Semangat dan Solidaritas Kota

Senin, 22 Agustus 2016 - 14:28 WIB
Semangat dan Solidaritas Kota
Semangat dan Solidaritas Kota
A A A
Yoyok Riyo Sudibyo
Bupati Kabupaten Batang, Penerima Bung Hatta Anti-Corruption Award 2015.

KOTA adalah tempat manusia memupuk harapan. Sejak sejarah kota dimulai, harapan itu masih tetap sama hingga hari ini. Kehidupan yang lebih baik adalah tujuan sebuah kota. Namun, cara mewujudkannya tergantung pada era, tempat, dan manusia yang ada.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari konferensi World Cities Summit 2016 pada Juli lalu di Singapura. Forum yang mempertemukan hampir dua ratus kepala daerah dari seluruh dunia itu menghasilkan banyak gagasan yang sayang jika tidak didiskusikan lebih lanjut.

Bagi pemerintah daerah, pertemuan ini sangat menguntungkan untuk memperkaya jaringan kerja sama dan memperkenalkan daerah masing-masing kepada berbagai pihak. Namun, yang tak kalah penting adalah kesempatan saling memperkaya dan berbagi pengetahuan. Semangat berbagi penting dalam menanggapi perubahan dunia. Kepala daerah adalah bagian vital dalam upaya pembangunan nasional dan dunia.

Tahun ini Kabupaten Batang mendapat kehormatan untuk hadir. Sebuah kota kecil di Pantai Utara Jawa ini mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu dari raksasa-raksasa dunia, sungguh kesempatan yang tak boleh dilewatkan.

Melihat Rumput Tetangga
Ada peribahasa "rumput tetangga selalu lebih hijau". Melihat kondisi sekarang, banyak kepala daerah di Indonesia memuji dan mencoba menerapkan apa yang dilakukan Singapura. Negara-kota tersebut menjadi model pembangunan daerah urban yang diperhitungkan di kawasan Asia Tenggara, bahkan di Asia. Pada derajat tertentu, kita harus mengakui rumput mereka memang benar-benar hijau.

Cara memperlakukan kelangkaan adalah kunci keberhasilan Singapura. Pembangunan kota berbasiskan kepada masalah. Semua perencanaan dan kerangka kerja dari setiap institusi negara berupaya untuk menjawab permasalahan, yakni kelangkaan ruang dan sumber daya alam.

Kita lihat hasilnya sekarang, daerah rawa Tumasik penuh masalah beralih menjadi Singapura berwajah industri jasa dan perdagangan. Kota yang layak hidup dan ramah terhadap manusianya (liveable city) menjadi prioritas.

Meski banyak kontroversi yang mengiringi perjalanan Singapura, kita bisa belajar tentang perencanaan pembangunan yang sangat terukur. Mereka tidak hanya memindahkan manusia ke rumah-rumah bertingkat, namun memperhitungkan juga perubahan budaya dan perilaku yang akan dialami masyarakat. Membangun kota adalah membangun manusia.

Ketika Lee Kuan Yew meminta sungai dibersihkan dalam lima tahun, menteri yang ditunjuk berupaya keras untuk membangun infrastruktur dan melakukan pengerukan. Dalam empat tahun, kegiatan tersebut tidak menghasilkan apa-apa. Mereka akhirnya bergerak ke sumber dari semua polusi tersebut. Membenahi manusia dijadikan orientasi utama setelah infrastruktur sungai dibangun. Sungai pun mulai menjadi lebih jernih pada tahun kelima.

Negeri Singa memang sangat serius dalam merancang perilaku manusia sehingga lahan yang kecil menjadi layak hidup. Pemerintah kota melakukan tiga langkah utama: koordinasi yang baik antarlembaga pemerintah, penegakan hukum dari urusan terkecil, dan edukasi kepada masyarakat. Tampak sederhana, namun butuh tenaga besar melakukannya.

Wajah kota harus berubah, sesuai dengan kebutuhan dan perubahan masyarakatnya. Singapura tidak mungkin lagi menerima industri dalam jumlah besar karena keterbatasannya. Kota yang layak hidup bisa jadi hanya tinggal cerita jika industri dipaksakan. Perumusan tujuan baru perlu diperlihatkan dalam perencanaan pembangunannya.

