Sikat Para Calo Gas

Kamis, 15 September 2016 - 13:50 WIB
Sikat Para Calo Gas
Sikat Para Calo Gas
A A A
HARGA gas yang mahal membuat sejumlah industri di Indonesia kalah bersaing. Bayangkan, harga gas untuk industri jauh lebih mahal bila dibandingkan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.

Industri yang paling merasakan dampak dari harga gas tinggi adalah industri pupuk yang justru sangat dibutuhkan di dalam negeri. Kebutuhan gas bagi industri pupuk menelan sekitar 70% dari biaya produksi. Tengok saja pupuk produksi Indonesia ditawarkan kepada konsumen dengan harga jual sekitar USD240-250 per ton, bandingkan dengan harga pasar pupuk dari negara lain di kawasan Asia Tenggara jauh lebih murah senilai USD190-200 per ton.

Selain itu, sejumlah investor menunda berinvestasi di Indonesia dengan alasan harga gas mahal. Sebut saja Ferrostaal Group, perusahaan petrokimia asal Jerman yang berencana membuka pabrik berbahan baku gas di Teluk Bintuni, Papua Barat. Menyikapi harga gas industri yang mahal itu memang pemerintah tidak diam. Mengawali aktivitas pekan ini, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartato telah bertemu dan membahas persoalan harga gas yang mahal dengan sejumlah pelaku industri, di antaranya petinggi PT Pupuk Indonesia.

Langkah konkret dari Menperin mengatasi keluhan pelaku industri diusulkan harga gas untuk 10 sektor industri dikaji ulang. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, 7 dari 10 sektor industri yang diusulkan tersebut telah diatur yakni industri pupuk, keramik, kaca, sarung tangan, petrokimia, baja, dan oleochemical. Sedangkan tiga tambahannya meliputi industri tekstil dan kaus kaki, pulp and paper, serta makanan dan minuman.

Selain itu, harga gas seluruh kawasan industri juga diusulkan dikaji ulang. Sumber penyebab utama harga gas industri di Indonesia yang lebih mahal ketimbang harga gas sejenis di kawasan Asia Tenggara sudah terang benderang sejak dulu. Masalahnya terletak pada jalur distribusi yang panjang di mana para calo atau trader gas bermodal kertas berseluncur dengan nyaman menikmati keuntungan yang besar.

Bagi Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono, permintaan pelaku industri memangkas harga gas hal yang wajar. Achmad membeberkan harga gas di tingkat hulu sekitar USD5 per million metric british thermal unit (MMBTU), kemudian menjelma dua hingga tiga kali lipat lebihmenjadi USD8 per MMBTU sampai USD14 per MMBTU di tingkat hilir.

Lantas, bagaimana mengatasi trader gas yang hanya bermodalkan kertas? Pemerintah mengakui bahwa trader gas yang ada hampir semuanya tidak memiliki infrastruktur, tetapi hanya bertindak sebagai calo tanpa modal. Akibatnya, para calo ini membentuk rantai pasokan gas menjadi panjang yang memicu harga gas melambung. Menperin Airlangga bertekad memberantas calo tersebut dengan memotong rantai pasokan sehingga lebih efisien, ruang calo pun semakin sempit.

Gayung bersambut, Kementerian ESDM telah menerbitkan regulasi yang mewajibkan setiap trader gas memiliki infrastruktur bila ingin mendapatkan alokasi gas. Aturan yang mewajibkan trader gas membangun infrastruktur tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37/2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi, yang belum lama ini direvisi.

Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman yang juga bertindak sebagai Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan sudah menabuh genderang perang terhadap trader gas yang hanya bertindak sebagai calo. Luhut yang sempat menjabat menko politik hukum dan keamanan (polhukam) mengaku sudah mengendus ulah para calo gas tersebut dan berjanji segera membongkar praktik culas itu.

Kita berharap pernyataan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memberantas para trader gas bermodal kertas segera terwujud dalam waktu dekat. Para pelaku industri mengharapkan harga gas dapat diturunkan secepatnya sehingga biaya produksi bisa ditekan. Bila harga gas terjangkau (lebih murah), biaya produksi juga turun yang pada akhirnya masyarakat banyak yang diuntungkan.

Selain itu, investor yang berminat menanamkan modal pada industri dengan kontribusi gas terbesar terhadap biaya produksi tidak ragu lagi. Memang, sudah saatnya para calo apa saja ditumpas di negeri ini yang membuat pengelolaan negara tidak efektif.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6119 seconds (0.1#10.140)