Klarifikasi Kebijakan

Selasa, 10 Januari 2017 - 07:45 WIB
Klarifikasi Kebijakan
Klarifikasi Kebijakan
A A A
DALAM sepekan terakhir ini pemerintah sibuk memberi klarifikasi seputar kebijakan yang diberlakukan pada awal tahun ini. Mulai dari soal kenaikan biaya pembuatan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) yang melonjak tajam 100% hingga 300%.

Disusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi sebesar Rp300 per liter. Dan, merebaknya kabar kenaikan tarif listrik untuk kategori pelanggan rumah tangga.

Pemerintah dibuat kaget dengan munculnya protes secara bertubi-tubi dari masyarakat yang meminta penjelasan atas tiga kebijakan tersebut yang dinilai sangat tidak bersahabat. Publik pun bertanya-tanya, ada apa dengan pemerintah yang mengeluarkan sejumlah kebijakan, namun tak diiringi sosialisasi yang memadai sebelumnya?

Khusus seputar kabar kenaikan tarif listrik, Kepala Staf Presiden Teten Masduki turun langsung memberi klarifikasi yang menegaskan bahwa tidak ada kenaikan tarif listrik. Belum ada kebijakan pemerintah menaikkan tarif listrik, yang benar adalah kebijakan mengatur subsidi listrik menjadi tepat sasaran.

Pengaturan subsidi tepat sasaran yang dimaksud Teten adalah pelanggan listrik rumah tangga (R-1) 900 Volt Ampere (VA) berjumlah sebanyak 22,8 juta pelanggan yang layak mendapat subsidi hanya sekitar 4,1 juta, sedangkan 18,7 juta pelanggan sudah masuk kategori mampu sehingga tidak layak lagi disubsidi. Untuk pelanggan listrik 450 VA masih disubsidi sepenuhnya.

Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir mencoba meluruskan persepsi masyarakat yang dinilai keliru dalam merespons kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi listrik untuk sebagian besar pelanggan 900 VA.

Yang benar, penyesuaian tarif listrik, demikian mantan dirut BRI itu mengistilahkan, kepada masyarakat yang berdasarkan penilaian pemerintah masuk dalam kelompok masyarakat mampu membayar tarif listrik sesuai harga keekonomian. Jadi, Sofyan menyanggah bahwa pemerintah kian menambah beban masyarakat dengan menaikkan tarif listrik.

Dari mana pemerintah mendapatkan angka pelanggan listrik 900 VA sebanyak 18,7 juta yang sudah tidak layak disubsidi lagi? Angka tersebut berdasarkan kajian Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Sejak awal tahun lalu TNP2K bersama Badan Pusat Statistik (BPS) dan PLN telah melakukan survei pengguna listrik 900 VA yang miskin dan berhak menerima subsidi. Dari hasil survei gabungan tersebut, pemerintah meyakini tak salah lagi melepas subsidi sebanyak 18,7 juta pelanggan listrik 900 VA karena dinilai sudah mampu. Meski demikian, data yang disajikan TNP2K masih mengundang pro dan kontra soal keakuratannya.

Terlepas dari persoalan data yang akurat atau tidak soal pencabutan subsidi listrik itu, berdasarkan perhitungan pihak Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), pengeluaran anggaran negara bisa dihemat sekitar Rp20 triliun pada tahun ini kalau kebijakan tersebut diterapkan segera.

Angka penghematan yang cukup signifikan itu rencananya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan di desa yang belum tersentuh listrik. Data perusahaan pelat merah di bidang kelistrikan yang dipublikasi belum lama ini setidaknya terdapat 12.000 desa yang membutuhkan listrik.

Tahun ini Kementerian ESDM menargetkan rasio elektrifikasi mencapai 92,75%. Dengan demikian, tinggal sekitar 7,25% wilayah Indonesia yang belum berlistrik. Pemerintah optimistis target tersebut terealisasi menyusul beroperasinya sejumlah pembangkit listrik secara komersial (commercial operation date/COD) yang mencapai 4.487 MW.

Kalau semua berjalan sesuai rencana, pemerintah memastikan total kapasitas listrik akan meningkat menjadi 63.000 MW pada akhir tahun nanti. Sedangkan susut jaringan (losses) mengalami penurunan dari 8,87% pada 2015 menjadi 8,68% pada tahun lalu. Susut jaringan itu dipicu oleh pencurian listrik hingga buruknya kualitas jaringan.

Kita berharap data pelanggan listrik 900 VA sebanyak 18,7 juta yang sudah dinyatakan mampu alias bebas subsidi terjamin keakuratannya. Sebab, bisa dibayangkan kalau datanya tidak benar, dampaknya begitu besar terhadap daya beli masyarakat. Apalagi, jumlahnya mencapai puluhan juta pelanggan.
Pemerintah harus menyiapkan langkah antisipasi yang tepat dengan kriteria yang jelas, terutama yang masih layak menerima subsidi sebab tentu penanganannya bukan lagi sekadar klarifikasi dari pemerintah.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0674 seconds (0.1#10.140)