Bawaslu: Banyak TPS Rawan Pelanggaran
A
A
A
JAKARTA - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak akan digelar pada 15 Februari 2017. Hasil pemetaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebutkan, hampir setiap daerah penyelenggara pilkada terdapat tempat pemungutan suara (TPS) yang rawan terjadi pelanggaran.
Anggota Bawaslu, Daniel Zuchron mengatakan, tujuan disampaikannya pemetaan kerawanan TPS sebagai antisipasi bagi penyelenggara maupun pihak terkait untuk memastikan proses pilkada berjalan lancar.
Terlebih proses pemungutan suara di TPS adalah tahapan paling bawah pada setiap pelaksanaan pilkada. “Memang penting hari ini disampaikan karena tugas utama pengawas adalah memastikan pemungutan suara berjalan lancar,” ucap Daniel saat menyampaikan hasil pemetaan kerawanan TPS di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Merespons hasil pemetaan, Bawaslu telah memerintahkan panitia pengawas (panwas) di daerah segera membekali pengawas TPS memahami kondisi tempat mereka bertugas.
Salah satunya mengetahui nomor TPS, menginventarisasi dan mencegah potensi pelanggaran serta kesulitan yang dihadapi saat maupun pasca hari pemungutan suara.
“Dari hasil temuan Bawaslu ini pengawas juga harus mengecek kembali temuan tersebut, tujuannya untuk menguji,” ucap Daniel.
Berdasarkan hasil pemetaan Bawaslu, Provinsi Papua Barat menduduki posisi teratas daerah dengan tingkat kerawanan TPS tertinggi dengan 6.824 TPS, disusul Aceh 4.010 TPS, Banten 3.857, Sulawesi Barat 3.157, DKI Jakarta 1.868, Gorontalo 482 TPS serta Bangka Belitung 244 TPS. Adapun jumlah TPS untuk Pilkada 2017 mencapai 101.725 TPS.
Pemetaan kerawanan TPS yang dilakukan Bawaslu menggunakan metode self assesment dengan variabel meliputi kerawanan data pemilih, ketersediaan logistik, keterlibatan penyelenggara negara, politik uang serta prosedur.
“Penelitian ini dilakukan sejak akhir tahun lalu berdasarkan apa yang dilaporkan pengawas di setiap daerah. Indikator yang disusun juga berdasarkan fakta empirik, laporan langsung pengawas kami di lapangan,” tutur Daniel.
Staf Ahli Bawaslu Rikson Nababan mengatakan, salah satu contoh kerawanan TPS mengenai data pemilih yang hingga hari ini belum tuntas.
Menurut dia, potensi permasalahan data pemilih ini akan mengganggu jalannya pemungutan suara di TPS.
“Permasalahan data pemilih pasca pencocokan dan penelitian (coklit) yang masih terbawa ke dalam DPT serta rekomendasi Bawaslu yang belum ditindaklanjuti oleh KPU bisa berdampak terhadap hak pilih warga,” ujar Rikson.
Hal lain yang menjadi perhatian Bawaslu adalah kurang telitinya KPU dalam mencatat perubahan status pemilih akibat ada warga yang meninggal dunia, menjadi anggota TNI/Polri hingga warga yang tinggal di wilayah abu-abu akibat relokasi, warga binaan serta yang tinggal di perbatasan.
“Untuk kerawanan TPS akibat ketersediaan logistik daerah yang mempunyai letak geografis sulit menjadi kekhawatiran. Logistik menjadi rusak atau jumlahnya berkurang,” kata Rikson
Anggota Bawaslu, Daniel Zuchron mengatakan, tujuan disampaikannya pemetaan kerawanan TPS sebagai antisipasi bagi penyelenggara maupun pihak terkait untuk memastikan proses pilkada berjalan lancar.
Terlebih proses pemungutan suara di TPS adalah tahapan paling bawah pada setiap pelaksanaan pilkada. “Memang penting hari ini disampaikan karena tugas utama pengawas adalah memastikan pemungutan suara berjalan lancar,” ucap Daniel saat menyampaikan hasil pemetaan kerawanan TPS di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Merespons hasil pemetaan, Bawaslu telah memerintahkan panitia pengawas (panwas) di daerah segera membekali pengawas TPS memahami kondisi tempat mereka bertugas.
Salah satunya mengetahui nomor TPS, menginventarisasi dan mencegah potensi pelanggaran serta kesulitan yang dihadapi saat maupun pasca hari pemungutan suara.
“Dari hasil temuan Bawaslu ini pengawas juga harus mengecek kembali temuan tersebut, tujuannya untuk menguji,” ucap Daniel.
Berdasarkan hasil pemetaan Bawaslu, Provinsi Papua Barat menduduki posisi teratas daerah dengan tingkat kerawanan TPS tertinggi dengan 6.824 TPS, disusul Aceh 4.010 TPS, Banten 3.857, Sulawesi Barat 3.157, DKI Jakarta 1.868, Gorontalo 482 TPS serta Bangka Belitung 244 TPS. Adapun jumlah TPS untuk Pilkada 2017 mencapai 101.725 TPS.
Pemetaan kerawanan TPS yang dilakukan Bawaslu menggunakan metode self assesment dengan variabel meliputi kerawanan data pemilih, ketersediaan logistik, keterlibatan penyelenggara negara, politik uang serta prosedur.
“Penelitian ini dilakukan sejak akhir tahun lalu berdasarkan apa yang dilaporkan pengawas di setiap daerah. Indikator yang disusun juga berdasarkan fakta empirik, laporan langsung pengawas kami di lapangan,” tutur Daniel.
Staf Ahli Bawaslu Rikson Nababan mengatakan, salah satu contoh kerawanan TPS mengenai data pemilih yang hingga hari ini belum tuntas.
Menurut dia, potensi permasalahan data pemilih ini akan mengganggu jalannya pemungutan suara di TPS.
“Permasalahan data pemilih pasca pencocokan dan penelitian (coklit) yang masih terbawa ke dalam DPT serta rekomendasi Bawaslu yang belum ditindaklanjuti oleh KPU bisa berdampak terhadap hak pilih warga,” ujar Rikson.
Hal lain yang menjadi perhatian Bawaslu adalah kurang telitinya KPU dalam mencatat perubahan status pemilih akibat ada warga yang meninggal dunia, menjadi anggota TNI/Polri hingga warga yang tinggal di wilayah abu-abu akibat relokasi, warga binaan serta yang tinggal di perbatasan.
“Untuk kerawanan TPS akibat ketersediaan logistik daerah yang mempunyai letak geografis sulit menjadi kekhawatiran. Logistik menjadi rusak atau jumlahnya berkurang,” kata Rikson
(dam)