Isu Alokasi Kursi dan Peta Dapil Luput dari Perhatian
A
A
A
JAKARTA - Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) menilai sejumlah isu krusial dalam RUU Pemilu seperti penataan alokasi kursi daerah pemilihan dan pembentukan peta daerah pemilihan, kerap luput dari perhatian DPR dan masyarakat. Padahal, isu itu sangat penting.
"Isu ini merupakan salah satu bagian dari perangkat sistem pemilu penting," kata Direktur Eksekutif SPD August Mellaz dalam diskusi 'Problematika Penataan Alokasi Kursi Daerah Pemilihan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan‎' di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2016).
Menurut August, sejumlah dimensi krusial terkait alokasi kursi perlu dibahas secara mendalam antara pemerintah dan DPR. Sebab, hal ini akan berdampak pada keadilan atas jaminan keterwakilan masyarakat terhadap wakilnya.
Dimensi lain seperti untuk mendeteksi absen tidaknya pola yang secara sistematis menguntungkan partai politik tertentu. Kemudian, menjadi sinyal dan ukuran seberapa tinggi threshold yang harus dilampaui oleh setiap partai untuk mendapatkan kursi perwakilan, serta yang lainnya seperti dapil yang senantiasa membutuhkan penyesuaian dengan proses pertumbuhan penduduk, sehingga membutuhkan review dan penataan secara berkala.
August mengatakan, hingga saat ini proposal perubahan alokasi kursi dan pembentukan peta daerah pemilihan dari beberapa partai politik meliputi penurunan besaran alokasi kursi setiap daerah pemilihan antara 3-6, 3-8, dan 3-10 kursi.
"Beberapa argumen yang mengemuka pada isu penurunan besaran magnitude daerah pemilihan didasarkan pada keinginan untuk menyederhanakan sistem sekaligus menciptakan stabilitas pemerintahan, memperkuat basis legitimasi wakil dan mendekatkannya dengan pemilih," paparnya.
Di sisi lain, kata August, timbul sejumlah pertanyaan di antaranya apakah sistem kepartaian yang ada dianggap sudah sangat luas dan ekstrem. Berikutnya, jika alokasi kursi daerah pemilihan diturunkan, sejauh mana struktur wilayah administrasi pemerintahan dan struktur partai yang mengikuti, berubah akibat perubahan peta dapil.
"Masalah ini beranjak dari pembentukan daerah pemilihan di Indonesia, yang secara tradisi berbasis pada wilayah administrasi pemerintahan baik provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan," pungkasnya.
"Isu ini merupakan salah satu bagian dari perangkat sistem pemilu penting," kata Direktur Eksekutif SPD August Mellaz dalam diskusi 'Problematika Penataan Alokasi Kursi Daerah Pemilihan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan‎' di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2016).
Menurut August, sejumlah dimensi krusial terkait alokasi kursi perlu dibahas secara mendalam antara pemerintah dan DPR. Sebab, hal ini akan berdampak pada keadilan atas jaminan keterwakilan masyarakat terhadap wakilnya.
Dimensi lain seperti untuk mendeteksi absen tidaknya pola yang secara sistematis menguntungkan partai politik tertentu. Kemudian, menjadi sinyal dan ukuran seberapa tinggi threshold yang harus dilampaui oleh setiap partai untuk mendapatkan kursi perwakilan, serta yang lainnya seperti dapil yang senantiasa membutuhkan penyesuaian dengan proses pertumbuhan penduduk, sehingga membutuhkan review dan penataan secara berkala.
August mengatakan, hingga saat ini proposal perubahan alokasi kursi dan pembentukan peta daerah pemilihan dari beberapa partai politik meliputi penurunan besaran alokasi kursi setiap daerah pemilihan antara 3-6, 3-8, dan 3-10 kursi.
"Beberapa argumen yang mengemuka pada isu penurunan besaran magnitude daerah pemilihan didasarkan pada keinginan untuk menyederhanakan sistem sekaligus menciptakan stabilitas pemerintahan, memperkuat basis legitimasi wakil dan mendekatkannya dengan pemilih," paparnya.
Di sisi lain, kata August, timbul sejumlah pertanyaan di antaranya apakah sistem kepartaian yang ada dianggap sudah sangat luas dan ekstrem. Berikutnya, jika alokasi kursi daerah pemilihan diturunkan, sejauh mana struktur wilayah administrasi pemerintahan dan struktur partai yang mengikuti, berubah akibat perubahan peta dapil.
"Masalah ini beranjak dari pembentukan daerah pemilihan di Indonesia, yang secara tradisi berbasis pada wilayah administrasi pemerintahan baik provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan," pungkasnya.
(zik)