Kampanye Hitam di Media Sosial Terancam Pidana
A
A
A
JAKARTA - Polda Metro Jaya tidak segan-segan memidanakan pihak-pihak yang menyebarkan berita bohong atau melakukan kampanye hitam di media sosial. Tindakan tegas ini untuk menjamin ketertiban dan keamanan masyarakat dalam berdemokrasi.
“Mereka yang melakukan provokasi atau melawan hukum harus ditindak tegas,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan, seperti dikutip dari Koran SINDO, Selasa (1/11/2016).
Menurut Iriawan, oknum provokator di media sosial harus berhenti melakukan aksi memecah belah demokrasi. Warga DKI Jakarta saat ini sudah cerdas memilah-milah informasi yang tersebar. Apalagi, Jakarta menjadi barometer bagi pelaksanaan pilkada di Indonesia.
Hal senada diungkapkan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengimbau masyarakat tidak terpancing dengan berita kebencian atau kebohongan (hoax ) di media sosial menjelang penyelenggaraan pilkada serentak Februari 2017.
Saat ini Mabes Polri telah melakukan patroli siber di dunia maya untuk memantau pergerakan pendukung masing-masing pasangan calon.
Boy menekankan agar masyarakat tidak percaya terhadap informasi yang disebar melalui BlackBerry Messenger (BBM) atau WhatsApp . “Kita akan proses pelaku penyebaran.
Informasi yang disebarkan melalui pesan singkat atau media sosial perlu di-crosscheck , jangan langsung terprovokasi,” katanya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Muhammad Fadil Imran menuturkan, tim khusus patroli siber terdiri atas 20 orang yang akan mengawasi media sosial selama 24 jam.
“Sampai saat ini kami sudah terima 3-4 laporan terkait hate speech dan telah diproses oleh tim penyidik,” ucapnya.
Menurut pengamat politik Voxpol Center Research and Consulting (VCRC) Pangi Syarwi Chaniago, penggunaan media sosial yang tidak tepat oleh tiga pasangan calon akan mencederai nilai-nilai demokrasi.
“Ini menjadi bagian dari aksesori demokrasi, namun kalau ini tak bisa digunakan dengan baik akan menjadi anak haram demokrasi. Mereka berbahaya bagi sang kontestan pesaing juga bisa memundurkan demokrasi,” ungkapnya.
Dia mengimbau masyarakat, khususnya yang terlibat aktif dan mendukung salah satu kandidat, agar berhati-hati menggunakan media sosial.
“Apalagi netizen yang menggunakan akun tak mendapat pendidikan politik yang cukup matang, mereka menggunakan akun-akun tersebut untuk merobohkan bangunan demokrasi,” ujar Pangi.
“Mereka yang melakukan provokasi atau melawan hukum harus ditindak tegas,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan, seperti dikutip dari Koran SINDO, Selasa (1/11/2016).
Menurut Iriawan, oknum provokator di media sosial harus berhenti melakukan aksi memecah belah demokrasi. Warga DKI Jakarta saat ini sudah cerdas memilah-milah informasi yang tersebar. Apalagi, Jakarta menjadi barometer bagi pelaksanaan pilkada di Indonesia.
Hal senada diungkapkan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengimbau masyarakat tidak terpancing dengan berita kebencian atau kebohongan (hoax ) di media sosial menjelang penyelenggaraan pilkada serentak Februari 2017.
Saat ini Mabes Polri telah melakukan patroli siber di dunia maya untuk memantau pergerakan pendukung masing-masing pasangan calon.
Boy menekankan agar masyarakat tidak percaya terhadap informasi yang disebar melalui BlackBerry Messenger (BBM) atau WhatsApp . “Kita akan proses pelaku penyebaran.
Informasi yang disebarkan melalui pesan singkat atau media sosial perlu di-crosscheck , jangan langsung terprovokasi,” katanya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Muhammad Fadil Imran menuturkan, tim khusus patroli siber terdiri atas 20 orang yang akan mengawasi media sosial selama 24 jam.
“Sampai saat ini kami sudah terima 3-4 laporan terkait hate speech dan telah diproses oleh tim penyidik,” ucapnya.
Menurut pengamat politik Voxpol Center Research and Consulting (VCRC) Pangi Syarwi Chaniago, penggunaan media sosial yang tidak tepat oleh tiga pasangan calon akan mencederai nilai-nilai demokrasi.
“Ini menjadi bagian dari aksesori demokrasi, namun kalau ini tak bisa digunakan dengan baik akan menjadi anak haram demokrasi. Mereka berbahaya bagi sang kontestan pesaing juga bisa memundurkan demokrasi,” ungkapnya.
Dia mengimbau masyarakat, khususnya yang terlibat aktif dan mendukung salah satu kandidat, agar berhati-hati menggunakan media sosial.
“Apalagi netizen yang menggunakan akun tak mendapat pendidikan politik yang cukup matang, mereka menggunakan akun-akun tersebut untuk merobohkan bangunan demokrasi,” ujar Pangi.
(maf)