Negeri Banjir

Rabu, 26 Oktober 2016 - 08:47 WIB
Negeri Banjir
Negeri Banjir
A A A
PANTASKAH Indonesia dikatakan negeri banjir? Jika mengacu pada peristiwa di Bandung, Senin (24/10) atau daerah-daerah di Tanah Air seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Jawa Tengah, dan DKI Jakarta serta dari studi World Resources Institute (WRI) 2015, cukup pantas negeri ini dikatakan sebagai negeri banjir.

Banjir di Bandung, Jawa Barat memang bukan hal yang baru, namun melihat derasnya arus di beberapa kawasan tentu bukan kejadian yang biasa. Begitu juga dengan DKI Jakarta yang jika satu hari diguyur hujan, beberapa wilayah tergenang air hingga 2 meter. Kawasan elite Kemang, Jakarta Selatan tahun ini menyedot perhatian kita semua, betapa sebuah kawasan yang semestinya aman justru terkena banjir. Begitu juga dengan beberapa provinsi di Indonesia.

Jika mengacu pada studi WRI di 2015, Indonesia memang bukan yang nomor satu untuk urusan banjir. Menurut WRI India, Bangladesh, China, Vietnam, dan Pakistan masih lebih parah dari Indonesia. Selain negara-negara tersebut, masih ada negara-negara yang dikatakan WRI sebagai rawan banjir.

Di Indonesia tercatat sekitar 0,64 juta penduduknya rawan terkena banjir. Dari sisi korban jiwa maupun kerugian materiil pun, WRI mencatat bukan Indonesia yang terbesar. Adalah China yang teratas dengan korban jiwa paling banyak, sekitar 3,7 juta penduduk saat banjir menerjang pada Juli 1931. Sedangkan kerugian besar dari kurun waktu 1990-2005, banjir di Yangtze Songhua, China pada 1998 yang terbesar yaitu USD30,7.

Jakarta sebagai ibu kota Indonesia adalah daerah yang sangat rawan banjir. Kenapa, pertama, karena permukaan tanah wilayah Jakarta di bawah permukaan air. Begitu juga dengan New York, Amerika Serikat atau Amsterdam, Belanda.

Namun, dua negara terakhir mempunyai solusi yang jitu untuk meredam banjir air pasang yang acapkali terjadi. Kedua, persoalan tata kota. Bagaimana bangunan-bangunan di Jakarta jauh dari kata aman banjir.

Bukan hanya wilayah-wilayah slum area atau kawasan bantaran sungai yang didirikan bangunan, tapi gedung-gedung bertingkat di Jakarta juga seolah berlomba yang membuat resapan air menurun, bahkan hilang.

Ketiga, kebiasaan masyarakat Jakarta yang membuang sampah di sungai. Betapa beberapa kali peristiwa banjir, beberapa aliran sungai tersumbat sampah. Keempat, penyempitan aliran sungai yang disebabkan kurang perawatan ataupun bantaran yang didirikan bangunan.

Bagaimana daerah lain di Indonesia selain Jakarta? Tampaknya persoalannya adalah tak jauh dari Jakarta terutama tata kota. Pemerintah belum bisa bertindak tegas tentang bagaimana menata kota untuk menghindari banjir.

Gedung-gedung harus diawasi tentang amdalnya begitu juga dengan bangunan-bangunan di bantaran sungai yang harus disterilkan. Belum lagi bangunan-bangunan di kawasan serapan air, terutama di kawasan dataran tinggi.

Dalih untuk meningkatkan wisata, justru ancaman bencana yang diterima. Belum lagi illegal logging yang belum bisa ditindak hingga wilayah hutan yang semestinya tempat menyimpan air hilang. Sedangkan bendungan tempat menyimpan air juga tidak dibangun atau dimaksimalkan.

Harus diakui, pemerintah masih lemah dalam penataan kota. Sungai yang menjadi salah satu urat nadi bangsa ini (karena 2/3 wilayah Indonesia laut) seolah masih dianaktirikan. Jika melihat pada peristiwa-peristiwa banjir setiap tahunnya (sudah menjadi langganan) dan studi dari WRI, pemerintah baik pusat maupun daerah harus mempunyai solusi yang konkret untuk mengatasi ini.

Pemerintah pusat dan daerah harus mempunyai master plan untuk mengatasi ini. Sebutan bahwa Indonesia adalah negeri banjir harus segera dihilangkan. Caranya dengan menjawab persoalan-persoalan di atas dengan maksimal. Beberapa daerah sudah mampu menjawab ini dan terbebas dari banjir.

Namun, ada beberapa bahkan banyak wilayah yang belum. Memang membutuhkan upaya keras dan lama karena kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Sekali lagi, pemerintah harus mempunyai solusi konkret karena banjir selalu menghantui masyarakat Indonesia. Dan, semoga beberapa tahun ke depan Indonesia bukan lagi disebut negeri banjir.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0709 seconds (0.1#10.140)