IJTI: Jangan Halangi Jurnalis dengan Ancaman dan Kekerasan
A
A
A
JAKARTA - Pers dan jurnalis merupakan salah satu elemen penting dalam kemajuan proses demokrasi di Tanah Air. Karena kemerdekaan pers selain sebagai alat kontrol sosial juga menjadi sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi guna memenuhi kebutuhan hakiki demi terwujudkan kehidupan yang lebih baik.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik memperoleh informasi yang benar, tugas dan kerja jurnalistik dilindungi oleh undang-undang (UU). Sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 8 yang menyebutkan wartawan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya.
Berkaca dari sejumlah peristiwa unjuk rasa di Ibu Kota maupun sejumlah daerah yang kerap kali menjadikan para jurnalis sebagai sasaran kekerasan baik oleh massa maupun aparat keamanan, maka Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyerukan kepada semua pihak menghormati dan tidak menghalang-halangi tugas para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya di lapangan.
"Siapapun yang menghalang-halangi dan melakukan ancaman serta tidak kekerasan terhadap jurnalis saat menjalankan tugasnya merupakan bentuk pelanggaran hukum pidana, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 UU Pers, di mana setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta," ujar Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana lewat rilis yang diterima Sindonews, Kamis (1/12/2016).
IJTI juga meminta kepada aparat kepolisian dan TNI untuk sungguh-sungguh menjaga, melindungi, dan menjamin keamanan para jurnalis saat menjalankan tugasnya.
Yadi menuturkan, masyarakat hendaknya memahami bahwa jurnalis dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan UU serta dilindungi oleh UU. Sehingga, ketidakpuasan terhadap media hendaknya disampaikan melalui jalur resmi yakni Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Jurnalis dalam menjalankan tugasnya wajib berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik. Setiap juga jurnalis harus menggunakan narasumber yang kredibel sehingga bisa menyejukkan dan tidak provokatif," katanya.
Menurut Yadi, media harus menjadi penerang di tengah banyaknya informasi yang tidak terkontrol dan cenderung menyesatkan yang beredar di media sosial. Karena itu, tambahnya, setiap produk pers harus mencerminkan kode etik, bertanggung jawab dan sesuai dengan perundangan yang berlaku.
"Media sebagai institusi pers yang merepresentasikan publik harus mampu menjaga independensinya sebagai pengawal demokrasi," tutupnya.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik memperoleh informasi yang benar, tugas dan kerja jurnalistik dilindungi oleh undang-undang (UU). Sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 8 yang menyebutkan wartawan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya.
Berkaca dari sejumlah peristiwa unjuk rasa di Ibu Kota maupun sejumlah daerah yang kerap kali menjadikan para jurnalis sebagai sasaran kekerasan baik oleh massa maupun aparat keamanan, maka Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyerukan kepada semua pihak menghormati dan tidak menghalang-halangi tugas para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya di lapangan.
"Siapapun yang menghalang-halangi dan melakukan ancaman serta tidak kekerasan terhadap jurnalis saat menjalankan tugasnya merupakan bentuk pelanggaran hukum pidana, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 UU Pers, di mana setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta," ujar Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana lewat rilis yang diterima Sindonews, Kamis (1/12/2016).
IJTI juga meminta kepada aparat kepolisian dan TNI untuk sungguh-sungguh menjaga, melindungi, dan menjamin keamanan para jurnalis saat menjalankan tugasnya.
Yadi menuturkan, masyarakat hendaknya memahami bahwa jurnalis dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan UU serta dilindungi oleh UU. Sehingga, ketidakpuasan terhadap media hendaknya disampaikan melalui jalur resmi yakni Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Jurnalis dalam menjalankan tugasnya wajib berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik. Setiap juga jurnalis harus menggunakan narasumber yang kredibel sehingga bisa menyejukkan dan tidak provokatif," katanya.
Menurut Yadi, media harus menjadi penerang di tengah banyaknya informasi yang tidak terkontrol dan cenderung menyesatkan yang beredar di media sosial. Karena itu, tambahnya, setiap produk pers harus mencerminkan kode etik, bertanggung jawab dan sesuai dengan perundangan yang berlaku.
"Media sebagai institusi pers yang merepresentasikan publik harus mampu menjaga independensinya sebagai pengawal demokrasi," tutupnya.
(kri)