional. Para importir dan eksportir cukup mengumpulkan barang di Tanjung Priok, tak perlu di negara lain, sehingga biayanya bisa lebih murah.
Jalan tol akses ke pelabuhan sudah diresmikan dan kapal raksasa pun mulai bersandar di Tanjung Priok. Namun, masih ada pekerjaan rumah pemerintah yang masih harus dituntaskan, yakni waktu bongkar muat (dwelling time) yang masih panjang.
Persoalan waktu bongkar muat ini memang persoalan klasik yang menjadi “penyakit” Pelabuhan Tanjung Priok dari masa ke masa. Data yang dibeberkan Ketua Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) Nova Sofyan bahwa dwelling time untuk ekspor memang sudah rendah sekitar 2,7 hari, namun dwelling time buat impor masih cukup lama pada kisaran 3,9 hari.
Berdasarkan kajian Bank Dunia, satu di antara komponen dwelling time yaitu post clearance atau proses di pelabuhan. Terkait proses di Tanjung Priok, ternyata rata-rata waktu penarikan kapal hingga pelabuhan mencapai 4,6 jam terhitung masih lama. Kita berharap pembenahan semua persoalan di Pelabuhan Tanjung Priok bisa diatasi segera untuk menjadikan hub internasional.
(poe)