Jokowi: Pungli Kecil Jadi Urusan Saya
A
A
A
SOLO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan akan turun tangan sendiri dalam upaya pemberantasan pungutan liar (Pungli) di segala lini pelayanan publik. Meski nilainya kecil, namun pungli tetap meresahkan dan menjengkelkan masyarakat.
“Kalau urusan yang miliar dan triliun itu urusannya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tapi yang kecil kecil (pungli), jadi urusan saya,” tandas Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara penyerahan ribuan sertifikat program strategis tahun 2016 di lapangan Kota barat, Solo, Minggu (16/10/2016).
Dalam pelayanan publik, Jokowi menandaskan bahwa semuanya harus dikerjakan cepat dan tidak ada pungutan di luar ketentuan. Masyarakat hanya membayar yang resmi saja.
Dirinya memperingatkan kepada seluruh petugas yang terkait pelayanan publik, seperti pembuatan sertifikat, SIM, KTP dan sektor lainnya untuk berhati hati agar tidak terlibat pungli. Semua sektor pelayanan publik akan dipantau dan Presiden sendiri akan ikut mengawasi. “Hati hati, saya sudah ingatkan,” tegasnya.
Jokowi menuturkan, dirinya ikut turun tangan karena bukan persoalan uangnya. Tak hanya di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang nilainya jutaan, namun pungli yang kecil-kecil juga akan tetap diurus.
Bukan hanya Rp500 ribu saja, namun pungli yang nilainya Rp10 ribu juga tetap harus diberantas. “Kecil kecil tapi meresahkan, kecil tapi menjengkelkan,” bebernya.
Meski nilainya tak seberapa, namun menjadi banyak karena terjadi di berbagai bidang, mulai instansi, pelabuhan, dan jalan raya. Jika ditotal dari Sabang sampai Merauke, total nilai pungli bisa mencapai puluhan triliun.
Dengan pemberantasan pungli, dirinya yakin masyarakat akan menjadi senang. Tak kalah penting adalah masyarakat harus dilayani dengan senyum dan cepat. Dalam pelayanan publik, rakyat tidak boleh disusahkan dan harus digampangkan. Guna pemberantasan pungli, pemerintah telah membentuk Tim Saber Pungli. “setiap laporan akan saya cek di lapangan, dan saya mendengarkan,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, mantan Wali Kota Solo ini juga menyinggung mengenai proses pembuatan sertifikat tanah di Indonesia yang berjalan tertatih. Meski proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) telah berjalan 35 tahun, namun sampai kini baru 44% tanah di Indonesia yang bersertifikat.
Sedangkan 56% atau 60 juta sertifikat harus diselesaikan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Mengingat masih banyak tanah yang belum bersertifikat, Jokowi memberikan target kepada BPN terkait penyelesaian sertifikat. “Kalau bekerja dengan saya harus dengan target. Kalau tidak ditarget, yang dibagi (sertifikat) cuma sedikit,” urainya.
Tahun 2017 mendatang, BPN ditarget menyelesaikan 5 juta sertifikat. Sedangkan tahun 2018 dipatok 7 juta sertifikat, dan tahun 2019 harus naik menjadi 9 juta sertifikat. Jika mengandalkan juru ukur dari BPN, diakui penyelesaian sertifikat akan berjalan lambat karena jumlahnya sedikit.
Apabila tambahan juru ukur hanya mengandalkan dari rekrutmen CPNS, maka akan berlangsung lama. Agar berjalan cepat, maka bisa merekrut ahli dari luar yang memiliki sertifikat juru ukur. Selain itu, BPN juga harus menambah juru data.
Dengan demikian, hal itu membuka peluang lapangan kerja. Namun yang paling penting adalah pengajuan sertifikat dan segera dituntaskan. “Saya ingin pastikan semuanya, setiap hari ada pembagian sertifikat,” terangnya.
Sehingga jajaran BPN harus menyiapkan sistem dan bekerja keras. Dengan memegang sertifikat, pemilik tanah merasa lebih tenang. “Kalau mau dipakai tambah modal monggo (silakan). Tapi kalau pinjam di bank hati hati, dihitung dan dikalkulasi,” lanjut Jokowi.
Uang pinjaman dengan agunan sertifikat harus dipakai untuk kegiatan produktif atau menambah modal usaha. Uang jangan sampai dihambur hamburkan untuk bermewah mewah. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan mengungkapkan, terdapat 3.515 sertifikat dari 15 kabupaten/kota di Jateng yang diserahkan dalam acara program strategis tahun 2016 di Solo.
Penerima sertifikat berasal dari Purbalingga, Banjarnegara, Temanggung, Kebumen, Pati, kudus, Kendal, Grobogan, Demak, Wonogiri, Karanganyar, Klaten, Boyolali, Pemalang, dan solo. “Kota Solo paling sedikit karena 96% tanah telah bersertifikat. Dan empat tahun ke depan ditarget sudah 100% bisa diselesaikan,” tandas Ferry.
Sedangkan di wilayah Jateng, baru 9,3 juta atau 44% tanah yang memiliki sertifikat. Sedangkan 12 juta bidang tanah atau 56% belum bersertifikat. Sementara, total terdapat 21,2 juta bidang tanah di Jateng. Pemerintah menargetkan paling lambat akhir tahun 2025 seluruh tanah di Indonesia terdaftar dan bersertifikat.
