KKP Cek Kapal Pesiar yang Tabrak Terumbu Karang di Raja Ampat
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus melakukan koordinasi secara cepat dan tanggap atas tragedi kandasnya kapal pesiar MV Caledonia Sky di kawasan konservasi perairan Raja Ampat, Papua.
Rapat koodinasi segera digelar bersama Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat untuk membahas tindak lanjut peristiwa tersebut.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Pengelolaan ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi melalui siaran pers KKP yang diterima SINDOnews, Selasa (14/3/2017). (Baca Juga: Terumbu Karang Raja Ampat Ditabrak, RI Siap Gugat Pemilik Kapal Pesiar )
Kepulauan Raja Ampat merupakan Kawasan Konservasi Perairan yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36/KEPMEN-KP/2014 tentang Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat di Provinsi Papua Barat.
Kandasnya kapal pesiar tersebut menjadi perhatian serius bagi pemerintah pusat maupun daerah mengenai pentingnya peraturan daerah tentang rencana zonasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai acuan dalam pengelolaan wisata bahari, tandasnya. (Baca Juga: Kapal Inggris Kandas di Raja Ampat dan Merusak Ekosistem Laut )
KKP memaparkan kronologi kandasnya Kapal Pesiar MV Caledonia Sky. Peristiwa itu terjadi pada Sabtu, 4 Maret pukul 12.41 WIT di sekitar Pulau Manswar Distrik Meos Manswar Kabupaten Raja Ampat.
Kru kapal tersebut berjumlah 79 personel dan 102 penumpang dari berbagai negara. Informasi sementara kandasnya kapal Pesiar MV Caledonian Sky diduga akibat nahkoda hanya memonitor GPS dan radar tanpa memperhitungkan pasang surut air (keadaan alam).
Kapal akhirnya dapat ditarik setelah menunggu air pasang tinggi. Terumbu karang di sekitar area kandas terumbu karang mengalami kerusakan. "Dari hasil pemeriksaaan, kerusakan terumbu karang diperkirankan mengalami kerusakan fisik mencapai 1.600 meter per segi," kata Brahmantya.
Brahmantya menambahkan dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyebutkan, dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang merusak terumbu karang yang menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang.
Selain itu, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 menyebutkan setiap orang wajib memenuhi ketentuan dalam kawasan konservasi.
Sementara pada Pasal 12 menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumberdaya ikan dan atau lingkungannya di wikayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP RI) .
Selain Undang-undang tersebut juga akan ditinjau dari Undang-Undang tentang Perlindungan Lingkungan Hidup dan undang-undang terkait lainnya.
Selanjutanya target tim bersama yang terdiri dari KKP, Kemenko Kemaritiman, KLHK, Kemhub, Kemenpar, Kemenkumham, Kejaksaan Agung serta Polri akan memastikan apakah penanganan kapal tersebut telah sesuai prosedur.
Selain itu juga akan mencari pihak-pihak yang ikut terlibat dalam penanganan kapal tersebut sampai dilepas dan memastikan siapa pemilik/agen kapal tersebut serta kelengkapan dokumen kapal.
"Juga akan mengumpulkan data pihak-pihak yang melakukan perhitungan pengukuran kerusakan untuk klaim ganti rugi (info sementara tim dari Universitas Papua), menggali informasi bagaimana tanggung jawab pihak kapal terhadap kerusakan yang ditimbulkan, " tutur Brahmantya.
Rencananya Rabu 15 Maret 2017 besok bertempat di Kantor Kemenko Bidang Kemaritiman akan dilaksanakan rapat koordinasi aksi cepat yang sebelumnya dilakukan Senin kemarin untuk melakukan tindakan kemungkinan proses hukum dan pengukuran valuasi ekonomi terhadap kerusakan terumbu karang, koordinasi ini disepakati oleh Kemenko Maritim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan KKP.
Rapat koodinasi segera digelar bersama Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat untuk membahas tindak lanjut peristiwa tersebut.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Pengelolaan ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi melalui siaran pers KKP yang diterima SINDOnews, Selasa (14/3/2017). (Baca Juga: Terumbu Karang Raja Ampat Ditabrak, RI Siap Gugat Pemilik Kapal Pesiar )
Kepulauan Raja Ampat merupakan Kawasan Konservasi Perairan yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36/KEPMEN-KP/2014 tentang Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat di Provinsi Papua Barat.
Kandasnya kapal pesiar tersebut menjadi perhatian serius bagi pemerintah pusat maupun daerah mengenai pentingnya peraturan daerah tentang rencana zonasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai acuan dalam pengelolaan wisata bahari, tandasnya. (Baca Juga: Kapal Inggris Kandas di Raja Ampat dan Merusak Ekosistem Laut )
KKP memaparkan kronologi kandasnya Kapal Pesiar MV Caledonia Sky. Peristiwa itu terjadi pada Sabtu, 4 Maret pukul 12.41 WIT di sekitar Pulau Manswar Distrik Meos Manswar Kabupaten Raja Ampat.
Kru kapal tersebut berjumlah 79 personel dan 102 penumpang dari berbagai negara. Informasi sementara kandasnya kapal Pesiar MV Caledonian Sky diduga akibat nahkoda hanya memonitor GPS dan radar tanpa memperhitungkan pasang surut air (keadaan alam).
Kapal akhirnya dapat ditarik setelah menunggu air pasang tinggi. Terumbu karang di sekitar area kandas terumbu karang mengalami kerusakan. "Dari hasil pemeriksaaan, kerusakan terumbu karang diperkirankan mengalami kerusakan fisik mencapai 1.600 meter per segi," kata Brahmantya.
Brahmantya menambahkan dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyebutkan, dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang merusak terumbu karang yang menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang.
Selain itu, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 menyebutkan setiap orang wajib memenuhi ketentuan dalam kawasan konservasi.
Sementara pada Pasal 12 menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumberdaya ikan dan atau lingkungannya di wikayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP RI) .
Selain Undang-undang tersebut juga akan ditinjau dari Undang-Undang tentang Perlindungan Lingkungan Hidup dan undang-undang terkait lainnya.
Selanjutanya target tim bersama yang terdiri dari KKP, Kemenko Kemaritiman, KLHK, Kemhub, Kemenpar, Kemenkumham, Kejaksaan Agung serta Polri akan memastikan apakah penanganan kapal tersebut telah sesuai prosedur.
Selain itu juga akan mencari pihak-pihak yang ikut terlibat dalam penanganan kapal tersebut sampai dilepas dan memastikan siapa pemilik/agen kapal tersebut serta kelengkapan dokumen kapal.
"Juga akan mengumpulkan data pihak-pihak yang melakukan perhitungan pengukuran kerusakan untuk klaim ganti rugi (info sementara tim dari Universitas Papua), menggali informasi bagaimana tanggung jawab pihak kapal terhadap kerusakan yang ditimbulkan, " tutur Brahmantya.
Rencananya Rabu 15 Maret 2017 besok bertempat di Kantor Kemenko Bidang Kemaritiman akan dilaksanakan rapat koordinasi aksi cepat yang sebelumnya dilakukan Senin kemarin untuk melakukan tindakan kemungkinan proses hukum dan pengukuran valuasi ekonomi terhadap kerusakan terumbu karang, koordinasi ini disepakati oleh Kemenko Maritim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan KKP.
(dam)