Singapura kini menghidupkan konsep bahwa kota adalah pabrik gagasan. Ide manusialah industri termahal saat ini dan lebih memiliki nilai tambah daripada memproduksi barang. Rencana tata ruang yang berbasiskan kepada produksi ide terus dirumuskan. Kita bisa lihat sekarang, daerah sekitar National University of Singapore (NUS) dipenuhi anak muda kreatif dengan perusahaan rintisan (start-up)-nya masing-masing.

Keterhubungan lokasi berkumpul anak muda, kampus, dan industri kreatif menjadi penting untuk membangun pusat gagasan. Orang yang berpikir dan berkreasi tidak perlu lagi "tua di jalan" untuk berproduksi. Perencanaan yang terukur inilah kekuatan Singapura.

Inspirasi dari Dunia
Berdiskusi dengan Wali Kota Rotterdam Ahmed Aboutaleb sangat berkesan. Beliau adalah keturunan imigran Maroko generasi kedua di Belanda. Eksodus manusia dari berbagai negara konflik ke Eropa ternyata cukup signifikan memengaruhi rata-rata angka human capital Rotterdam. Peningkatan kapasitas manusia adalah masalah dasar yang sangat mendesak.

Selain itu, wali kota ini juga menjelaskan isu terorisme. Tindakan teror tidak bisa lagi dianggap permasalahan pemerintah pusat semata karena praktiknya selalu terjadi di pusat perkotaan. Pemerintah kota juga sudah harus merancang strategi agar kehidupan kota tidak terganggu. Perencanaan strategi pertahanan negara harus melibatkan pemerintah kota.

Melihat ke Asia Timur, Wali Kota Seoul Park Won Soon mendiskusikan topik yang tidak kalah menarik. Pertumbuhan Korea Selatan sebagai sebuah negara industri teknologi memberi jiwa kepada Seoul. Di ibu kota Negeri Ginseng ini, penggunaan big data menjadi motor pembangunan. Data yang terkumpul dari aktivitas dan interaksi warga di ranah digital dijadikan basis untuk mengambil keputusan. Kebutuhan dan aspirasi warga kota pun dapat direspons dengan cepat dan tepat. Teknologi bukan sekadar tempelan dalam pembangunan kota.

Setelah Seoul, belahan bumi lain juga tidak kalah mengesankan. Federico Gueeterez, wali Kota Medellin, sangat menginspirasi. Kolombia yang juga sama-sama negara berkembang dengan Indonesia mampu melahirkan kota yang begitu layak hidup seperti Medellin. Pemenang Lee Kuan Yew Cities Prize 2016 ini mengatakan bahwa kunci keberhasilan kota adalah memberantas korupsi. Tetapi, itu baru satu dari sepuluh upaya yang dilakukan oleh wali kota ini. Namun, puncak dari semua itu adalah membangun kebanggaan dari warga kota. Warga kota yang merasa bangga akan termotivasi untuk mengubah wajah kotanya menjadi lebih baik.

Memetik Hikmah
Tempat hidup, belajar, bermain, bekerja yang aman dan layak bagi kehidupan adalah tujuan bersama yang harus dijaga oleh solidaritas kota-kota dunia. Pemerintah harus mampu memastikan itu lewat semua kewenangan yang dimiliki.

Kota juga harus mampu memunculkan kebanggaan bagi penghuninya. Dengan rasa bangga, perubahan perilaku dan peningkatan kualitas hidup lebih mudah diwujudkan. Pada saat yang sama, pemimpin kota harus benar-benar meminimalisasi kerugian kehidupan akibat pembangunan. Mengubah kehidupan manusia harus melalui cara yang manusiawi.

Melalui pelajaran-pelajaran tersebut, Kabupaten Batang tidak akan berubah menjadi Singapura, Seoul, Medellin, atau Rotterdam. Batang akan tetap menjadi bagian Indonesia dengan kelebihan dan kekurangannya. Berbagi semangat untuk menjaga harapan, berbagi harapan untuk menjaga kehidupan adalah hikmah dari pertemuan kota-kota ini. Seorang pemimpin daerah harus mampu menyelesaikan masalahnya masing-masing.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6189 seconds (0.1#10.140)