Efek Kejut dan Peringatan KPK
A
A
A
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo pada Jumat 3 Maret 2017 di Istana Presiden memberikan pernyataan yang cukup mengejutkan publik bahwa akan ada nama-nama besar yang akan terseret dalam kasus kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
“Mudah-mudahan tidak ada guncangan politik yang besar ya karena namanya yang akan disebutkan memang banyak sekali,” ungkap Agus kepada wartawan.
Sebelumnya pada 9 Februari Agus juga mengimbau agar anggota DPR menyerahkan uang yang terkait dengan kasus KTP-el. ”Kami imbau, bahkan di dalam pemeriksaan juga kita tanya apa bersedia jadi justice collaborator supaya masalah lebih terang-benderang,” sebut Agus saat itu.
Sehari sebelumnya KPK melalui juru bicaranya Febri Diansyah menyatakan bahwa total hingga saat itu ada uang Rp250 miliar yang sudah dikembalikan kepada penyidik atas kasus KTP-el.
Sebelum pernyataan Ketua KPK pada Jumat lalu tersebut, publik sudah menebak-nebak siapa saja yang mungkin tersandung kasus dugaan korupsi KTP-el.
Benar saja, tak lama berselang, nama-nama tenar anggota DPR yang pernah duduk di Komisi 2 DPR RI pun menyebar. Info yang beredar secara viral dan tak bisa dipastikan kebenarannya ini membetot perhatian publik
Nama-nama besar yang bermunculan secara viral ini tentu mengejutkan. Namun publik pun bisa memakluminya. Kasus dugaan korupsi KTP-el ini memang masih berkembang.
Salah satu perkembangan terbesarnya adalah pada bulan Desember lalu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Irman yang sudah ditersangkakan KPK dalam kasus ini mengajukan permohonan menjadi justice collaborator.
Sekalipun kasus ini berkembang dengan pesat, pendekatan KPK yang kerap berkomentar yang tidak seharusnya seperti mengenai nama besar ini tidak diperlukan. KPK harusnya fokus saja pada fungsinya sebagai pemberantas korupsi, sementara pertimbangan mengenai keramaian yang mungkin timbul bukan urusan KPK.
KPK harus ingat bahwa mereka adalah pemberantas korupsi. Mereka sama sekali tak perlu memberikan peringatan seperti ini. Bahkan peringatan seperti yang disampaikan KPK ini justru membahayakan bagi para komisioner.
Tentunya ketika diberi peringatan seperti ini, para pihak yang merasa dirinya mungkin terlibat akan makin panik. Kepanikan itu bisa jadi termanifestasi dalam serangan yang makin gencar kepada KPK.
Mengenai serangan yang mungkin terjadi, kita paham betul bahwa sekalipun KPK mengemban misi suci dengan orang-orang terpilih yang dianggap sama sucinya, tentunya kesalahan dari masa lalu selalu berpotensi untuk dikorek.
Tak tanggung-tanggung pimpinan KPK jilid 2 dan jilid 3 telah membuktikan hal tersebut. Serangan terhadap figur akhirnya menghabiskan energi KPK.
Dalam politik orang selalu sadar, masa lalu selalu ada. Kesalahan kecil di masa lalu akan menjadi besar jika dieksploitasi sedemikian rupa oleh pihak tertentu.
Yang tak kalah mengkhawatirkan, KPK akan kehilangan unsur kejut dari aksinya dalam membongkar kasus megaskandal seperti KTP-el ini. Andaikata KPK tidak melakukan pengumuman sama sekali mengenai kasus KTP-el yang sedang digarapnya, melainkan langsung melakukan penangkapan saja berdasarkan bukti yang dimiliki, akan ada efek kejut yang luar biasa.
Pengumuman Ketua KPK tersebut dengan sendirinya mengikis efek kejut itu. Para terduga pelaku sudah berusaha sedemikian rupa menutupi jejaknya.
Taruhlah KPK sudah yakin benar dengan bukti yang dimiliki, terduga koruptor pun punya banyak waktu untuk menegasikan bukti yang dimiliki KPK. Padahal KPK selalu mengatakan berperang melawan koruptor, kenapa KPK seperti lupa efek kejut adalah elemen dasar dari peperangan yang berhasil?