“Dari data, masyarakat yang memanfaatkan sertifikat untuk modal nilainya mencapai Rp52 triliun,” paparnya. Sehingga sertifikat memiliki dampak yang luar biasa terhadap sektor ekonomi apabila semua dana dipakai untuk kegiatan yang produktif.
“Kalau urusan yang miliar dan triliun itu urusannya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tapi yang kecil kecil (pungli), jadi urusan saya,” tandas Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara penyerahan ribuan sertifikat program strategis tahun 2016 di lapangan Kota barat, Solo, Minggu (16/10/2016).
Dalam pelayanan publik, Jokowi menandaskan bahwa semuanya harus dikerjakan cepat dan tidak ada pungutan di luar ketentuan. Masyarakat hanya membayar yang resmi saja.
Dirinya memperingatkan kepada seluruh petugas yang terkait pelayanan publik, seperti pembuatan sertifikat, SIM, KTP dan sektor lainnya untuk berhati hati agar tidak terlibat pungli. Semua sektor pelayanan publik akan dipantau dan Presiden sendiri akan ikut mengawasi. “Hati hati, saya sudah ingatkan,” tegasnya.
Jokowi menuturkan, dirinya ikut turun tangan karena bukan persoalan uangnya. Tak hanya di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang nilainya jutaan, namun pungli yang kecil-kecil juga akan tetap diurus.
Bukan hanya Rp500 ribu saja, namun pungli yang nilainya Rp10 ribu juga tetap harus diberantas. “Kecil kecil tapi meresahkan, kecil tapi menjengkelkan,” bebernya.
Meski nilainya tak seberapa, namun menjadi banyak karena terjadi di berbagai bidang, mulai instansi, pelabuhan, dan jalan raya. Jika ditotal dari Sabang sampai Merauke, total nilai pungli bisa mencapai puluhan triliun.
Dengan pemberantasan pungli, dirinya yakin masyarakat akan menjadi senang. Tak kalah penting adalah masyarakat harus dilayani dengan senyum dan cepat. Dalam pelayanan publik, rakyat tidak boleh disusahkan dan harus digampangkan. Guna pemberantasan pungli, pemerintah telah membentuk Tim Saber Pungli. “setiap laporan akan saya cek di lapangan, dan saya mendengarkan,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, mantan Wali Kota Solo ini juga menyinggung mengenai proses pembuatan sertifikat tanah di Indonesia yang berjalan tertatih. Meski proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) telah berjalan 35 tahun, namun sampai kini baru 44% tanah di Indonesia yang bersertifikat.
Sedangkan 56% atau 60 juta sertifikat harus diselesaikan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Mengingat masih banyak tanah yang belum bersertifikat, Jokowi memberikan target kepada BPN terkait penyelesaian sertifikat. “Kalau bekerja dengan saya harus dengan target. Kalau tidak ditarget, yang dibagi (sertifikat) cuma sedikit,” urainya.
Tahun 2017 mendatang, BPN ditarget menyelesaikan 5 juta sertifikat. Sedangkan tahun 2018 dipatok 7 juta sertifikat, dan tahun 2019 harus naik menjadi 9 juta sertifikat. Jika mengandalkan juru ukur dari BPN, diakui penyelesaian sertifikat akan berjalan lambat karena jumlahnya sedikit.
Apabila tambahan juru ukur hanya mengandalkan dari rekrutmen CPNS, maka akan berlangsung lama. Agar berjalan cepat, maka bisa merekrut ahli dari luar yang memiliki sertifikat juru ukur. Selain itu, BPN juga harus menambah juru data.
Dengan demikian, hal itu membuka peluang lapangan kerja. Namun yang paling penting adalah pengajuan sertifikat dan segera dituntaskan. “Saya ingin pastikan semuanya, setiap hari ada pembagian sertifikat,” terangnya.
Sehingga jajaran BPN harus menyiapkan sistem dan bekerja keras. Dengan memegang sertifikat, pemilik tanah merasa lebih tenang. “Kalau mau dipakai tambah modal monggo (silakan). Tapi kalau pinjam di bank hati hati, dihitung dan dikalkulasi,” lanjut Jokowi.
Uang pinjaman dengan agunan sertifikat harus dipakai untuk kegiatan produktif atau menambah modal usaha. Uang jangan sampai dihambur hamburkan untuk bermewah mewah. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan mengungkapkan, terdapat 3.515 sertifikat dari 15 kabupaten/kota di Jateng yang diserahkan dalam acara program strategis tahun 2016 di Solo.
Penerima sertifikat berasal dari Purbalingga, Banjarnegara, Temanggung, Kebumen, Pati, kudus, Kendal, Grobogan, Demak, Wonogiri, Karanganyar, Klaten, Boyolali, Pemalang, dan solo. “Kota Solo paling sedikit karena 96% tanah telah bersertifikat. Dan empat tahun ke depan ditarget sudah 100% bisa diselesaikan,” tandas Ferry.
Sedangkan di wilayah Jateng, baru 9,3 juta atau 44% tanah yang memiliki sertifikat. Sedangkan 12 juta bidang tanah atau 56% belum bersertifikat. Sementara, total terdapat 21,2 juta bidang tanah di Jateng. Pemerintah menargetkan paling lambat akhir tahun 2025 seluruh tanah di Indonesia terdaftar dan bersertifikat.
“Dari data, masyarakat yang memanfaatkan sertifikat untuk modal nilainya mencapai Rp52 triliun,” paparnya. Sehingga sertifikat memiliki dampak yang luar biasa terhadap sektor ekonomi apabila semua dana dipakai untuk kegiatan yang produktif.
(kri)