Ancaman Keamanan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) bersama dengan Mabes TNI AL dan U S Naval Postgraduates School (NPS) serta U S War College, menyelenggarakan Maritime Defense Littoral Environment.
Seminar yang berlangsung selama tiga hari sejak 28 Februari sampai dengan 2 Maret 2017 di Shangri La Hotel, Jakarta ini membahas berbagai isu strategis terkait dengan keamanan nasional Indonesia.
Beberapa pakar dari Amerika Serikat, seperti Prof Henseller, Prof Mc Cabe, Prof Wilson, Laksmana Cedric Pringle dan lain-lain, hadir dalam seminar tersebut. Sementara dari Indonesia hadir Prof Hasjim Djalal, Laksamana TNI (Purn) Dr Marsetio, Dr Arief Havas Oegroseno, Dr Nuning Kertopati, dan Dr Connie Rahkundini Bakrie.
Termasuk para pejabat dari Kemenko Polhukam, Kemhan, Kemlu, KKP, Mabes TNI, ketiga Mabes Angkatan, Bakamla dan Mabes Polri. Seminar ini membahas berbagai aspek keamanan nasional Indonesia sebagai negara kepulauan dan implementasi dari kebijakan pemerintah atas Poros Maritim Dunia.
Pembicara pada hari kedua adalah, Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Universitas Pertahanan (Unhan) Laksda TNI Dr Amarulla Octavian, yang membahas penggunaan dynamic system dalam maritime threat assessment baik yang bersifat ancaman tradisional maupun ancaman nontradisional.
Menurut Patrick Godman dari ODC Kedubes Amerika Serikat di Jakarta, mengapresiasi penyelenggaran kegiatan tersebut. "Seminar kali ini dinilai lebih komprehensif ketika diskusi memasuki berbagai metodologi dan lintas disiplin ilmu dalam melakukan security assessment," ujarnya, Kamis (2/3/2017).
Peserta seminar juga diberikan kesempatan untuk mendalami berbagai isu strategis yang dapat memengaruhi implementasi Poros Maritim Dunia sebagai bentuk kepentingan nasional Indonesia yang menjadi prioritas.
Dosen Unhan Nuning Kertopati memberikan apresiasi penggunaan dynamic system. "Data kualitatif yang ada akan dikuantifitatif agar dapat disusun berbagai model yang aplikatif. Dengan membangun model dalam bentuk persamaan matematika, maka berbagai skenario dapat disimulasikan untuk menetapkan prioritas kepentingan nasional sebagai negara maritim," kata mantan anggota Komisi I DPR dua periode tersebut.
Seminar yang berlangsung selama tiga hari sejak 28 Februari sampai dengan 2 Maret 2017 di Shangri La Hotel, Jakarta ini membahas berbagai isu strategis terkait dengan keamanan nasional Indonesia.
Beberapa pakar dari Amerika Serikat, seperti Prof Henseller, Prof Mc Cabe, Prof Wilson, Laksmana Cedric Pringle dan lain-lain, hadir dalam seminar tersebut. Sementara dari Indonesia hadir Prof Hasjim Djalal, Laksamana TNI (Purn) Dr Marsetio, Dr Arief Havas Oegroseno, Dr Nuning Kertopati, dan Dr Connie Rahkundini Bakrie.
Termasuk para pejabat dari Kemenko Polhukam, Kemhan, Kemlu, KKP, Mabes TNI, ketiga Mabes Angkatan, Bakamla dan Mabes Polri. Seminar ini membahas berbagai aspek keamanan nasional Indonesia sebagai negara kepulauan dan implementasi dari kebijakan pemerintah atas Poros Maritim Dunia.
Pembicara pada hari kedua adalah, Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Universitas Pertahanan (Unhan) Laksda TNI Dr Amarulla Octavian, yang membahas penggunaan dynamic system dalam maritime threat assessment baik yang bersifat ancaman tradisional maupun ancaman nontradisional.
Menurut Patrick Godman dari ODC Kedubes Amerika Serikat di Jakarta, mengapresiasi penyelenggaran kegiatan tersebut. "Seminar kali ini dinilai lebih komprehensif ketika diskusi memasuki berbagai metodologi dan lintas disiplin ilmu dalam melakukan security assessment," ujarnya, Kamis (2/3/2017).
Peserta seminar juga diberikan kesempatan untuk mendalami berbagai isu strategis yang dapat memengaruhi implementasi Poros Maritim Dunia sebagai bentuk kepentingan nasional Indonesia yang menjadi prioritas.
Dosen Unhan Nuning Kertopati memberikan apresiasi penggunaan dynamic system. "Data kualitatif yang ada akan dikuantifitatif agar dapat disusun berbagai model yang aplikatif. Dengan membangun model dalam bentuk persamaan matematika, maka berbagai skenario dapat disimulasikan untuk menetapkan prioritas kepentingan nasional sebagai negara maritim," kata mantan anggota Komisi I DPR dua periode tersebut.
(maf)