Merebut Sisa Suara di Putaran Kedua

Senin, 20 Februari 2017 - 07:35 WIB
Merebut Sisa Suara di...
Merebut Sisa Suara di Putaran Kedua
A A A
PASCAKEKALAHAN pasangan calon (paslon) nomor urut 1 pada Pilkada DKI Jakarta, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, dua kubu penantangnya ramai-ramai memperebutkan suara partai.

Kubu PDI Perjuangan yang mengusung pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat bersama Partai Nasdem, Golkar, dan Hanura mencoba mendekati empat partai pengusung Agus-Sylvi. Keempat partai yang didekati adalah Demokrat, PAN, PPP, dan PKB.

Namun, untuk mendekati keempat partai ini bukan hal mudah, karena keempatnya berada dalam koalisi yang dibentuk oleh Susilo Bambang Yudhonoyo (SBY).
Koalisi di bawah SBY secara psikologis tak mudah bergabung dengan koalisi yang dibentuk oleh Megawati Soekarnoputri.

Bila melihat koalisi pilkada di daerah lain, bisa saja PDI Perjuangan berkoalisi dengan Demokrat seperti yang terjadi di Aceh. Namun, untuk Pilkada DKI Jakarta tentu saja hal itu sulit diwujudkan.

Chemistry partai yang mengusung Agus-Sylvi akan lebih mudah bergabung dengan Partai Gerindra dan PKS yang mengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Meski hanya diusung oleh dua partai, koalisi yang digagas oleh Prabowo Subianto ini lebih menarik bagi keempat partai yang akan bertarung pada putaran kedua.

Terlepas dari berbagai analisis mengenai keempat partai yang kini terus berkonsolidasi untuk mengalihkan suaranya kepada dua paslon yang siap bertarung di putaran kedua, kondisi psikologis massa pemilih juga harus menjadi perhitungan para pemimpin partai.

Berdasarkan hasil penelitian berbagai lembaga survei, pemilih Basuki-Djarot memiliki soliditas dukungan yang sangat tinggi atau tidak mungkin mengubah pilihannya.

Demikian pula dengan pemilih Anies-Sandi. Dengan demikian, sisa suara sekitar 17% yang merupakan pemilih pasangan Agus-Sylvi akan mencari sosok pemimpin yang tidak jauh berbeda dari sosok pemimpin pilihannya yang gagal melanjutkan putaran kedua.

Pemilih Agus-Sylvi tentu masyarakat yang menginginkan pemimpin baru di Ibu Kota. Pemimpin yang dipilih juga tak dipersoalkan mengenai usianya yang masih muda dan mayoritas memilih dari sisi keimanan yang sama.

Figur SBY di balik lahirnya pasangan ini yang kemudian disebut-sebut terlalu berperan berlebihan—sehingga akhirnya menimbulkan kekalahan—ke depan peran yang bersangkutan tentu tak akan berpengaruh signifikan. Pada pemilihan kedua 19 April mendatang, masyarakat DKI Jakarta akan memberikan suaranya tak jauh dari pilihan pertama yang pernah dicoblosnya.

Mesin partai dua pasangan calon yang akan bertarung dua bulan ke depan tentu akan bekerja keras untuk mendapatkan simpati rakyat. Namun, pemilih Jakarta yang mayoritas adalah pendatang, memiliki perspektif sendiri dalam melihat sosok calon pemimpin.

Sebagai Ibu Kota, tentu warga Jakarta ingin agar pemimpinnya tak menghabiskan energi untuk hal-hal yang tidak penting dan sibuk menghadapi aksi demonstrasi. Fokus kerja dan perbaikan sarana prasarana kota menjadi target utama penduduk Jakarta memilih pemimpinnya.

Arena debat yang disiapkan satu kali oleh KPUD menjelang pemilihan putaran kedua, kembali menjadi ajang pamungkas untuk merebut hati warga. Tak seperti debat pada putaran pertama, tentu debat yang menghadirkan dua paslon akan terasa lebih sengit, karena keduanya harus saling meyakinkan visi, misi, dan programnya ke depan tanpa cela.

Memancing kelemahan masing-masing calon tak akan luput dari pertunjukan debat untuk saling menjebak. Masyarakat yang menonton acara tersebut tak akan lama untuk merespons dan memberi kritikan.

Mereka yang biasa eksis di dunia maya sibuk menjadi komentator dan memberikan penilaian. Setidaknya debat telah memberikan nilai tersendiri bagi pasangan calon yang bisa meyakinkan terjadinya perubahan.

Meski masing-masing partai sibuk berkonsolidasi dan mencari dukungan massanya, masyarakat tetap lebih yakin kepada sosok calon yang telah disodorkan di hadapannya. Partai akan lebih baik memberikan pembekalan kepada calonnya untuk merebut suara melalui ajang debat dan kampanye singkat.

Karena penduduk di kota lebih menaruh harapan kepada sosok calon yang memiliki integritas dan kualitas ketimbang melihat latar belakang partai yang mengusungnya. Putaran kedua nanti sekaligus menjadi pertarungan keyakinan masyarakat Ibu Kota untuk menentukan masa depan kotanya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1154 seconds (0.1#10.140)