Dimas Kanjeng, Marwah Daud, dan Jaman Edan

Jum'at, 07 Oktober 2016 - 07:25 WIB
Dimas Kanjeng, Marwah Daud, dan Jaman Edan
Dimas Kanjeng, Marwah Daud, dan Jaman Edan
A A A
JAGAT klenik di Tanah Air diguncang oleh sosok Dimas Kanjeng Taat Pribadi, 46. Bukan sekadar karena kemampuannya menggandakan uang hingga triliunan rupiah, menipu hingga ratusan miliar rupiah, dan kasus dugaan pembunuhan terhadap dua pengikutnya hingga dia harus berurusan dengan aparat penegak hukum, tetapi juga lantaran kelihaiannya mendekati tokoh-tokoh nasional.

Suatu saat dia pernah berpose dengan pimpinan TNI/Polri. Dia juga pernah bersinggungan langsung dengan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang melantiknya sebagai ketua Dewan Pembina Badan Peneliti Independen Kekayaan Pejabat Negara dan Pengusaha (BPI KPN). Dimas Kanjeng bahkan pernah bersalaman dengan Presiden Joko Widodo.

Di antara para tokoh yang dia dekati, yang paling istimewa adalah Marwah Daud Ibrahim. Mantan Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) tersebut bukan sekadar menjadi ketua Yayasan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, tetapi juga mempertaruhkan kredibilitas pribadinya dengan membela habis-habisan Dimas Kanjeng.

Dia melawan segala tudingan yang menyebutkan ajaran Dimas Kanjeng sesat seperti dialamatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Probolinggo, memprotes Mabes Polri atas proses penangkapan junjungannya yang dia sapa dengan panggilan "Yang Mulia". Marwah Daud mati-matian menangkal segala penilaian miring tentang Dimas Kanjeng, termasuk dari para agamawan, hingga dia pun memilih mundur dari posisinya sebagai ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Anak MUI.

Praktik perdukunan, gendam, penggandaan uang, atau apa pun istilahnya di jagat klenik sudah menjadi fenomena biasa dalam masyarakat Indonesia yang memang sangat majemuk. Tapi kasus klenik yang menyeret keterlibatan tokoh nasional sekelas Marwah yang selama ini identik dengan rasionalitas dan intelektualitas menjadikan fenomena Dimas Kanjeng luar biasa.

Keterikatan Marwah Daud dengan Dimas Kanjeng memang menimbulkan pertanyaan dan menyinggung nalar kewarasan sekaligus. Pertanyaan logis yang muncul dari perilaku Marwah Daud demikian adalah apakah dia telah menikmati lumbung uang Dimas Kanjeng atau turut terlibat dalam kasus dugaan penipuan terhadap Hajah Najmiah Muin yang telah mengeluarkan uang sebesar Rp500 miliar sebagai mahar untuk digandakan menjadi Rp18 triliun?

Jika tidak demikian, sikap yang ditunjukkan Marwah sudah pasti mengusik nalar kewarasan. Bagaimana seorang Marwah Daud yang telah melewati gemblengan rasionalitas hingga puncak tertinggi dengan mudahnya bisa terseret sepak terjang Dimas Kanjeng?

Nalar kewarasan dalam kacamata awam patut menjadi pertanyaan karena banyak menabrak batas logika kenormalan. Misalnya soal penggandaan uang. Apa yang ditunjukkan Dimas Kanjeng jelas pelanggaran hukum karena dia sama sekali tidak berhak memproduksi uang. Jika uang palsu, jelas dia sudah melakukan penipuan. Atau sekalipun uang asli, dia pasti telah melakukan pencurian atau penipuan.

Begitu pula dalam perspektif norma keagamaan, sejumlah tokoh memandang pengultusan Marwah Daud terhadap Dimas Kanjeng salah kaprah. Dimas Kanjeng sangat tidak layak disejajarkan dengan para waliyulah yang punya karomah. Dia tidak lebih sebagai orang bermasalah yang diduga terlibat dalam kasus penipuan dan pembunuhan. Malahan MUI Probolinggo sudah secara tegas menstempel Dimas Kanjeng sebagai pelaku aliran sesat.

Secara logika sudah tidak masuk akal dan secara norma agama sudah merupakan pelanggaran, tetapi mengapa tokoh sekaliber Marwah Daud seolah telah kehilangan pedoman hingga dia terseret jauh dalam pengultusan terhadap seorang Dimas Kanjeng? Salah satu jawabannya, barangkali seperti inilah contoh rupa zaman edan seperti digambarkan dalam Kidung Sinom karya pujangga Ranggawarsita. ”Saiki jamane jaman edan, yen ora edan ora keduman; sak bejo-bejone wong kang edan, isih bejo wong kang eling lan waspada.”

Barangkali Marwah Daud memilih melupakan rasionalitas, intelektualitas, dan kredibilitas demi berharap ”karomah” Dimas Kanjeng. Tapi Marwah Daud lupa bahwa dia harus sadar dan waspada.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5766 seconds (0.1#10.140)