Makar

Jum'at, 25 November 2016 - 07:11 WIB
Makar
Makar
A A A
MAKAR belakangan ini isu yang memanaskan suhu politik Tanah Air. Isu yang pertama kali dilemparkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Dia menyebut adanya pihak yang menunggangi rencana demonstrasi terkait penistaan agama yang dilakukan gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2 Desember nanti.

Isu tersebut pun secara langsung menohok gerakan yang dilakukan mereka yang berada di belakang Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). Hanya belum begitu jelas, apakah mereka yang mempunyai niat makar adalah para ulama atau kekuatan lain yang menungganginya.

Sejauh ini, isu tersebut terlihat bukan sekadar lontaran wacana, melainkan juga sudah menjadi tudingan serius. Indikasinya bisa dilihat dari maklumat yang dikeluarkan Polda Metro Jaya, yang salah satu poinnya menyinggung makar.

Di sisi lain, isu makar kian menggelinding dan mendapatkan verifikasinya seiring dengan kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke sejumlah kesatuan TNI dan komunikasi yang dibangun mantan gubernur DKI Jakarta tersebut dengan pimpinan koalisi partai politik pendukungnya.

Dalam logika politik awam, dengan manuver itu, Jokowi ingin memberi pesan bahwa TNI masih utuh dalam genggamannya dan partai koalisi masih utuh mendukungnya sehingga jangan coba-coba untuk melakukan makar.

Benarkah seserius itu kondisinya dan segenting itu persoalannya? Lontaran makar dalam perspektif hukum maupun politik memang secara alamiah menunjukkan gerakan serius dan tidak bisa disepelekan. Makar yang diarahkan dalam konteks menggulingkan pemerintahan, seperti diatur dalam Pasal 107 KUHP, dalam terminologi politik disebut kudeta.

Di Tanah Air, berkali-kali terjadi pertarungan kekuasaan yang berujung pada pergantian rezim. Misalnya pada 1967, MPRS dalam sidang MPRS 16 Februari menolak pertanggungjawaban Presiden Soekarno melalui pidato Nawaksara.

Di era pascareformasi, MPR RI menolak pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie, yang kemudian menutup peluangnya maju menjadi calon presiden melalui Sidang Umum MPR RI hasil Pemilu 1999. Presiden Gus Dur pun juga menjadi pertarungan kekuasaan melalui manuver Poros Tengah-Plus yang memakzulkannya dalam Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001. Namun, bahkan kondisi seperti itu pun tidak sampai masuk kategori makar. Lalu kenapa sekarang kita harus berpikir akan ada makar?

Berangkat dari pemahaman konseptual dan pengalaman yang ada, mereka yang mempunyai agenda makar atau kudeta tentu tidak bisa merencanakan aksi tersebut secara serampangan. Mereka harus terlebih dulu melakukan persiapan secara matang dalam segala aspek, termasuk mengonsolidasi dukungan parlemen dan militer.

Tanpa adanya konsolidasi kekuatan matang, rencana makar yang mereka lakukan sama dengan rencana bunuh diri. Karena jika kalah, kekuatan mereka akan diberangus dan para tokohnya akan dijerat pidana.

Dalam konteks dinamika politik saat ini, prakondisi akan terjadinya makar atau kudeta sebenarnya sangat lemah. Demonstrasi yang dilakukan GNPF MUI fokus untuk menuntut Ahok diproses hukum secara adil dan transparan serta ditahan terkait dugaan penistaan Al Maidah: 51.

Kalaupun demonstrasi menyinggung Jokowi, hal itu karena adanya kecurigaan mantan wali kota Solo tersebut melindungi Ahok. Jika kekhawatiran makar dikaitkan dengan pertemuan sejumlah tokoh nasional, tentu harus dipertanyakan siapa mereka dan kekuatan apa yang dimiliki. Pun jika dikaitkan dengan agenda menduduki DPR, ujung-ujungnya pasti harus dikembalikan apakah mereka mempunyai dukungan kekuatan di parlemen.

Dengan fakta demikian, tudingan akan adanya makar berlebihan. Jika membandingkan dengan pernyataan Menhan Ryamizard Ryacudu yang mengaku belum mendengar adanya upaya makar, bisa jadi informasi intelijen yang disampaikan belum terverifikasi kebenarannya atau informasi belum digodok secara matang hingga kesimpulan yang dihasilkan kurang akurat. Tetapi jika indikasi makar memang adanya, siapa pun yang di belakangnya hendaknya menghentikan agendanya, karena taruhannya akan sangat besar untuk bangsa ini.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0863 seconds (0.1#10.140)