Pilgub DKI Bukti Parpol Gagal Cetak Pemimpin Daerah
A
A
A
JAKARTA - Tiga koalisi partai politik (parpol) telah menentukan calon yang akan diusung pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta. Namun dari tiga koalisi parpol, tidak satu pun cagub yang berasal dari kader parpol.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Bakir Ikhsan menilai, mendominasinya cagub yang bukan berasal dari kader parpol dianggap kegagalan partai selama ini dalam menjalankan program kaderisasi politik.
Dia menilai parpol lebih menonjolkan pragmatisme politik. "Seharusnya partai mampu menampilkan kader terbaiknya, tapi seakan tertutup oleh hal itu (pragmatisme politik)," tutur Bakir kepada Sindonews, Sabtu (24/9/2016).
Dia yakin banyak kader partai yang secara kualitas bisa ditampilkan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Namun, kata dia, hal itu tidak dilakukan elite parpol lantaran lebih mementingkan kepentingan jangka pendek.
Menurut dia, parpol seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) serta parpol lain yang secara berkala berhasil menjalankan program kaderisasi politik, idealnya tampil percaya diri dalam perhelatan demokrasi.
Namun, kata dia, parpol harus "mengalah" dengan figur di luar parpol. "Jadi seakan-akan politik ini Mega maunya siapa, SBY maunya siapa, termasuk juga dengan prabowo. Ini menjadi paradok dalam sistem kaderisasi parpol kita," tandasnya.
Fakta politik telah menetapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai calon dari koalisi yang dibangun poros Megawati Soekarnoputri, dan Agus Harimurti Yudhoyono dipilih oleh Koalisi Cikeas, serta Anies Baswedan merupakan pilihan terakhir koalisi yang dibangun Prabowo Subianto. Ketiga calon gubernur itu bukan kader parpol.
(Rakhmat)
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Bakir Ikhsan menilai, mendominasinya cagub yang bukan berasal dari kader parpol dianggap kegagalan partai selama ini dalam menjalankan program kaderisasi politik.
Dia menilai parpol lebih menonjolkan pragmatisme politik. "Seharusnya partai mampu menampilkan kader terbaiknya, tapi seakan tertutup oleh hal itu (pragmatisme politik)," tutur Bakir kepada Sindonews, Sabtu (24/9/2016).
Dia yakin banyak kader partai yang secara kualitas bisa ditampilkan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Namun, kata dia, hal itu tidak dilakukan elite parpol lantaran lebih mementingkan kepentingan jangka pendek.
Menurut dia, parpol seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) serta parpol lain yang secara berkala berhasil menjalankan program kaderisasi politik, idealnya tampil percaya diri dalam perhelatan demokrasi.
Namun, kata dia, parpol harus "mengalah" dengan figur di luar parpol. "Jadi seakan-akan politik ini Mega maunya siapa, SBY maunya siapa, termasuk juga dengan prabowo. Ini menjadi paradok dalam sistem kaderisasi parpol kita," tandasnya.
Fakta politik telah menetapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai calon dari koalisi yang dibangun poros Megawati Soekarnoputri, dan Agus Harimurti Yudhoyono dipilih oleh Koalisi Cikeas, serta Anies Baswedan merupakan pilihan terakhir koalisi yang dibangun Prabowo Subianto. Ketiga calon gubernur itu bukan kader parpol.
(Rakhmat)
(dam)