Mengawal Konten, Memupuk Nasionalisme

Minggu, 04 September 2016 - 13:46 WIB
Mengawal Konten, Memupuk Nasionalisme
Mengawal Konten, Memupuk Nasionalisme
A A A
BARU sebulan menjabat posisi Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Yuliandre Darwis sudah dihadapkan pada berbagai permasalahan penyiaran di negeri ini.
Mulai dari izin TV swasta, revisi UU penyiaran, hingga memasuki tahun panas politik 2017 dan 2019 dalam upaya KPI mengatur iklan kampanye di TV. Bukan hanya itu, Andre, sapaan akrabnya, juga harus terus mengajak industri penyiaran, baik TV maupun radio, untuk dapat membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia.

Lantas, bagaimana kesiapan ketua baru yang konon merupakan ketua termuda dalam sejarah kepemimpinan KPI ini? Apa yang harus segera dia benahi? Tidak ketinggalan masyarakat juga penasaran dengan terobosan baru KPI yang berasal dari otak anak muda ini. Berikut kutipan wawancaranya dengan Sindonews.

Dulu sebelum berada di lingkungan KPI, bagaimana Anda melihat KPI?
Saya melihat KPI memiliki semangat mengatur tata kelola penyiaran. KPI sudah pada fase matang sebagai sebuah institusi. Terlihat juga masih butuh pemolesan dalam hal infrastruktur. Ini lembaga negara baru setelah reformasi, di satu sisi banyak mendapat tuntutan dari masyarakat.

Apa visi-misi Anda di KPI?
Sama seperti visi misi KPI, saya berusaha menjalani sesuai UU Penyiaran yang mengatur isi tugas KPI. Pertama, rakyat berhak mendapat informasi yang benar dan layak. Kemudian membantu dan membangun infrastruktur penyiaran digitalisasi. Menjaga iklim bisnis jangan ada monopoli bisnis. Isi siaran diatur, diteliti, dikritik, diberi sanksi, yang penting jangan lupa diapresiasi. KPI juga harus dapat mendesain sumber daya manusia di dunia penyiaran yang berkualitas.

Jadi KPI bukan lembaga yang hanya bisa menegur, memberi sanksi, tapi bagaimana menjaga keseimbangan yang baik, benar, serta adil merata. Pembinaan terhadap semua. Memberdayakan masyarakat agar cerdas, industrinya juga harus cerdas. Setelah memberdayakan, mencerahkan, mencerdaskan, baru setelah itu mengedukasi dengan sistem. Ujungnya ialah nasionalisme. Jadi apapun yang kita bahas, jika ending -nya bukan nasionalisme akan sirna. Begitu pula di dunia penyiaran, isi konten harus cinta tanah air.

Bagaimana Anda melihat kondisi KPI saat ini?
Dua minggu saya menjabat sebagai ketua KPI, membuat saya banyak belajar. Pertama,memahami internal di sini yang ternyata ada 250 staf. Sebagai nakhoda, saya harus membawa kapal besar ini ke arah yang baik dan benar. Kalau ABK oleng ke kanan ke kiri, arah kompas juga tidak benar, jalan jadi tidak terarah. Jadi yang terpenting menguatkan internal dulu, baru eksternal.

Menurut Anda, apa yang harus segera dibenahi dalam penyiaran di Indonesia?
Pekerjaan rumah terbesar ialah perpanjang izin seluruh TV swasta yang Oktober semua habis masa izinnya. UU penyiaran menyatakan 10 tahun. Ini merupakan kewenangan KPI dan Kemenkominfo. Ibarat uang, dua sisinya harus baik. Diharapkan, kami bisa sejalan sehingga dapat menjalankan peran degan baik. Kita tunggu nanti di forum rapat bersama KPI dan Kominfo, kalau tidak nanti frekuensi milik publik akan digugat. Kedua, yang harus diselesaikan ialah UU Penyiaran yang usianya sudah 14 tahun agar segera diperbarui.

Penyiaran seolah-olah hanya TV dan radio. Padahal sekarang ada yang namanya sosial media seperti YouTube dan sejenisnya. Bagaimana pengaturannya. Apakah itu kewenangan KPI atau Kemenkominfo karena media baru tersebut berada di tengah-tengah. Mereka menyangkut telekomunikasi dan terdapat juga isi siaran atau konten.

Apa program baru yang KPI akan lakukan?
Kami akan turun langsung kepada siapa saja yang kami monitoring . Biasanya KPI yang memanggil TV, tapi sekarang dibalik, kami yang akan datang melakukan pembinaan ke stasiun TV. KPI beri penjelasan UU, apa yang dilarang. Harus dilakukan sebuah perubahan. Kita kumpulkan tematik program TV. Ini akan dimulai pada 15 September 2016. Karena biasanya stasiun TV yang kami tegur, surat datang untuk direkturnya atau atasan mereka.

