Jangan Bikin Gaduh

Rabu, 16 November 2016 - 07:43 WIB
Jangan Bikin Gaduh
Jangan Bikin Gaduh
A A A
POLISI kemarin, Selasa 15 November 2016, melakukan gelar perkara kasus dugaan penistaan. Tujuan gelar perkara ini untuk meminta pendapat dari pihak terlapor dan pelapor serta pihak ketiga untuk menentukan apakah prosesnya dilanjutkan dari penyelidikan ke penyidikan.

Upaya polisi melakukan gelar perkara ini bagian dari bentuk transparansi penyelidikan kasus yang menyedot perhatian masyarakat Indonesia. Polisi menjanjikan hari ini ada keputusan apakah kasus dugaan penistaan agama yang dialamatkan kepada Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) layak untuk ditingkatkan ke dalam penyidikan.

Ada dua keputusan yang saat ini tengah dipertimbangkan kepolisian, yaitu melanjutkan ke penyidikan atau menghentikannya. Jika melanjutkan, artinya polisi menemukan indikasi yang kuat untuk menetapkan Ahok sebagai tersangka. Jika tidak, artinya materi laporan dan pihak terlapor dianggap tidak memenuhi tindak pidana.

Tentu, apa pun hasil yang diumumkan kepolisian hari ini tidak akan menimbulkan kegaduhan. Apa pun keputusannya, ada pihak-pihak yang merasa kecewa karena baik pihak terlapor maupun pelapor sama-sama meyakini pihaknya yang benar.

Sebelumnya semua pihak baik Majelis Ulama Indonesia (MUI), pimpinan DPR, Wapres Jusuf Kalla maupun Presiden Joko Widodo meminta semua pihak untuk menahan diri dan menyerahkan kasus tersebut kepada kepolisian. Tokoh-tokoh itu meminta semua pihak tidak membuat kegaduhan atas kasus tersebut.

Bahkan beberapa tokoh juga meminta tidak ada aksi lagi pascaaksi damai 4 November 2016 lalu. Jadi apa pun keputusan kepolisian hari ini tidak ada kegaduhan lagi baik di dunia maya (internet) maupun dunia nyata. Apalagi adanya aksi susulan yang seolah menandingi aksi sebelumnya, tampaknya bukan cara yang bijak. Akan lebih baik semua pihak menahan diri menanti keputusan kepolisian.

Lalu apakah semua pihak bisa menerima keputusan kepolisian? Tampaknya memang agak sulit meskipun bisa dilakukan. Mengacu pada kasus Ahok, beberapa tokoh juga mendesak polisi (selain agar transparan) juga menjunjung rasa keadilan rakyat karena memang hal itu yang menjadi dasar dari tatanan hukum.

Artinya polisi harus mengedepankan prinsip keadilan rakyat, tidak semata pada hukum formal. Polisi harus mampu merekam kondisi di masyarakat agar bisa menangkap rasa keadilan yang diinginkan masyarakat.

Ini menjadi pertaruhan polisi, jika gagal menangkap rasa keadilan rakyat, yang terjadi akan terjadi adalah kemarahan. Kemarahan yang terjadi bukan hanya diwujudkan dengan aksi turun ke jalan, tetapi juga semakin tidak percaya terhadap institusi kepolisian beserta semua perangkatnya.

Sekali lagi ini menjadi pertaruhan kepolisian. Jika memang hasilnya tidak bisa dilanjutkan pada tahap penyidikan, polisi harus punya argumentasi yang kuat, menjelaskan kepada masyarakat bahwa keputusan mereka didasari keadilan rakyat.

Begitu juga jika memang melanjutkan kasus ke penyidikan, polisi harus memiliki alasan yang kuat. Jika tidak mampu menjelaskan kepada masyarakat dengan baik, yang akan muncul adalah kegaduhan baru dan tentu ini tidak kita inginkan. Saat ini memang bola ada di tangan kepolisian.

Sepertinya memang tidak fair jika semua beban ini ditumpukan kepada polisi. Memang ada peran tokoh masyarakat dan kita semua untuk bisa menjaga agar tidak terjadi kegaduhan dalam menyikapi keputusan polisi hari ini.

Caranya dengan menerima dengan lapang dada apa pun hasilnya yang akan diumumkan oleh kepolisian. Toh, jika memang mengacu pada aturan hukum yang berlaku, adalah kewenangan kepolisian untuk mengambil keputusan. Dengan cara menerima hasil secara lapang dada, artinya pihak yang tidak puas dengan keputusan kepolisian bisa menahan diri untuk tidak terlalu meluapkan emosinya dengan melakukan tindakan-tindakan yang kontradiktif.

Kita semua memiliki tanggung jawab untuk membawa demokrasi ke arah yang lebih baik, tentu dengan kata damai. Keputusan dari hasil demokrasi memang tidak akan memuasakan semua pihak.

Artinya bukan sekadar keputusan itu yang penting, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kita menyikapi keputusan ini. Jika memang masyarakat menganggap seseorang tidak layak dianggap memimpin, rakyat punya hak untuk menolaknya dengan cara tidak memilih.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8465 seconds (0.1#10.140)