Tax Amnesty Fokus UMKM
A
A
A
PENERIMAAN pengampunan pajak (tax amnesty) pada periode kedua masih melambat. Sejak diluncurkan awal Oktober lalu total tarif tebusan baru mencapai sekitar Rp1 triliun.
Angka tersebut sebagian besar berasal dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tarif tebusan yang masih kecil itu membuat pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk merancang strategi yang lebih jitu. Termasuk bagaimana meningkatkan sosialisasi pengampunan pajak kepada para wajib khususnya pelaku UMKM agar lebih maksimal sebagai salah satu calon peserta tax amnesty yang sangat potensial, selain para pengusaha besar yang sebagian sudah berpartisipasipada periodepertama taxamnesty, dimanapemerintah mengklaim sebagai sukses besar.
Akankah program pengampunan pajak pada periode kedua ini dengan fokus menggarap UMKM mengulang kesuksesan yang dicapai pada periode pertama? Untuk merangkul para pelaku UMKM berpartisipasi dalam program pengampunan pajak, pihak Ditjen Pajak telah memberikan berbagai kemudahan. Di antaranya pendaftaran bisa dilaksanakan secara bersama atau berkelompok.
Pelaku UMKM tidak perlu menyertakan data secara soft copy karena formulir sudah disiapkan. Berdasarkan data yang dipublikasikan Ditjen Pajak terungkap bahwa UMKM yang sudah mengikuti tax amnesty telah menembus angka sebanyak 1 juta atau sekitar 1,7% dari total 57,9 juta UMKM yang terdaftar di negeri ini.
Artinya, angka tersebut masih kecil sekali, namun lembaga penarik pajak tersebut optimistis pihak UMKM yang mengikuti program pengampunan pajak akan terus meningkat hingga akhir tahun ini seiring sosialisasi yang terus digencarkan. Menyebut UMKM sebagai salah satu sumber penerimaan pajak yang besar memang bukanlah sekadar isapan jempol.
Pihak Ditjen Pajak membenarkan sekitar 60% produk domestik bruto (PDB) Indonesia didukung dari UMKM. Itulah yang menjadi alasan mengapa para petugas pajak sekarang rajin masuk pasar-pasar dan mengajak para pedagang mengikuti program pengampunan pajak. Peran UMKM dalam kegiatan perekonomian di negara berpenduduk sebanyak 250 juta ini tak bisa dipandang enteng.
Meminjam istilah Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga bahwa UMKM adalah pahlawan pembangunan ekonomi. Sebagai tulang punggung perekonomian negara, UMKM sudah memperlihatkan betapa besar perannya ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi pada 1998.
Konglomerasi yang sudah menguasai perekonomian Indonesia sebelum krisis yang hanya dikendalikan segelintir orang luluh lantak digulung badai kehancuran ekonomi. Praktis, perekonomian Indonesia yang merayap di antara sela-sela krisis ekonomi hanya ditopang sepenuhnya oleh UMKM yang sebelumnya jarang dilirik sebagai sumber pembayar pajak yang sangat potensial.
Siapa saja yang masuk kategori pelaku UMKM? Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 20/2008 tentang UMKM, yang dimaksudkan UMKM adalah usaha dengan kekayaan bersih maksimal Rp10 miliar di luar tanah dan bangunan atau memiliki omzet maksimal sebesar Rp50 miliar per tahun.
Dari sebanyak 110 juta pekerja di Indonesia, sekitar 107 juta orang atau sekitar 97,3% yang berkiprah pada UMKM sebagai sektor informal. Dengan kata lain, hanya sekitar 2,7% atau sebanyak 3 juta orang yang bekerja pada perusahaan besar.
Dalam perkembangannya sebagian UMKM telah berbentuk badan usaha, di antaranya koperasi, commanditaire vennootschap (CV), dan perusahaan terbatas (PT) sebagai sektor formal. Melihat peran yang dimainkan UMKM begitu besar, kita berharap UMKM jangan hanya saat dibutuhkan baru diurus seperti saat ini ketika dijadikan sebagai garapan besar untuk mendongkrak penerimaan tebusan pengampunan pajak.
