PKS Tolak Terpidana Hukuman Percobaan Ikut Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Fraksi PKS DPR menegaskan menolak terpidana hukuman percobaan untuk maju menjadi calon kepala daerah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 yang digelar secara serentak.
Seseorang yang berstatus terpidana hukuman percobaan dinilai sudah tidak memiliki integritas sehingga tidak layak untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin.
“Fraksi PKS masih tetap menolak calon yang punya kasus hukum. Kalau seorang calon kepala daerah punya kasus hukum. Pertama, dia cacat secara hukum. Kedua, seperti tidak ada orang lain yang lebih baik. Ketiga, dirinya akan tidak bisa berkonsentrasi penuh di pilkada karena masih terbelit kasus hukum,” kata Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini dalam siaran pers Fraksi PKS kepada Sindonews, Rabu 21 September 2016.
Jazuli mengungkapkan itu saat berbicara dalam acara Focus Discussion Group (FGD) bertema Menggagas Sistem Pemilu Ideal 2019 di Ruang Pleno Fraksi PKS, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 21 September 2016.
Fraksi PKS mengajak masyarakat untuk tidak memilih calon kepala daerah yang masih berstatus terpidana hukuman percobaan tersebut. Menurut dia, memilih calon yang berstatus tersebut sama saja menjatuhkan muruwah daerah di hadapan masyarakatnya sendiri.
“Jika dia berstatus terpidana, meskipun hanya percobaan, tentu akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat dan dikhawatirkan menjatuhkan kepercayaan dan muruwah daerah di hadapan rakyatnya sendiri,” ujarnya.
Jazuli merujuk data Kemendagri tahun 2015 yang menunjukkan terdapat 343 kepala daerah berperkara hukum. Menurut dia, data tersebut seharusnya menjadi dasar untuk lebih menguatkan proses pencalonan agar menghasilkan kepala daerah yang benar-benar berkualitas.
“Pasal 7 huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sebenarnya telah secara tegas mensyaratkan bahwa ‘calon tidak pernah dipidana berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam hukuman lima tahun penjara’ dan hukuman percobaan masuk kategori pidana berdasarkan KUHP,” tutur Jazuli.
Pada 11 September 2016 silam setelah terjadi perdebatan panjang antara KPU, Bawaslu, Kemendagri dengan DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), akhirnya diputuskan bahwa terpidana hukuman percobaan dapat maju pada Pilkada 2017.
Seseorang yang berstatus terpidana hukuman percobaan dinilai sudah tidak memiliki integritas sehingga tidak layak untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin.
“Fraksi PKS masih tetap menolak calon yang punya kasus hukum. Kalau seorang calon kepala daerah punya kasus hukum. Pertama, dia cacat secara hukum. Kedua, seperti tidak ada orang lain yang lebih baik. Ketiga, dirinya akan tidak bisa berkonsentrasi penuh di pilkada karena masih terbelit kasus hukum,” kata Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini dalam siaran pers Fraksi PKS kepada Sindonews, Rabu 21 September 2016.
Jazuli mengungkapkan itu saat berbicara dalam acara Focus Discussion Group (FGD) bertema Menggagas Sistem Pemilu Ideal 2019 di Ruang Pleno Fraksi PKS, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 21 September 2016.
Fraksi PKS mengajak masyarakat untuk tidak memilih calon kepala daerah yang masih berstatus terpidana hukuman percobaan tersebut. Menurut dia, memilih calon yang berstatus tersebut sama saja menjatuhkan muruwah daerah di hadapan masyarakatnya sendiri.
“Jika dia berstatus terpidana, meskipun hanya percobaan, tentu akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat dan dikhawatirkan menjatuhkan kepercayaan dan muruwah daerah di hadapan rakyatnya sendiri,” ujarnya.
Jazuli merujuk data Kemendagri tahun 2015 yang menunjukkan terdapat 343 kepala daerah berperkara hukum. Menurut dia, data tersebut seharusnya menjadi dasar untuk lebih menguatkan proses pencalonan agar menghasilkan kepala daerah yang benar-benar berkualitas.
“Pasal 7 huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sebenarnya telah secara tegas mensyaratkan bahwa ‘calon tidak pernah dipidana berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam hukuman lima tahun penjara’ dan hukuman percobaan masuk kategori pidana berdasarkan KUHP,” tutur Jazuli.
Pada 11 September 2016 silam setelah terjadi perdebatan panjang antara KPU, Bawaslu, Kemendagri dengan DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), akhirnya diputuskan bahwa terpidana hukuman percobaan dapat maju pada Pilkada 2017.
(dam)