Sikap Arogansi Australia
A
A
A
TNI menghentikan sementara kerja sama militer dan pertahanan dengan Australia terkait sikap mereka yang melecehkan Pancasila dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Tindakan tegas ini patut diapresiasi demi menjaga marwah dan martabat bangsa.
Sikap arogan Australia ini bukan sekali ini. Dulu kita masih ingat bagaimana Australia mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dalam penyelesaian masalah Timor Timur, masalah Papua, masalah manusia perahu, hingga penyadapan yang dilakukan Pemerintah Australia terhadap para pejabat Indonesia. Dan, kini tindakan tidak terpuji Australia ini diulangi lagi dengan melecehkan Pancasila.
Manuver yang tak beretika para tentara Australia ini tentu tak bisa dibiarkan. Tentu bukan sahabat yang baik jika sampai berani melecehkan Pancasila sebagai dasar negara kita.
Arogansi Australia terhadap Indonesia sebenarnya merugikan mereka sendiri. Dari sisi pertahanan dan geopolitik, tentu tidak strategis jika Australia sampai bermasalah dengan Indonesia karena Indonesia merupakan benteng terakhir dalam menghadapi agresivitas China. Dan, kekuatan pertahanan Australia juga tidak tergolong kuat.
Sejak Perang Dunia II, Australia telah menggantungkan masalah pertahanan kepada Amerika Serikat (AS). Sejak 1951 Australia tergabung dalam pakta pertahanan Australia, New Zealand, and United States (ANZUS). Tak salah kalau kita menyebut Australia merupakan kaki tangan AS di Asia untuk menghadapi China.
Tapi, ingat, kebijakan AS di bawah Donald Trump nanti diyakini akan menganut inward looking strategy. Kebijakan AS ini tentu tidak menguntungkan Australia. Karena itu, mencari masalah dengan Indonesia merupakan langkah yang tidak aman bagi Australia.
Apalagi, sebenarnya Indonesia juga tidak terlalu bergantung pada Australia. Justru Australia yang ada ketergantungan dengan Indonesia, terutama soal pendidikan dan impor daging sapi.
Sebagai ilustrasi, saat ini ada sekitar 19.300 WNI yang menuntut ilmu di berbagai sekolah dan universitas di sana. Sedangkan untuk impor sapi, Indonesia mendatangkan sekitar 850.000 ekor dari Australia untuk 2016.
Kita tak bisa membayangkan kalau sampai kita menghentikan impor sapi dari negara tersebut. Atau, kita memboikot anak-anak kita untuk tidak bersekolah di sana. Tentu imbasnya akan serius untuk perekonomian Australia.
Ditambah lagi, dalam Australia Defense White Paper 2016 jelas di situ disebutkan bahwa Australia menganggap Indonesia merupakan mitra yang vital baik dari segi ekonomi, politik, hingga pertahanan. Dalam buku putih itu, Indonesia pada 2035 bahkan diyakini akan tumbuh menjadi kekuatan ekonomi dan pertahanan yang hebat.
Dan, Australia menyatakan perlu bekerja sama dengan Indonesia di berbagai bidang. Karena itu, pelecehan terhadap Pancasila ini sebagai bentuk inkonsistensi Australia terhadap garis kebijakannya sendiri.
Tapi, pertanyaannya, mengapa Australia masih saja terus seperti menganggap remeh Indonesia? Mungkin ini tak bisa dilepaskan dari kultur mereka.
Mereka memosisikan sebagai bagian dari kulit putih (Eropa atau AS) di Asia. Mereka merasa lebih superior di antara bangsa-bangsa Asia Tenggara. Selain itu, bisa juga Australia memiliki agenda tersembunyi untuk mengganggu Indonesia demi kepentingan mereka.
Karena itu, ketegasan terhadap Australia memang sangat diperlukan. Pertama, karena kejadian ini terus berulang. Karena itu, perlu langkah strategis untuk memberikan efek jera agar hubungan dua negara ke depan bisa terjalin baik dan setara.
Kedua, sebagai negara yang berdaulat, Indonesia tidak boleh berkompromi terhadap negara mana pun yang telah mencampuri urusan dalam negeri kita. Apalagi, kita juga tak pernah mencampuri urusan dalam negeri mereka meski kita semua tahu Australia juga punya masalah internal dengan suku Aborigin.
Meski begitu, kita tak boleh emosional dan harus menyelesaikan masalah ini dengan hati-hati dan kepala dingin agar hubungan dengan Australia bisa terjalin dengan baik dan saling menghormati.
Belajar dari masalah ini, kita harus segera menyusun strategi diplomasi yang baku untuk memanfaatkan hubungan dengan negara lain untuk kepentingan nasional Indonesia. Dan, yang terpenting, kita harus mampu menunjukkan kepada dunia bahwa hubungan antarnegara harus didasarkan atas saling menghormati dan saling menguntungkan.
