Bijak Kelola Tambahan Kuota Haji

Rabu, 14 September 2016 - 14:09 WIB
Bijak Kelola Tambahan Kuota Haji
Bijak Kelola Tambahan Kuota Haji
A A A
KABAR gembira diterima rakyat Indonesia karena pemerintah Arab Saudi memastikan akan memberikan tambahan kuota haji mulai tahun depan. Sejak 2013 hingga tahun ini, calon jamaah haji yang diperbolehkan oleh pemerintah Arab Saudi sekitar 170.000 (reguler dan plus), lebih rendah sekitar 20% dari kuota sebelum kompleks Masjidilharam direnovasi.

Jika nantinya ditambah, kemungkinan kuota haji Indonesia akan kembali ke angka 211.000 atau justru lebih, karena pemerintah juga melobi pihak Arab Saudi untuk memberikan sisa kuota milik Filipina, Singapura, dan Jepang. Wajar saja meminta sisa kuota ketiga negara tersebut karena kuotanya selalu tersisa.

Kepastian tentang detail berapa jumlah penambahan kuota haji akan dibahas lebih detail saat Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Azis Al Saud berkunjung ke Indonesia pada Oktober mendatang. Penambahan kuota ini tentu akan berimbas pada semakin pendeknya waktu tunggu atau antrean haji di sejumlah daerah yang bisa mencapai 20 tahun. Lama tunggu menunjukkan betapa masyarakat kita sangat antusias menunaikan ibadah haji.

Bagi yang tak sabar menunggu waktu tunggu, mereka akan memilih umrah agar bisa lebih cepat beribadah ke Madinah dan Mekkah. Banyaknya antrean jumlah calon jamaah haji juga disebabkan masyarakat yang pernah berhaji ingin kembali berhaji, terutama bagi yang mampu secara keuangan. Bagi yang bolak-balik, beribadah haji sudah seperti gaya hidup.

Penambahan kuota harus disambut secara bijak oleh pemerintah. Kenapa secara bijak? Karena penambahan kuota haji harus juga adil bagi semua daerah.

Pembagian kuota tambahan nantinya diharapkan mampu difokuskan untuk mengurangi antrean atau daftar tunggu daerah yang paling lama. Daerah seperti Sulawesi Selatan ataupun Jawa Timur yang mempunyai daftar tunggu terlama harus mendapat tambahan kuota yang signifikan. Artinya, sebaran tambahan kuota nantinya harus disesuaikan dengan kebutuhan daftar tunggu setiap daerah yang berbeda.

Jika tambahan kuota nantinya tidak dikelola secara bijak maka justru menimbulkan persoalan baru. Selain melakukan pembagian tambahan kuota secara bijak, pemerintah juga harus mampu mengomunikasikan kepada masyarakat untuk mengutamakan mereka yang belum berangkat haji. Masyarakat yang sudah melakukan ibadah haji bukan menjadi prioritas.

Pemerintah pasti mempunyai data masyarakat yang sudah berangkat haji. Selain melakukan pencegahan saat pengurusan haji, kampanye bahwa mengutamakan bagi yang belum pernah berangkat haji juga penting. Pemerintah bisa menggandeng tokoh agama atau menggunakan media massa dan sosial untuk mengampanyekan hal ini. Jika cara ini berhasil tentu, daftar tunggu atau antrean juga bisa semakin terpangkas.

Jika dua hal tersebut bisa dilakukan dalam menyambut rencana penambahan kuota haji oleh pemerintah Arab Saudi, tentu persoalan lama antrean atau daftar tunggu bisa diatasi secara perlahan. Namun jika tidak, tambahan haji justru akan memunculkan daftar tunggu yang lebih lama, karena ibadah haji bagi masyarakat Indonesia adalah sebuah impian.

Ketika supply semakin besar maka demand pun bisa juga bertambah. Inilah yang harus diantisipasi oleh pemerintah. Penambahan kuota ini diharapkan bisa menjadi jalan keluar bukan menjadi persoalan baru. Masyarakat yang sudah berhaji pun diharapkan juga mampu menahan diri untuk memberikan kesempatan bagi yang belum berangkat haji. Bukankah memberikan jalan bagi yang belum berangkat haji untuk ke Tanah Suci juga mempunyai makna spiritual yang besar?

Tentu rencana penambahan kuota haji ini benar-benar terealisasi. Dan lebih penting lagi, bagaimana nanti tambahan kuota tersebut benar-benar bisa dikelola pemerintah Indonesia agar bisa mengatasi antrean dan daftar tunggu yang sudah terlalu lama, sehingga masyarakat Indonesia yang ingin beribadah haji semakin nyaman dan aman beribadah haji.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5084 seconds (0.1#10.140)