Wali Kota Madiun Jadi Tersangka Suap Pembangunan Pasar Besar
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Wali Kota Madiun, Jawa Timur periode 2009-2019 Bambang Irianto sebagai tersangka penerima suap proyek pembangunan Pasar Besar Kota Madiun tahun anggaran 2009-2012. Penetapan Ketua DPC Partai Demokrat Kota Malang ini dalam kapasitasnya selaku Wali Kota Madiun 2009-2014.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menyatakan, KPK telah menemukan alat bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait pembangunan Pasar Besar Kota Madiun tahun 2009-2012. Berdasarkan hal tersebut, KPK kemudian telah meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan. Sejalan dengan itu, KPK juga menetapkan Bambang Irianto selaku Wali Kota Madiun 2009-2014 sebagai tersangka.
"Surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) atas nama tersangka BI selaku Wali Kota Madiun 2009-2014 sejak pekan lalu," ujar Laode saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (17/10/2016) malam.
Dia membeberkan, selaku Wali Kota Madiun 2009-2014, Bambang diduga melakukan tiga delik tipikor dalam pembangunan Pasar Besar. Pertama, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, persewaan yang ada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Kedua, atau Bambang diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya. Ketiga, atau menerima suap padahal patut diduga hadiah atau janji diberikan terkait jabatan kewenangan sebagai Wali Kota Madiun tahun 2009-2014.
"Atas perbuatannya, tersangka BI disangka Pasal 12 huruf i (penyelenggara negara ikut sebagai pemborong) atau Pasal 12 B (gratifikasi) atau Pasal 11 (suap) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 99 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor," tegasnya.
Mantan Senior Adviser on Justice and Environmental Governance di Partnership for Governance Reform (Kemitraan) ini menambahkan, untuk mengembangkan penyidikan kasus atas nama tersangka Bambang, maka Senin ini tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di lima lokasi yang terletak di Madiun dan Jakarta Utara.
Di Madiun ada empat lokasi. Masing-masing Kantor Wali Kota Madiun, rumah dinas pribadi BI, rumah anak BI, dan kantor PT Cahaya Terang Satata. "PT Cahaya Terang Stata itu perusahaan milik BI," ucapnya.
Satu lokasi yang di Jakarta yakni, PT Lince Romauli Raya. Perusahaan ini berlamat di Jalan Ampera V Nomor 41, RT1/RW13, Pademangan Barat, Jakarta Utara. Dari lokasi-lokasi tersebut, penyidik menyita barang bukti berupa dokumen dan barang elektronik.
"Ini penting kami lakukan dan sampaikan karena ada banyak simpang siur pemberitaan. Karena pergerakan penydik di lapangan, mereka menanggaap yang bersangkutan belum ditetapkan tersangka," ucap Laode.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menambahkan, pembangunan Pasar Besar Kota Madiun menggunakan anggaran multiyears (tahun jamak) kurun 2009-2012 dengan nilai Rp76,523 miliar. Dia menuturkan, kasus korupsi proyek Pasar Besar ini memang sebelumnya dihentikan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim).
Tetapi penanganan Kejati ketika itu merupakan proyek pengadaan atau pembangunannya, sedangkan KPK mengusut dan menangani penerimaan gratifikasi atau suap Bambang Irianto. "Penyelidikannya sejak tahun 2015 lalu," tandas Priharsa.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menyatakan, KPK telah menemukan alat bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait pembangunan Pasar Besar Kota Madiun tahun 2009-2012. Berdasarkan hal tersebut, KPK kemudian telah meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan. Sejalan dengan itu, KPK juga menetapkan Bambang Irianto selaku Wali Kota Madiun 2009-2014 sebagai tersangka.
"Surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) atas nama tersangka BI selaku Wali Kota Madiun 2009-2014 sejak pekan lalu," ujar Laode saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (17/10/2016) malam.
Dia membeberkan, selaku Wali Kota Madiun 2009-2014, Bambang diduga melakukan tiga delik tipikor dalam pembangunan Pasar Besar. Pertama, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, persewaan yang ada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Kedua, atau Bambang diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya. Ketiga, atau menerima suap padahal patut diduga hadiah atau janji diberikan terkait jabatan kewenangan sebagai Wali Kota Madiun tahun 2009-2014.
"Atas perbuatannya, tersangka BI disangka Pasal 12 huruf i (penyelenggara negara ikut sebagai pemborong) atau Pasal 12 B (gratifikasi) atau Pasal 11 (suap) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 99 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor," tegasnya.
Mantan Senior Adviser on Justice and Environmental Governance di Partnership for Governance Reform (Kemitraan) ini menambahkan, untuk mengembangkan penyidikan kasus atas nama tersangka Bambang, maka Senin ini tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di lima lokasi yang terletak di Madiun dan Jakarta Utara.
Di Madiun ada empat lokasi. Masing-masing Kantor Wali Kota Madiun, rumah dinas pribadi BI, rumah anak BI, dan kantor PT Cahaya Terang Satata. "PT Cahaya Terang Stata itu perusahaan milik BI," ucapnya.
Satu lokasi yang di Jakarta yakni, PT Lince Romauli Raya. Perusahaan ini berlamat di Jalan Ampera V Nomor 41, RT1/RW13, Pademangan Barat, Jakarta Utara. Dari lokasi-lokasi tersebut, penyidik menyita barang bukti berupa dokumen dan barang elektronik.
"Ini penting kami lakukan dan sampaikan karena ada banyak simpang siur pemberitaan. Karena pergerakan penydik di lapangan, mereka menanggaap yang bersangkutan belum ditetapkan tersangka," ucap Laode.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menambahkan, pembangunan Pasar Besar Kota Madiun menggunakan anggaran multiyears (tahun jamak) kurun 2009-2012 dengan nilai Rp76,523 miliar. Dia menuturkan, kasus korupsi proyek Pasar Besar ini memang sebelumnya dihentikan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim).
Tetapi penanganan Kejati ketika itu merupakan proyek pengadaan atau pembangunannya, sedangkan KPK mengusut dan menangani penerimaan gratifikasi atau suap Bambang Irianto. "Penyelidikannya sejak tahun 2015 lalu," tandas Priharsa.
(kri)