Apa yang kami lakukan sekarang turun langsung ke mereka yang mengerjakan program tersebut. Eksekutif produser, kru, artisnya kami kumpulkan. Kami jelaskan ini adalah frekuensi publik, harus menaati apa yang diperintah UU.

Apa yang dilakukan KPI untuk mengajak masyarakat berperan aktif dalam mengontrol tayangan TV?
Lembaga negara basis suaranya ialah suara rakyat. Masyarakat jadi penyeimbang. Sudah lama kami membuka pengaduan umum melalui telepon, SMS, juga media sosial serta email. KPI memiliki bagian khusus untuk pengaduan, yang menjawab telepon, membalas SMS. Ini yang terbaru untuk meningkatkan kualitas pengaduan serta hubungan dengan masyarakat. Jika ada budget yang pas, rencananya kami ingin membuat aplikasi. Masyarakat dapat men-download melalui smartphone.

Terobosan baru lain yakni membuat indeks prestasi melalui survei kuantitatif. Biasanya nilai dari KPI, tapi ini penilaian masyarakat. Sistemnya, stasiun TV kasih program, nanti KPI yang lakukan survei di 12 kota. Secara kualitatif juga kami kumpulkan para ahli, apa yang kurang dilihat dari UU. Survei pertama sudah dilakukan dan disebarluaskan. Rencana indeks ini akan kami lakukan sebulan sekali. Ini khusus indeks terbaik saja yang disebutkan agar pesannya sampai ke masyarakat bahwa di layar kaca ada perubahan yang baik. Sudah terlalu banyak hal negatif di negeri ini. Mari kita tonjolkan hal positif. Kalau rapor merah, biar untuk internal saja.

Apa tantangan KPI saat ini?
Globalisasi, digitalisasi. Nanti ke depannya bukan hanya TV nasional. Kami harus juga lebih sigap dengan perubahan digitalisasi. Tantangan lain yang lebih konkret dan akan kami hadapi dalam periode ini ialah bagaimana KPI bisa berdiri tegak menghadapi iklan kampanye nanti pada 2017 dan 2019.

Saat pemilihan komisioner dari 27 orang menjadi 9 komisioner, dipilih langsung oleh Komisi 1 DPR. Itu semua terlibat. Ibarat semua turun gunung, karena ini kepentingan dahsyat menyangkut iklan politik 2017 dan 2019. Bahkan katanya KPI siapsiap jadi bulan-bulanan kritik yang pasti akan datang. Kami juga nanti bersiap untuk mengontrol lebih ketat Untuk tahun kampanye juga sudah dipersiapkan, memang tidak bisa langsung.

Terlebih saya baru menjabat. Lihat saja bagaimana KPI dulu menangani ini, kebetulan wakil ketua KPI ialah komisioner KPI terdahulu sehingga bisa dicari tahu. Pasti KPI akan bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu. Kami tidak bisa sendiri.

Bagaimana Anda melihat perkembangan industri penyiaran di Indonesia saat ini?
Dengan adanya media baru, nanti kalau TV sudah tidak bagus akan ditinggalkan. Media lama akan ditinggalkan. Gen Y atau generasi masa kini sebenarnya yang menentukan arah penyiaran masa depan. Iklan-Iklan juga akan masuk ke media digital. TV media baru atau TV digital akan lebih bagus dari segi kualitas gambar. Tayangan sekarang masih standard definition , nanti bisa high definition (HD), kemudian 4x HD atau Ultar HD.

Sebenarnya itu hak masyarakat untuk mendapat tayangan berkualitas baik. Pada pertemuan Jenewa 2006 dinyatakan, negara-negara yang tergabung dalam Internasional Telecom Union akan melakukan digitalisasi paling lambat 2020. Negara tetangga kita sudah, Malaysia dan Thailand.

Apa harapan Anda bagi KPI dalam menjaga penyiaran di Indonesia?
Media massa dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Tayangan yang disajikan kepada masyarakat diharapkan dapat seperti itu. Saya juga katakan ujungnya harus nasionalisme, karena percuma konten bagus kalau akhirnya masyarakat benci negara ini, benci antarsesama, tidak bangga menjadi warga negara Indonesia. Kekuatan ini yang harus ditanamkan dalam setiap industri, sebab harus disadari, perilaku kita diarahkan oleh media.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3336 seconds (0.1#10.140)