Bunga Bank Masih Tinggi
A
A
A
PEMERINTAH optimistis penurunan suku bunga perbankan segera terealisasi menyusul pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI). Pekan lalu bank sentral telah memangkas suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate sebesar 25 bps ke level 4,75%.
Tingkat deposit facility sebanyak 25 bps menjadi 4%. Dan, fasilitas pinjaman juga dipangkas 25 bps ke tingkat 5,50%.
Sasaran kebijakan tersebut salah satunya untuk memacu pihak perbankan segera menurunkan suku bunga. Sejumlah analis ekonomi menilai kebijakan bank sentral tersebut sebagai respons positif terhadap ekspektasi pasar yang mulai membaik belakangan ini.
Persoalannya, dapatkah segera masyarakat merasakan suku bunga perbankan rendah, yang pada akhirnya dapat memicu pertumbuhan kredit sebagaimana diharapkan pemerintah?
Pemerintah boleh saja optimistis suku bunga perbankan segera melandai pascapenerbitan pelonggaran kebijakan moneter BI, namun ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menilai masih terlalu dini untuk mengoreksi suku bunga. Alasannya, instrumen suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate masih tergolong baru sehingga pengaruhnya masih minim sehingga belum mampu membentuk acuan suku bunga kredit perbankan.
Meski demikian, Destry tidak menafikan bahwa suku bunga acuan BI itu akan berdampak pada penurunan suku bunga perbankan ke depan. Saat ini efek dari kebijakan tersebut baru menyasar instrumen jangka pendek. Karena itu, kalangan dunia usaha berharap banyak agar pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral dapat berkesinambungan.
Pernyataan ekonom Bank Mandiri itu dijawab diplomatis Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad bahwa penurunan suku bunga perbankan akan berlangsung secara bertahap. Penurunan suku bunga bank tidak terlepas dari pengaruh kondisi ekonomi global.
Perkembangan ekonomi yang masih bergejolak juga menjadi pertimbangan kalangan perbankan untuk memangkas suku bunga agak dalam. Tengok saja, harga komoditas belum bergerak berarti dari level terendah yang membuat angka ekspor cenderung stagnan.
Sebelumnya BI memangkas suku bunga acuan menjadi 4,75% dengan harapan diikuti penurunan suku bunga perbankan. Idealnya, dimulai dari penurunan suku bunga deposito yang diikuti penurunan suku bunga tabungan dan berdampak pada koreksi suku bunga kredit perbankan.
Memang, persoalan penurunan suku bunga kredit perbankan sangat dipengaruhi berbagai faktor—selain faktor eksternal, juga sangat ditentukan faktor internal. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut kredit bermasalah (non performing loan/NPL) perbankan yang tinggi juga salah satu faktor yang diperhitungkan kalangan bankir untuk mengutak-atik suku bunga. Apalagi dalam tiga bulan terakhir ini, NPL perbankan menunjukkan kecenderungan naik yang rentan terhadap berbagai risiko.
Dalam publikasi BI belum lama ini terungkap rasio NPL perbankan nasional meningkat. Data Bank Sentral menunjukkan rasio kredit bermasalah pada kisaran 3,2% secara gross dan 1,5% nett hingga Agustus 2016.
Kecenderungan rasio NPL yang meningkat tidak terlepas dari kondisi perekonomian yang masih melemah. Meski demikian, pihak BI menyatakan kondisi rasio NPL masih dalam tahap terjaga sepanjang angka rasio masih di bawah batas atas pada level 5%. Sementara permintaan kredit hingga kuartal ketiga tahun ini masih jauh dari target yang telah dipatok.
Sehubungan itu, pihak OJK telah merevisi target pertumbuhan kredit dari kisaran 7% hingga 9% ke level 6% hingga 8% pada tahun ini. Melemahnya permintaan kredit tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga berlaku di berbagai negara akibat pelambatan pertumbuhan ekonomi.
Koreksi OJK terhadap target pertumbuhan kredit 2016 ditanggapi dingin Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang menilai terlalu rendah. Logikanya, menurut mantan gubernur BI itu, pertumbuhan kredit akan lebih optimistis dengan indikator perkembangan perekonomian nasional lebih bagus dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada 2016 tinggal tersisa dua bulan lebih memang masih ada waktu untuk memacu pengucuran kredit, sejalan dengan revisi sejumlah aturan yang memungkinkan lebih bersahabat dengan kalangan pengusaha. Dan, tentu semakin terbuka harapan ada penurunan suku bunga perbankan yang berpatokan pada suku bunga acuan BI yang kian landai.