Memang, membayar pajak adalah kewajiban bagi setiap warga negara tak terkecuali pelaku UMKM. Karena itu, pemerintah harus fokus merawat sektor informal ini yang menyerap tenaga kerja begitu banyak. Dalam kondisi perekonomian yang masih melemah inilah saatnya pemerintah memberikan perhatian penuh untuk pemberdayaan pada UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
Angka tersebut sebagian besar berasal dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tarif tebusan yang masih kecil itu membuat pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk merancang strategi yang lebih jitu. Termasuk bagaimana meningkatkan sosialisasi pengampunan pajak kepada para wajib khususnya pelaku UMKM agar lebih maksimal sebagai salah satu calon peserta tax amnesty yang sangat potensial, selain para pengusaha besar yang sebagian sudah berpartisipasipada periodepertama taxamnesty, dimanapemerintah mengklaim sebagai sukses besar.
Akankah program pengampunan pajak pada periode kedua ini dengan fokus menggarap UMKM mengulang kesuksesan yang dicapai pada periode pertama? Untuk merangkul para pelaku UMKM berpartisipasi dalam program pengampunan pajak, pihak Ditjen Pajak telah memberikan berbagai kemudahan. Di antaranya pendaftaran bisa dilaksanakan secara bersama atau berkelompok.
Pelaku UMKM tidak perlu menyertakan data secara soft copy karena formulir sudah disiapkan. Berdasarkan data yang dipublikasikan Ditjen Pajak terungkap bahwa UMKM yang sudah mengikuti tax amnesty telah menembus angka sebanyak 1 juta atau sekitar 1,7% dari total 57,9 juta UMKM yang terdaftar di negeri ini.
Artinya, angka tersebut masih kecil sekali, namun lembaga penarik pajak tersebut optimistis pihak UMKM yang mengikuti program pengampunan pajak akan terus meningkat hingga akhir tahun ini seiring sosialisasi yang terus digencarkan. Menyebut UMKM sebagai salah satu sumber penerimaan pajak yang besar memang bukanlah sekadar isapan jempol.
Pihak Ditjen Pajak membenarkan sekitar 60% produk domestik bruto (PDB) Indonesia didukung dari UMKM. Itulah yang menjadi alasan mengapa para petugas pajak sekarang rajin masuk pasar-pasar dan mengajak para pedagang mengikuti program pengampunan pajak. Peran UMKM dalam kegiatan perekonomian di negara berpenduduk sebanyak 250 juta ini tak bisa dipandang enteng.
Meminjam istilah Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga bahwa UMKM adalah pahlawan pembangunan ekonomi. Sebagai tulang punggung perekonomian negara, UMKM sudah memperlihatkan betapa besar perannya ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi pada 1998.
Konglomerasi yang sudah menguasai perekonomian Indonesia sebelum krisis yang hanya dikendalikan segelintir orang luluh lantak digulung badai kehancuran ekonomi. Praktis, perekonomian Indonesia yang merayap di antara sela-sela krisis ekonomi hanya ditopang sepenuhnya oleh UMKM yang sebelumnya jarang dilirik sebagai sumber pembayar pajak yang sangat potensial.
Siapa saja yang masuk kategori pelaku UMKM? Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 20/2008 tentang UMKM, yang dimaksudkan UMKM adalah usaha dengan kekayaan bersih maksimal Rp10 miliar di luar tanah dan bangunan atau memiliki omzet maksimal sebesar Rp50 miliar per tahun.
Dari sebanyak 110 juta pekerja di Indonesia, sekitar 107 juta orang atau sekitar 97,3% yang berkiprah pada UMKM sebagai sektor informal. Dengan kata lain, hanya sekitar 2,7% atau sebanyak 3 juta orang yang bekerja pada perusahaan besar.
Dalam perkembangannya sebagian UMKM telah berbentuk badan usaha, di antaranya koperasi, commanditaire vennootschap (CV), dan perusahaan terbatas (PT) sebagai sektor formal. Melihat peran yang dimainkan UMKM begitu besar, kita berharap UMKM jangan hanya saat dibutuhkan baru diurus seperti saat ini ketika dijadikan sebagai garapan besar untuk mendongkrak penerimaan tebusan pengampunan pajak.
Memang, membayar pajak adalah kewajiban bagi setiap warga negara tak terkecuali pelaku UMKM. Karena itu, pemerintah harus fokus merawat sektor informal ini yang menyerap tenaga kerja begitu banyak. Dalam kondisi perekonomian yang masih melemah inilah saatnya pemerintah memberikan perhatian penuh untuk pemberdayaan pada UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
(poe)