Ke depan KPK harus lebih sedikit berbicara dan memperbanyak aksi. Jangan sampai banyaknya bicara menghilangkan efek kejut KPK.
“Mudah-mudahan tidak ada guncangan politik yang besar ya karena namanya yang akan disebutkan memang banyak sekali,” ungkap Agus kepada wartawan.
Sebelumnya pada 9 Februari Agus juga mengimbau agar anggota DPR menyerahkan uang yang terkait dengan kasus KTP-el. ”Kami imbau, bahkan di dalam pemeriksaan juga kita tanya apa bersedia jadi justice collaborator supaya masalah lebih terang-benderang,” sebut Agus saat itu.
Sehari sebelumnya KPK melalui juru bicaranya Febri Diansyah menyatakan bahwa total hingga saat itu ada uang Rp250 miliar yang sudah dikembalikan kepada penyidik atas kasus KTP-el.
Sebelum pernyataan Ketua KPK pada Jumat lalu tersebut, publik sudah menebak-nebak siapa saja yang mungkin tersandung kasus dugaan korupsi KTP-el.
Benar saja, tak lama berselang, nama-nama tenar anggota DPR yang pernah duduk di Komisi 2 DPR RI pun menyebar. Info yang beredar secara viral dan tak bisa dipastikan kebenarannya ini membetot perhatian publik
Nama-nama besar yang bermunculan secara viral ini tentu mengejutkan. Namun publik pun bisa memakluminya. Kasus dugaan korupsi KTP-el ini memang masih berkembang.
Salah satu perkembangan terbesarnya adalah pada bulan Desember lalu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Irman yang sudah ditersangkakan KPK dalam kasus ini mengajukan permohonan menjadi justice collaborator.
Sekalipun kasus ini berkembang dengan pesat, pendekatan KPK yang kerap berkomentar yang tidak seharusnya seperti mengenai nama besar ini tidak diperlukan. KPK harusnya fokus saja pada fungsinya sebagai pemberantas korupsi, sementara pertimbangan mengenai keramaian yang mungkin timbul bukan urusan KPK.
KPK harus ingat bahwa mereka adalah pemberantas korupsi. Mereka sama sekali tak perlu memberikan peringatan seperti ini. Bahkan peringatan seperti yang disampaikan KPK ini justru membahayakan bagi para komisioner.
Tentunya ketika diberi peringatan seperti ini, para pihak yang merasa dirinya mungkin terlibat akan makin panik. Kepanikan itu bisa jadi termanifestasi dalam serangan yang makin gencar kepada KPK.
Mengenai serangan yang mungkin terjadi, kita paham betul bahwa sekalipun KPK mengemban misi suci dengan orang-orang terpilih yang dianggap sama sucinya, tentunya kesalahan dari masa lalu selalu berpotensi untuk dikorek.
Tak tanggung-tanggung pimpinan KPK jilid 2 dan jilid 3 telah membuktikan hal tersebut. Serangan terhadap figur akhirnya menghabiskan energi KPK.
Dalam politik orang selalu sadar, masa lalu selalu ada. Kesalahan kecil di masa lalu akan menjadi besar jika dieksploitasi sedemikian rupa oleh pihak tertentu.
Yang tak kalah mengkhawatirkan, KPK akan kehilangan unsur kejut dari aksinya dalam membongkar kasus megaskandal seperti KTP-el ini. Andaikata KPK tidak melakukan pengumuman sama sekali mengenai kasus KTP-el yang sedang digarapnya, melainkan langsung melakukan penangkapan saja berdasarkan bukti yang dimiliki, akan ada efek kejut yang luar biasa.
Pengumuman Ketua KPK tersebut dengan sendirinya mengikis efek kejut itu. Para terduga pelaku sudah berusaha sedemikian rupa menutupi jejaknya.
Taruhlah KPK sudah yakin benar dengan bukti yang dimiliki, terduga koruptor pun punya banyak waktu untuk menegasikan bukti yang dimiliki KPK. Padahal KPK selalu mengatakan berperang melawan koruptor, kenapa KPK seperti lupa efek kejut adalah elemen dasar dari peperangan yang berhasil?
Ke depan KPK harus lebih sedikit berbicara dan memperbanyak aksi. Jangan sampai banyaknya bicara menghilangkan efek kejut KPK.
(poe)