Siapa Suruh Jadi Pemuda Jakarta?

Jum'at, 07 Oktober 2016 - 07:48 WIB
Siapa Suruh Jadi Pemuda...
Siapa Suruh Jadi Pemuda Jakarta?
A A A
BEGITU mendarat di Soekarno-Hatta setelah menempuh 14 jam perjalanan dari Heathrow, istri saya mengeluh kegerahan. Setelah menelusuri tol yang padat merayap, terjawab sudah ihwal gerah tadi, Jakarta telah dibasuh air dari langit.

Fenomena ini lazim, hujan yang identik dengan udara dingin sebelumnya kita akan merasa gerah. Sebabnya dua hal, kelembaban udara sebelum hujan akan meningkat sehingga keringat kita susah menguap dan terjadi akumulasi panas permukaan bumi hasil serapan energi cahaya matahari sepanjang siang.

Kejadian tersebut seperti apa yang tersaji dalam dunia politik kita meski lazim, jika tak punya pengetahuan sebelumnya, kita akan menganggapnya luar biasa. Panas tiba-tiba berubah menjadi dingin, perbedaan kemudian menjadi persamaan. Hal yang ekstrem akan menemukan titik temunya, bersenyawa dalam satu rangkaian realitas.

Belum habis kita dikejutkan pilihan PDIP untuk mendorong kembali paket petahana Ahok-Djarot, beberapa partai pendukung sebelumnya (Golkar, Hanura, dan Nasdem) akhirnya membebek dengan keputusan PDIP tersebut, juga Teman Ahok yang mau tak mau harus pasrah mengikhlaskan Heru sebagai calon wagub dari Ahok.

Kejutan berikutnya datang dari majunya Agus-Sylvi dan Anies-Sandi. Banyak analisis yang saya terima dari puluhan grup WhatsApp sesaat setelah mengaktifkan telepon seluler saya. Tentu semua punya dasar argumentasinya masing-masing, juga berdasarkan pengalaman dan kepentingan mereka.

Bagi saya, kehadiran pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi di panggung politik Jakarta bisa jadi seperti kehadiran Jokowi-Ahok sebelumnya. Muncul di detik akhir, mengejutkan, dan berakhir dengan kemenangan terhadap incumbent, Foke-Nachrawi.

Memosisikan Pemuda
Sejak Pilpres 2014 ada pergeseran di dalam wajah perpolitikan Indonesia. Indonesia kini sangat bergantung dari kehadiran pemuda. Menariknya, pemuda ini cenderung memilih pola gerak yang berbeda dibandingkan model strukturisasi dan birokratis yang ada di dalam partai politik.

Rajendra Singh menyebutnya sebagai ”Gerakan Sosial Baru”, gerakan kolektif yang merujuk pada usaha-usaha kolektif untuk memodifikasi norma-norma dan nilai-nilai yang diniatkan berkembang dalam jangka waktu yang lama. Harry C Boyte, seorang pakar politik, dalam bukunya, Everyday Politics: Reconecting Citizens and Public Life, mengatakan bahwa politik keseharian dilakukan oleh para orang yang bukan profesional di bidang politik. Gerakan ini menjadikan seluruh gerak keseharian menjadi gerakan masyarakat dan memperkuat basis kultur di level grass root.

Dua tesis di atas ada di medan laga Pilkada Jakarta, dimulai dari Ahok yang memulai masa pencalonan dengan dukungan dari Teman Ahok. Menariknya, gerakan ini diinisiasi oleh para pemuda yang tidak terbiasa di medan politik. Mereka hanyalah pemuda dengan berbagai macam perspektif dan harapan yang besar terhadap masa depan Jakarta.

Keberhasilan pemuda menginisiasi perubahan di belahan dunia mana pun menjadi kekuatan. Mereka menjadi mercusuar dalam upaya mengurai kegelapan. Namun, ada tugas yang sering terlupakan, yaitu memikirkan langkah apa yang akan dilakukan setelah mereka terlibat dalam arus perubahan tersebut. Dalam banyak kenyataan, pemuda hanya dilibatkan dalam meraup suara kemudian ditinggalkan dalam proses pembangunan. Pemuda harus mampu memosisikan dirinya dalam seluruh proses pembangunan.

Bonus Demografi
Mempersiapkan pemuda dalam menghadapi bonus demografi yang telah berlangsung sejak 2010 di Jakarta menjadi hal yang mutlak. Ini dapat kita telusuri dari visi para calon maupun dari materi yang akan disampaikan tiga pasangan tersebut di depan publik Jakarta.

Data yang dilansir dalam Seminar Data Kemiskinan dan Ketenagakerjaan yang dihadiri oleh LIPI, The Smeru Research Institute, dan BPS Prov DKI Jakarta, menggambarkan separuh lebih jumlah pemuda dan usia produktif (15-64 tahun) dari jumlah keseluruhan penduduk Jakarta.

Rasio beban ketergantungan di Jakarta berada pada level terendah dibandingkan dengan provinsi yang lain di Indonesia, yakni 36,9. Artinya, setiap 100 penduduk menanggung 36,9 penduduk usia nonproduktif (kurang dari 15 tahun, dan lebih dari 65 tahun). Namun, di sisi yang lain, tingkat pengangguran terbuka (TPT) lebih tinggi dibandingkan nasional, TPT Jakarta 7,2, sementara TPT nasional 6,2.

Fakta ini secara telanjang mengindikasikan kegagalan Jakarta selama ini dalam mengambil peluang bonus demografi. Ledakan pemuda dan usia produktif sebagai salah satu sebab pertumbuhan ekonomi tidak sejalan atau kontraproduktif terhadap pengurangan tingkat pengangguran.

Selain itu, semua antusiasme terhadap Pilkada Jakarta dapat menjadi hal yang positif dalam menakar kesadaran politik pemuda. Namun, di sisi lain ini juga menjadi sesuatu investasi yang buruk di masa mendatang. Teman Ahok dapat menjadi inspirasi untuk model gerakan volunterisme kepada para kandidat-kandidat yang kelak maju di pilkada ke depan, namun sisi lainnya dengan pelbagai sikap antikritik, antidialektika, berisik, hingga black campaign di media sosial (salah satunya yang ramai membanjiri di WhatsApp) sepertinya dapat menjadi preseden yang buruk untuk ke depan.

Kehadiran calon juga perlu memprioritaskan pada keteladanan dan contoh yang baik, kesemuanya perlu mencontohkan bahwa Pilkada Jakarta adalah model pilkada yang percontohan tanpa mengorbankan para konstituen mereka dalam konflik kepentingan. Memberikan gambaran politik seperti yang digambarkan Aristoteles, penghargaan dan mempertemukan keberagaman kepentingan dan pandangan. Proses ini kelak menjadi contoh untuk pemuda lain yang bakal berkontestasi beberapa tahun ke depan di panggung politik.

Mungkin tulisan ini sedikit utopis mengingat pilkada ya tetap proses politik, penuh intrik dan trik. Apa pun itu pilihlah yang terbaik, khususnya yang mampu mempersiapkan pemuda dalam menghadapi bonus demografi. Masa depan Jakarta ada di tanganmu wahai para pemuda. Siapa suruh jadi pemuda Jakarta?
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2141 seconds (0.1#10.140)