Tersangka Suap Sebut 20 Anggota Komisi V DPR Terima Uang
A
A
A
JAKARTA - Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) nonaktif Amran HI Mustary mengungkap adanya 20 anggota dan pimpinan Komisi V DPR menerima uang suap.
Fakta itu disampaikan Hendra Karianga selaku kuasa hukum Amran HI Mustary usai mendampingi Amran menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (28/10/2016) malam.
Amran adalah tersangka penerima suap dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Suap terkait dengan pengusulan program aspirasi proyek-proyek rekonstruksi jalan dan pengesahan APBN 2016 Kementerian PUPR. Proyek-proyek tersebut berada di bawah BPJN IX.
Hendra Karianga menuturkan, dari pemeriksaan Amran, penyidik mendalami tentang 20 anggota Komisi V DPR yang melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Maluku pada Agustus 2015.
Pendalaman dan pertanyaan dilakukan penyidik karena 20 anggota Komisi V tersebut sudah menerima uang dari Abdul Khoir melalui Amran.
Amran ditanya siapa saja nama-nama Komisi V tersebut dan berapa jumlah yang diterima. "Nah untuk 20 anggota Komisi V, 20 orang yang ikut kunker itu semua dapat. Itu sebagian diserahkan melalui Khoir, sebagian melalui Pak Amran," kata Hendra di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (28/10/2016) malam.
Dia membeberkan, total uang suap dari Khoir yang diterima 20 anggota DPR tersebut nilai totalnya Rp445 juta. Hendra merincikan pembagian uang tersebut.
"Semua dapat. Dari Rp445 juta dibagi ke semua, pimpinan juga. Yang lewat Amran itu 8 orang, sisa yang diserahkan langsung lewat Abdul Khoir," katanya.
Hendra memaparkan, dari kunker tersebut kemudian muncul jatah proyek program aspirasi untuk 50-an anggota Komisi V, baik berstatus anggota, ketua kelompok fraksi (kapoksi) maupun pimpinan Komisi V.
Menurut Hendra, fakta tersebut sudah terungkap jelas dalam persidangan Khoir, Damayanti, dua teman sosialita Damayanti, dan anggota Komisi V yang sudah dirotasi ke Komisi X dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.
Artinya, program aspirasi dalam bentuk proyek bukan hanya untuk terdakwa Damanti, terdakwa Supriyanto, dan tersangka anggota Komisi V Andi Taufan Tiro.
"Faktanya seperti itu. Seharusnya semua (20 anggota Komisi V) yang menerima itu tersangka. Mereka kan terima (suap), ya namanya suap itu yang menyerahkan dan yang menerima kan kena. Enggak boleh dong dibiarkan, semua harus diperiksa dan diproses," tuturnya.
Fakta itu disampaikan Hendra Karianga selaku kuasa hukum Amran HI Mustary usai mendampingi Amran menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (28/10/2016) malam.
Amran adalah tersangka penerima suap dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Suap terkait dengan pengusulan program aspirasi proyek-proyek rekonstruksi jalan dan pengesahan APBN 2016 Kementerian PUPR. Proyek-proyek tersebut berada di bawah BPJN IX.
Hendra Karianga menuturkan, dari pemeriksaan Amran, penyidik mendalami tentang 20 anggota Komisi V DPR yang melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Maluku pada Agustus 2015.
Pendalaman dan pertanyaan dilakukan penyidik karena 20 anggota Komisi V tersebut sudah menerima uang dari Abdul Khoir melalui Amran.
Amran ditanya siapa saja nama-nama Komisi V tersebut dan berapa jumlah yang diterima. "Nah untuk 20 anggota Komisi V, 20 orang yang ikut kunker itu semua dapat. Itu sebagian diserahkan melalui Khoir, sebagian melalui Pak Amran," kata Hendra di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (28/10/2016) malam.
Dia membeberkan, total uang suap dari Khoir yang diterima 20 anggota DPR tersebut nilai totalnya Rp445 juta. Hendra merincikan pembagian uang tersebut.
"Semua dapat. Dari Rp445 juta dibagi ke semua, pimpinan juga. Yang lewat Amran itu 8 orang, sisa yang diserahkan langsung lewat Abdul Khoir," katanya.
Hendra memaparkan, dari kunker tersebut kemudian muncul jatah proyek program aspirasi untuk 50-an anggota Komisi V, baik berstatus anggota, ketua kelompok fraksi (kapoksi) maupun pimpinan Komisi V.
Menurut Hendra, fakta tersebut sudah terungkap jelas dalam persidangan Khoir, Damayanti, dua teman sosialita Damayanti, dan anggota Komisi V yang sudah dirotasi ke Komisi X dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.
Artinya, program aspirasi dalam bentuk proyek bukan hanya untuk terdakwa Damanti, terdakwa Supriyanto, dan tersangka anggota Komisi V Andi Taufan Tiro.
"Faktanya seperti itu. Seharusnya semua (20 anggota Komisi V) yang menerima itu tersangka. Mereka kan terima (suap), ya namanya suap itu yang menyerahkan dan yang menerima kan kena. Enggak boleh dong dibiarkan, semua harus diperiksa dan diproses," tuturnya.
(dam)