Tingkat deposit facility sebanyak 25 bps menjadi 4%. Dan, fasilitas pinjaman juga dipangkas 25 bps ke tingkat 5,50%.
Sasaran kebijakan tersebut salah satunya untuk memacu pihak perbankan segera menurunkan suku bunga. Sejumlah analis ekonomi menilai kebijakan bank sentral tersebut sebagai respons positif terhadap ekspektasi pasar yang mulai membaik belakangan ini.
Persoalannya, dapatkah segera masyarakat merasakan suku bunga perbankan rendah, yang pada akhirnya dapat memicu pertumbuhan kredit sebagaimana diharapkan pemerintah?
Pemerintah boleh saja optimistis suku bunga perbankan segera melandai pascapenerbitan pelonggaran kebijakan moneter BI, namun ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menilai masih terlalu dini untuk mengoreksi suku bunga. Alasannya, instrumen suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate masih tergolong baru sehingga pengaruhnya masih minim sehingga belum mampu membentuk acuan suku bunga kredit perbankan.
Meski demikian, Destry tidak menafikan bahwa suku bunga acuan BI itu akan berdampak pada penurunan suku bunga perbankan ke depan. Saat ini efek dari kebijakan tersebut baru menyasar instrumen jangka pendek. Karena itu, kalangan dunia usaha berharap banyak agar pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral dapat berkesinambungan.
Pernyataan ekonom Bank Mandiri itu dijawab diplomatis Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad bahwa penurunan suku bunga perbankan akan berlangsung secara bertahap. Penurunan suku bunga bank tidak terlepas dari pengaruh kondisi ekonomi global.
Perkembangan ekonomi yang masih bergejolak juga menjadi pertimbangan kalangan perbankan untuk memangkas suku bunga agak dalam. Tengok saja, harga komoditas belum bergerak berarti dari level terendah yang membuat angka ekspor cenderung stagnan.
Sebelumnya BI memangkas suku bunga acuan menjadi 4,75% dengan harapan diikuti penurunan suku bunga perbankan. Idealnya, dimulai dari penurunan suku bunga deposito yang diikuti penurunan suku bunga tabungan dan berdampak pada koreksi suku bunga kredit perbankan.
Memang, persoalan penurunan suku bunga kredit perbankan sangat dipengaruhi berbagai faktor—selain faktor eksternal, juga sangat ditentukan faktor internal. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut kredit bermasalah (non performing loan/NPL) perbankan yang tinggi juga salah satu faktor yang diperhitungkan kalangan bankir untuk mengutak-atik suku bunga. Apalagi dalam tiga bulan terakhir ini, NPL perbankan menunjukkan kecenderungan naik yang rentan terhadap berbagai risiko.
Dalam publikasi BI belum lama ini terungkap rasio NPL perbankan nasional meningkat. Data Bank Sentral menunjukkan rasio kredit bermasalah pada kisaran 3,2% secara gross dan 1,5% nett hingga Agustus 2016.
Kecenderungan rasio NPL yang meningkat tidak terlepas dari kondisi perekonomian yang masih melemah. Meski demikian, pihak BI menyatakan kondisi rasio NPL masih dalam tahap terjaga sepanjang angka rasio masih di bawah batas atas pada level 5%. Sementara permintaan kredit hingga kuartal ketiga tahun ini masih jauh dari target yang telah dipatok.
Sehubungan itu, pihak OJK telah merevisi target pertumbuhan kredit dari kisaran 7% hingga 9% ke level 6% hingga 8% pada tahun ini. Melemahnya permintaan kredit tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga berlaku di berbagai negara akibat pelambatan pertumbuhan ekonomi.
Koreksi OJK terhadap target pertumbuhan kredit 2016 ditanggapi dingin Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang menilai terlalu rendah. Logikanya, menurut mantan gubernur BI itu, pertumbuhan kredit akan lebih optimistis dengan indikator perkembangan perekonomian nasional lebih bagus dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada 2016 tinggal tersisa dua bulan lebih memang masih ada waktu untuk memacu pengucuran kredit, sejalan dengan revisi sejumlah aturan yang memungkinkan lebih bersahabat dengan kalangan pengusaha. Dan, tentu semakin terbuka harapan ada penurunan suku bunga perbankan yang berpatokan pada suku bunga acuan BI yang kian landai.
(poe)