Sikap arogan Australia ini bukan sekali ini. Dulu kita masih ingat bagaimana Australia mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dalam penyelesaian masalah Timor Timur, masalah Papua, masalah manusia perahu, hingga penyadapan yang dilakukan Pemerintah Australia terhadap para pejabat Indonesia. Dan, kini tindakan tidak terpuji Australia ini diulangi lagi dengan melecehkan Pancasila.
Manuver yang tak beretika para tentara Australia ini tentu tak bisa dibiarkan. Tentu bukan sahabat yang baik jika sampai berani melecehkan Pancasila sebagai dasar negara kita.
Arogansi Australia terhadap Indonesia sebenarnya merugikan mereka sendiri. Dari sisi pertahanan dan geopolitik, tentu tidak strategis jika Australia sampai bermasalah dengan Indonesia karena Indonesia merupakan benteng terakhir dalam menghadapi agresivitas China. Dan, kekuatan pertahanan Australia juga tidak tergolong kuat.
Sejak Perang Dunia II, Australia telah menggantungkan masalah pertahanan kepada Amerika Serikat (AS). Sejak 1951 Australia tergabung dalam pakta pertahanan Australia, New Zealand, and United States (ANZUS). Tak salah kalau kita menyebut Australia merupakan kaki tangan AS di Asia untuk menghadapi China.
Tapi, ingat, kebijakan AS di bawah Donald Trump nanti diyakini akan menganut inward looking strategy. Kebijakan AS ini tentu tidak menguntungkan Australia. Karena itu, mencari masalah dengan Indonesia merupakan langkah yang tidak aman bagi Australia.
Apalagi, sebenarnya Indonesia juga tidak terlalu bergantung pada Australia. Justru Australia yang ada ketergantungan dengan Indonesia, terutama soal pendidikan dan impor daging sapi.
Sebagai ilustrasi, saat ini ada sekitar 19.300 WNI yang menuntut ilmu di berbagai sekolah dan universitas di sana. Sedangkan untuk impor sapi, Indonesia mendatangkan sekitar 850.000 ekor dari Australia untuk 2016.
Kita tak bisa membayangkan kalau sampai kita menghentikan impor sapi dari negara tersebut. Atau, kita memboikot anak-anak kita untuk tidak bersekolah di sana. Tentu imbasnya akan serius untuk perekonomian Australia.
Ditambah lagi, dalam Australia Defense White Paper 2016 jelas di situ disebutkan bahwa Australia menganggap Indonesia merupakan mitra yang vital baik dari segi ekonomi, politik, hingga pertahanan. Dalam buku putih itu, Indonesia pada 2035 bahkan diyakini akan tumbuh menjadi kekuatan ekonomi dan pertahanan yang hebat.
Dan, Australia menyatakan perlu bekerja sama dengan Indonesia di berbagai bidang. Karena itu, pelecehan terhadap Pancasila ini sebagai bentuk inkonsistensi Australia terhadap garis kebijakannya sendiri.
Tapi, pertanyaannya, mengapa Australia masih saja terus seperti menganggap remeh Indonesia? Mungkin ini tak bisa dilepaskan dari kultur mereka.
Mereka memosisikan sebagai bagian dari kulit putih (Eropa atau AS) di Asia. Mereka merasa lebih superior di antara bangsa-bangsa Asia Tenggara. Selain itu, bisa juga Australia memiliki agenda tersembunyi untuk mengganggu Indonesia demi kepentingan mereka.
Karena itu, ketegasan terhadap Australia memang sangat diperlukan. Pertama, karena kejadian ini terus berulang. Karena itu, perlu langkah strategis untuk memberikan efek jera agar hubungan dua negara ke depan bisa terjalin baik dan setara.
Kedua, sebagai negara yang berdaulat, Indonesia tidak boleh berkompromi terhadap negara mana pun yang telah mencampuri urusan dalam negeri kita. Apalagi, kita juga tak pernah mencampuri urusan dalam negeri mereka meski kita semua tahu Australia juga punya masalah internal dengan suku Aborigin.
Meski begitu, kita tak boleh emosional dan harus menyelesaikan masalah ini dengan hati-hati dan kepala dingin agar hubungan dengan Australia bisa terjalin dengan baik dan saling menghormati.
Belajar dari masalah ini, kita harus segera menyusun strategi diplomasi yang baku untuk memanfaatkan hubungan dengan negara lain untuk kepentingan nasional Indonesia. Dan, yang terpenting, kita harus mampu menunjukkan kepada dunia bahwa hubungan antarnegara harus didasarkan atas saling menghormati dan saling menguntungkan.
(poe)